Rabu, 05 November 2008

Budaya Siwak dan Suwuk dalam Kajian Ilmiah

Budaya Siwak dan Suwuk dalam Kajian Ilmiah

Nahdlatul Ulama, disingkat NU, memiliki makna kebangkitan ulama. Sebuah organisasi yang didirikan oleh para ulama pada tanggal 31 Januari 1926 M atau tanggal 16 Rajab 1344 H di Surabaya.
Latar belakang berdirinya NU berkaitan erat dengan perkembangan pemikiran keagamaan dan politik dunia Islam kala itu. Pada tahun 1924, Syarif Husein, Raja Hijaz (Makkah) yang berpaham Sunni ditaklukkan oleh Abdul Aziz bin Saud yang beraliran Wahabi.
Dengan cepat tersebarlah berita penguasa baru itu yang berencana akan melarang semua bentuk amaliah keagamaan ala kaum Sunni, yang sudah berjalan berpuluh-puluh tahun di tanah Arab, dan akan menggantinya dengan model Wahabi. Pengamalan agama dengan sistem bermadzhab, tawasul, ziarah kubur, maulid Nabi, dan lain sebagainya, akan segera dilarang.
Bahkan, Raja Ibnu Saud juga ingin melebarkan pengaruh kekuasaannya ke seluruh dunia Islam. Dengan dalih demi kejayaan Islam, ia berencana meneruskan kekhilafahan Islam yang terputus di Turki pasca runtuhnya Daulah Usmaniyah. Untuk itu dia berencana menggelar Muktamar Khilafah di Kota Suci Makkah, sebagai penerus Khilafah yang terputus itu.
Seluruh negara Islam di dunia akan diundang untuk menghadiri muktamar tersebut, termasuk Indonesia. Awalnya, utusan yang direkomendasikan adalah HOS Cokroaminoto (Sarekat Islam), K.H. Mas Mansur (Muhammadiyah) dan K.H. Wahab Hasbullah (pesantren). Namun, rupanya ada permainan licik diantara kelompok yang mengusung para calon utusan Indonesia. Dengan alasan Kiai Wahab tidak mewakili organisasi resmi, maka namanya dicoret dari daftar calon utusan.
Peristiwa itu menyadarkan para ulama pengasuh pesantren akan pentingnya sebuah organisasi. Sekaligus menyisakan sakit hati yang mendalam, karena tidak ada lagi yang bisa dititipi sikap keberatan akan rencana Raja Saud yang akan mengubah model beragama di Makkah.
Para ulama pesantren sangat tidak bisa menerima kebijakan raja yang anti bermadzhab, anti maulid Nabi, anti ziarah makam, dan lain sebagainya. Bahkan kala itu santer terdengar berita makam Nabi Muhammad SAW pun berencana digusur.
Bagi para kiai pesantren, pembaruan adalah suatu keharusan. K.H. Hasyim Asy’ari juga tidak mempersoalkan dan bisa menerima gagasan para kaum modernis untuk menghimbau umat Islam kembali pada ajaran Islam ’murni’. Namun, Kiai Hasyim tidak bisa menerima pemikiran mereka yang meminta umat Islam melepaskan diri dari sistem bermadzhab.
Di samping itu, karena ide pembaruan dilakukan dengan cara melecehkan, merendahkan dan membodoh-bodohkan, maka para ulama pesantren menolaknya. Bagi mereka, pembaruan tetap dibutuhkan, namun tidak dengan meninggalkan khazanah keilmuan yang sudah ada dan masih relevan. Atas dasar latar belakang yang mendesak itulah akhirnya Jam’iyah Nahdlatul Ulama didirikan.
Pendiri resminya adalah Hadratus Syeikh K.H.M. Hasyim Asy’ari, pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang, Jawa Timur. Sedangkan yang bertindak sebagai arsitek dan motor penggerak adalah K.H. Abdul Wahab Hasbullah, pengasuh Pondok Pesantren Bahrul Ulum Tambakberas, Jombang.
Organisasi Nahdlatul Ulama didirikan dengan tujuan untuk melestarikan, mengembangkan dan mengamalkan ajaran Islam Ahlussunnah Waljamaah dengan menganut salah satu dari empat madzhab (Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali).
Bahkan dalam Anggaran Dasar yang pertama (1927) dinyatakan bahwa organisasi tersebut bertujuan untuk memperkuat kesetiaan kaum muslimin pada salah satu madzhab empat. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan kala itu untuk merealisasikan tujuan organisasi antara lain:
Memperkuat persatuan ulama yang masih setia kepada madzhab.
Memberikan bimbingan tentang jenis-jenis kitab yang diajarkan pada lembaga-lembaga pendidikan Islam.
Penyebaran ajaran Islam yang sesuai dengan tuntunan madzhab empat.
Memperluas jumlah madrasah dan memperbaiki organisasinya.
Membantu pembangunan masjid-masjid, langgar dan pondok pesantren.
Membantu anak-anak yatim piatu dan fakir miskin.
Dalam Pasal 3 Statuten Perkumpulan NU (1933) disebutkan:
”Mengadakan perhubungan di antara ulama-ulama yang bermadzhab, memeriksa kitab-kitab apakah itu dari kitab Ahlussunnah waljamaah atau kitab-kitab ahli bi’ah, menyiarkan agama Islam dengan cara apa saja yang halal, berikhtiar memperbanyak madrasah, masjid, surau dan pondok pesantren, begitu juga dengan hal ichwalnya anak yatim dan orang-orang fakir miskin, serta mendirikan badan-badan untuk memajukan urusan pertanian, perniagaan, yang tidak dilarang oleh syara’ agama Islam”.
Ketika NU hidup di dunia modern, visi dan misi organisasi ini juga harus berkembang guna menyesuaikan diri dengan perkembangan jaman yang dijalaninya. Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) NU juga terus dikembangakan setiap lima tahun sekali.
Dalam Keputusan Muktamar Donohudan, Boyolali (2004) disebutkan: Tujuan Nahdlatul Ulama didirikan adalah berlakunya ajaran Islam yang menganut paham Ahlussunnah Waljamaah dan menurut salah satu dari Madzhab Empat untuk terwujudnya tatanan masyarakat yang demokratis dan berkeadilan demi kemaslahatan dan kesejahteraan umat.
Untuk mewujudkan tujuan sebagaimana diatas, maka NU melaksanakan usaha-usaha berikut ini:
Di bidang agama, mengupayakan terlaksananya ajaran Islam yang menganut paham Ahlussunnah Waljamaah dan menurut salah satu Madzhab Empat dalam masyarakat dengan melaksanakan dakwah Islamiyah dan amar ma’ruf nahi munkar.
Di bidang pendidikan, pengajaran dan kebudayaan, mengupayakan terwujudnya penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran serta pengembangan kebudayaan yang sesuai dengan ajaran Islam untuk membina umat agar menjadi muslim yang takwa, berbudi luhur, berpengetahuan luas dan terampil, serta berguna bagi agama, bangsa dan negara.
Di bidang ekonomi, mengupayakan terwujudnya pembangunan ekonomi untuk pemerataan kesempatan berusaha dan menikmati hasil-hasil pembangunan dengan mengutamakan tumbuh dan berkembangnya ekonomi kerakyatan.
Di bidang sosial, mengupayakan terwujudnya kesejahteraan lahir dan batin bagi rakyat Indonesia.
Mengembangkan usaha-usaha lain yang bermanfaat bagi masyarakat banyak guna terwujudnya Khaira Ummah.
Guna mewujudkan usaha-usaha tersebut, pendekatan dakwah NU menggunakan model dakwah Walisongo, yaitu menyesuaikan dengan budaya masyarakat setempat dan tidak mengandalkan kekerasan. Budaya yang berasal dari suatu daerah ketika Islam belum datang – bila tidak bertentangan dengan agama – akan terus dikembangkan dan dilestarikan. Sementara budaya yang jelas bertentangan akan ditinggalkan.
Dalam perjalanan waktu, model dakwah dan budaya Walisongo yang dianut warga NU ini seringkali mendapat cibiran dari beberapa kalangan. Mereka memberi label pada penganut NU sebagai golongan Islam yang kuno, tidak modern. Kuno, karena masih saja percaya dengan hal-hal yang dilakukan oleh pendahulu kita, terutama dalam hal adat istiadat. Diantara budaya NU yang hingga kini masih setia dilakukan warga NU dan mendapat cibiran kalangan tertentu adalah kebiasaan siwak dan suwuk.
Kalangan pencibir ini mengatakan kalau kedua budaya orang NU ini sudah ketinggalan jaman dan tidak rasional. Benarkah apa yang dituduhkan mereka terhadap dua budaya NU tadi yang terbilang kuno dan tidak rasional?
Kajian Ilmiah Siwak dan Suwuk
1. Siwak
Penggunaan alat-alat kebersihan mulut telah dimulai semenjak berabad-abad lalu.
Manusia terdahulu menggunakan alat-alat kebersihan yang bermacam-macam seiring
dengan perkembangan sosial, teknologi dan budaya. Beraneka ragam peralatan
sederhana dipergunakan untuk membersihkan mulut mereka dari sisa-sisa makanan,
mulai dari tusuk gigi, batang kayu, ranting pohon, kain, bulu burung, tulang
hewan hingga duri landak. Diantara peralatan tradisional yang mereka gunakan
dalam membersihkan mulut dan gigi adalah kayu siwak atau chewing stick. Kayu ini
walaupun tradisional, merupakan langkah pertama transisi/peralihan kepada sikat
gigi modern dan merupakan alat pembersih mulut terbaik hingga saat ini.
Miswak (Chewing Stick) telah digunakan oleh orang Babilonia semenjak 7000 tahun
yang lalu, yang mana kemudian digunakan pula di zaman kerajaan Yunani dan
Romawi, oleh orang-orang Yahudi, Mesir dan masyarakat kerajaan Islam. Siwak
memiliki nama-nama lain di setiap komunitas, seperti misalnya di Timur Tengah
disebut dengan miswak, siwak atau arak, di Tanzania disebut miswak, dan di
Pakistan dan India disebut dengan datan atau miswak. Penggunaan chewing stick
(kayu kunyah) berasal dari tanaman yang berbeda-beda pada setiap negeri. Di
Timur Tengah, sumber utama yang sering digunakan adalah pohon Arak (Salvadora
persica), di Afrika Barat yang digunakan adalah pohon limun (Citrus
aurantifolia) dan pohon jeruk (Citrus sinesis). Akar tanaman Senna (Cassiva
vinea) digunakan oleh orang Amerika berkulit hitam, Laburnum Afrika (Cassia
sieberianba) digunakan di Sierre Leone serta Neem (Azadirachta indica) digunakan
secara meluas di benua India.
Meskipun siwak sebelumnya telah digunakan dalam berbagai macam kultur dan budaya di seluruh dunia, namun pengaruh penyebaran agama Islam dan penerapannya untuk membersihkan gigi yang paling berpengaruh. Istilah siwak sendiri pada
kenyatannya telah umum dipakai selama masa kenabian Nabi Muhammad yang memulai misinya sekitar 543 M. Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda :
“Seandainya tidak memberatkan ummatku niscaya akan kuperintahkan mereka untuk
bersiwak setiap akan sholat (dalam riwayat lain : setiap akan berwudhu’).” Nabi
memandang kesehatan dan kebersihan mulut adalah penting, sehingga beliau
senantiasa menganjurkan pada isterinya untuk selalu menyiapkan siwak untuknya hingga akhir hayatnya.
Dalam hadist lain yang diriwayatkan Ahmad, Nabi bersabda:”Siwak merupakan kebersihan bagi mulut dan keridhoan bagi Allah”. Bersiwak adalah termasuk dari bagian dari sunnah para Rasul, sebagaimana hadist dari Abu Ayyub ra:“Ada empat hal yang termasuk dari sunnah para Rasul; Memakai minyak wangi, menikah, bersiwak dan malu.” (HR. Ahmad dan Tirmidzi).
Dalam kitab Ath-Thubbun Nabawi (Medis Nabawi) yang disusun oleh Ibnul Qoyyim dijelaskan manfaat siwak antara lain :1. membersihkan mulut,2. membersihkan gusi,3. mencegah pendarahan4. menguatkan penglihatan5. mencegah gigi berlubang6. menyehatkan pencernaan7. menjernihkan suara8. membantu pencernaan makanan9. memperlancar saluran nafas (bicara)10. menggiatkan bacaan11. menahan tidur12. meridhokan Allah Ta’ala13. dikagumi malaikatRasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersiwak dalam waktu puasa dan tidak, pada waktu wudhu, ketika akan sholat atau memasuki rumah. Beliau bersiwak dengan kayu (dahan) Araq. Bila tidur, siwak itu diletakkan di dekat kepalanya, dan jika bangun tidur beliau mulai bersiwak.
Bersiwak disunnahkan disetiap saat, bahkan ketika berpuasa disepanjang harinya, dan menjadi sunnah muakadah pada waktu akan beribadah. Adapun waktu-waktu yang disunnahkan secara muakkad untuk bersiwak diantaranya:
1) Setiap akan Berwudhu.“Kalau bukan karena akan memberatkan umatku maka akan kuperintahkan mereka untuk bersiwak setiap akan wudlu”. (HR. Bukhori dan Muslim)
2) Setiap akan melakukan shalat.“Kalau bukan karena akan memberatkan umatku maka akan kuperintahkan mereka untuk bersiwak setiap akan sholat”. (HR. Bukhori dan Muslim). Keutamaan shalat dengan memakai siwak itu, sebanding dengan 70 kali shalat dengan tidak memakai siwak. (HR. Ahmad)
3) Setiap bangun tidur.“Adalah Nabi Muhammad jika bangun dari malam dia mencuci dan menggosok mulutnya dengan siwak”. (HR. Bukhori)Termasuk tanda kecintaan Nabi Shallallahu ‘aihi wa sallam kepada kebersihan dan ketidak sukaannya terhadap bau tidak enak, tatkala bangun dari tidur malam yang panjang, yang mana saat itu di mungkinkan bau mulut sudah berubah, maka beliau menggosok giginya dengan siwak untuk menghilangkan bau tidak sedap, dan untuk menambah semangat setelah bangun tidur, karena termasuk kelebihan siwak adalah menambah daya ingat dan semangat.
4) Setiap akan masuk rumah.Telah meriwayatkan Syuraih bin Hani, beliau berkata: ”Aku bertanya kepada ‘Aisyah: “Apa yang dilakukan pertama kali oleh Rasulullah jika dia memasuki rumahnya?” Beliau menjawab :”Bersiwak”. (HR. Muslim)
5) Ketika hendak membaca Al Qur’an.Dari Ali ra. berkata : “Rasulullah memerintahkan kami bersiwak. Sesungguhnya seorang hamba apabila berdiri sholat malaikat mendatanginya kemudian berdiri dibelakangnya mendengar bacaan Al Qur’an dan ia mendekat. Maka ia terus mendengar dan mendekat sampai ia meletakkan mulutnya diatas mulut hamba itu, sehingga tidaklah dia membaca satu ayatpun kecuali berada dirongganya malaikat” (HR. Baihaqy)
Setiap orang Islam sangat dianjurkan melakukannya setiap wudhu menjelang shalat, membaca al-Quran, menjelang tidur, sesudah makan dan lain sebagainya.
Banyak manfaat yang bisa diperoleh ketika orang menjalankan kebiasaan bersiwak. Diantaranya: menguatkan ingatan, menguatkan gigi, tidak mudah sakit ambeien, menguatkan vitalitas, mengurangi bau mulut, dan juga berpahala (disukai Allah SWT).
Pada masa hidup Rasulullah, para sahabat bersiwak dengan menggunakan kayu Araq, sebuah jenis tanaman yang mempunyai postur lunak (tidak keras) dan diyakini memiliki banyak khasiat untuk kesehatan gigi dan mulut. Sebagian ulama berpendapat, jika tidak menemukan kayu yang dimaksud, bisa diganti dengan benda-benda lain yang memiliki ciri seperti kayu Araq. Bisa memakai ujung sorban atau dengan lengan bajunya yang bersih.
Siwak terus digunakan hampir di seluruh bagian Timur Tengah, Pakistan, Nepal,
India, Afrika dan Malaysia, khususnya di daerah pedalaman. Sebagian besar mereka
menggunakannya karena faktor religi, budaya dan sosial. Ummat Islam di Timur
Tengah dan sekitarnya menggunakan siwak minimal 5 kali sehari disamping juga
mereka menggunakan sikat gigi biasa. Penelitian yang dilakukan oleh Erwin dan
Lewis (1989) menyatakan bahwa pengguna siwak memiliki relativitas yang rendah
dijangkiti kerusakan dan penyakit gigi meskipun mereka mengkonsumsi bahan
makanan yang kaya akan karbohidrat.
Morfologi dan habitat tanaman Siwak atau Miswak, merupakan bagian dari batang, akar atau ranting tumbuhan Salvadora persica yang kebanyakan tumbuh di daerah Timur Tengah, Asia dan Afrika. Siwak berbentuk batang yang diambil dari akar dan ranting tanaman araq (Salvadora persica) yang berdiameter mulai dari 0,1 cm sampai 5 cm. Pohon araq adalah pohon yang kecil seperti belukar dengan batang yang bercabang-cabang, berdiameter lebih dari 1 kaki. Jika kulitnya dikelupas berwarna agak keputihan dan memiliki banyak juntaian serat. Akarnya berwarna cokelat dan bagian dalamnya berwarna putih. Aromanya seperti seledri dan rasanya agak pedas.
Siwak berfungsi mengikis dan membersihkan bagian dalam mulut. Kata siwak sendiri
berasal dari bahasa arab ‘yudlik’ yang artinya adalah memijat (massage). Siwak
lebih dari sekedar sikat gigi biasa, karena selain memiliki serat batang yang
elastis dan tidak merusak gigi walaupun di bawah tekanan yang keras, siwak juga
memiliki kandungan alami antimikrobial dan antidecay system (sistem antipembusuk).
Batang siwak yang berdiameter kecil, memiliki kemampuan fleksibilitas yang tinggi untuk menekuk ke daerah mulut secara tepat dan dapat mengikis plak pada gigi. Siwak juga aman dan sehat bagi perkembangan gusi.
Perlu diketahui, bahwa sisa-sisa makanan yang ada pada sela-sela gigi, menjadikan lingkungan mulut sangat baik untuk aktivitas pembusukan yang dilakukan oleh berjuta-juta bakteri yang dapat menyebabkan gigi berlubang, gusi berdarah dan munculnya kista. Selain itu, bakteri juga menghasilkan enzim perusak yang ”memakan” kalsium gigi sehingga menyebabkan gigi menjadi keropos dan berlubang. Bahkan, pada beberapa keadaan bakteri juga menghasilkan gas sisa aktivitas pembusukan yang menyebabkan bau mulut menjadi tak sedap.
Kandungan kimia batang kayu Siwak menurut penelitian Al-Lafi dan Ababneh (1995)
melaporkan bahwa siwak mengandung mineral-mineral alami yang dapat membunuh dan menghambat pertumbuhan bakteri, mengikis plaque, mencegah gigi berlubang serta memelihara gusi. Siwak memiliki kandungan kimiawi yang bermanfaat, meliputi:
1. Antibacterial Acids, seperti astringents, abrasive dan detergent yang berfungsi untuk membunuh bakteri, mencegah infeksi, menghentikan pendarahan pada gusi. Penggunaan kayu siwak yang segar pertama kali, akan terasa agak pedas dan sedikit membakar, karena terdapat kandungan serupa mustard yang merupakan substansi antibacterial acid tersebut.
2. Kandungan kimiawi seperti Klorida, Pottasium, Sodium Bicarbonate, Fluorida,
Silika, Sulfur, Vitamin C, Trimetilamin, Salvadorin, Tannin dan beberapa mineral lainnya yang berfungsi untuk membersihkan gigi, memutihkan dan menyehatkan gigi dan gusi. Bahan-bahan ini sering diekstrak sebagai bahan penyusun pasta gigi.
3. Minyak aroma alami yang memiliki rasa dan bau yang segar, yang dapat menyegarkan mulut dan menghilangkan bau tidak sedap.
4. Enzim yang mencegah pembentukan plak yang merupakan penyebab radang gusi dan penyebab utama tanggalnya gigi secara prematur.
5. Anti Decay Agent (Zat anti pembusukan) dan Antigermal System, yang bertindak seperti Penicilin menurunkan jumlah bakteri di mulut dan mencegah terjadinya proses pembusukan.
6. Siwak juga turut merangsang produksi saliva, dimana saliva sendiri merupakan organik mulut yang melindungi dan membersihkan mulut.
Menurut laporan Lewis (1982), penelitian kimiawi terhadap tanaman ini telah
dilakukan semenjak abad ke-19, dan ditemukan sejumlah besar klorida, fluor,
trimetilamin dan resin. Kemudian dari hasil penelitian Farooqi dan Srivastava
(1990) ditemukan silika, sulfur dan vitamin C. Kandungan kimia tersebut sangat
bermanfaat bagi kesehatan gigi dan mulut dimana trimetilamin dan vitamin C
membantu penyembuhan dan perbaikan jaringan gusi. Klorida bermanfaat untuk
menghilangkan noda pada gigi, sedangkan silika dapat bereaksi sebagai penggosok.
Kemudian keberadaan sulfur dikenal dengan rasa hangat dan baunya yang khas,
adapun fluorida berguna bagi kesehatan gigi sebagai pencegah terjadinya karies
dengan memperkuat lapisan email dan mengurangi larutnya terhadap asam yang
dihasilkan oleh bakteri.
El-Mostehy dkk (1998) melaporkan bahwa tanaman siwak mengandung zat-zat
antibakterial. Darout et al. (2000) Melaporkan bahwa antimikrobial dan efek
pembersih pada miswak telah ditunjukkan oleh variasi kandungan kimiawi yang
dapat terdeteksi pada ekstraknya. Efek ini dipercaya berhubungan dengan
tingginya kandungan Sodium Klorida dan Pottasium Klorida seperti salvadourea dan
salvadorine, saponin, tannin, vitamin C, silika dan resin, juga cyanogenic
glycoside dan benzylsothio-cyanate. Hal ini dilaporkan bahwa komponen anionik
alami terdapat pada spesies tanaman ini yang mengandung agen antimikrobial yang
melawan beberapa bakteri. Nitrat (NO3-) dilaporkan mempengaruhi transportasi
aktif porline pada Escherichia coli seperti juga pada aldosa dari E. coli dan
Streptococcus faecalis. Nitrat juga mempengaruhi transport aktif oksidasi
fosforilasi dan pengambilan oksigen oleh Pseudomonas aeruginosa dan
Stapyhylococcus aureus sehingga terhambat.
Menurut hasil penelitian Gazi et al. (1987) ekstrak kasar batang kayu siwak pada
pasta gigi yang dijadikan cairan kumur, dikaji sifat-sifat antiplaknya dan
efeknya terhadap komposisi bakteri yang menyusun plak dan menyebabkan penurunan bakteri gram negatif batang.
Drg BM Bachtiar dari Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia mengatakan, berdasarkan fungsi mekanisnya, siwak sama dengan sikat gigi. Siwak dapat berfungsi sebagai alat membersihkan gigi dari kotoran atau plak. Mengapa siwak bermanfaat menghilangkan plak?
Plak merupakan kumpulan sisa makanan yang telah membusuk dan menempel pada gigi. Jika diteliti lebih dalam, ternyata plak itu merupakan asrama kuman. Di sini siwak berperan membersihkan sisa makanan, sekaligus mengandung zat khusus yang rasanya asin.
Kuman-kuman dari makanan menempel pada gigi, dan menumpuk sedikit demi sedikit. Berdasarkan penelitian, kuman itu akan menempel pada bagian dalam tiga-empat jam. Dianjurkan menyikat gigi secara teratur, untuk mencegah penumpukan sisa makanan yang mengandung kuman berbagai jenis dan ribuan jumlahnya itu.
Plak ibarat sebuah rumah produksi, yang menghasilkan beraneka produk. Di antaranya yang paling sering adalah asam. Kondisi ini berdampak buruk bagi gigi, menyebabkan gigi berlubang sekaligus merusak jaringan di sekitarnya.
Kuman-kuman paling sering dikaitkan dengan gigi berlubang, dalam artian yang sangat menyukai suasana asam adalah streptokokus. Sedangkan yang menyebabkan kerusakan jaringan antara lain aktinomises dan aktinobasilus. Kuman ini akan melakukan aksinya untuk merusak gigi setelah berada di mulut sekian jam lamanya.
Bachtiar juga menjelaskan mula-mula, mungkin hanya ada satu spesies, kemudian bertambah hingga ribuan. Semakin tebal plak semakin beragam kumannya, dan tingkat keasamannya juga semakin tinggi.
Lebih lanjut Drg. BM Bachtiar menguraikan mengapa bersiwak dianjurkan dilakukan setiap kali sebelum shalat. Menurutnya, pada dasarnya plak memang sulit dihindari karena proses terbentuknya begitu cepat. Karena itulah sangat tepat anjuran yang mengatakan, menyikat gigi itu harus dilakukan beberapa kali dalam sehari, untuk mencegah tertimbunnya plak pada gigi.
Jika dianalisis, lanjut Bachtiar, anjuran bersiwak pada setiap akan shalat dapat dipahami. Frekuensi yang disarankan, katakanlah pada shalat wajib, sudah tepat. Yaitu waktu Shalat Dzuhur, Ashar, Maghrib, Isya, dan Subuh. Jika dibuat rata-rata, selang waktunya untuk bersiwak sekitar 4-5 jam. Belum lagi ada shalat sunnah Tahajjud, yang dilakukan pada waktu malam, atau Dhuha di pagi hari, serta anjuran bersiwak setelah makan.
Ditegaskan Bachtiar, rasa asin yang terdapat pada kayu siwak kemungkinan dapat menurunkan tingkat keasaman daerah mulut, bahkan mampu mendekati netral. Mengingat tingkat keasaman atau pH mulut yang baik yang mendekati netral, yakni antara pH 6-7.
Tujuan utama menyikat gigi yaitu mencegah, dan menghilangkan plak pada gigi. Sedangkan bentuk sikat gigi dan teknik pemakaiannya, terserah pemakainya asal tidak menyebabkan kerusakan gusi dan gigi. Termasuk cara bersiwak tidak ada ikhtilaf antara ulama. Walau begitu, didalam kitab Syama’il Imam Tirmidzi, dalam hadist Rasul SAW, bahwa Rasul SAW bersiwak dengan kayu araq, dan memulainya dari pertengahan, lalu kearah kanan lalu kekiri, demikian diulangi. sebanyak 3 kali.
Imam Ghazali rahimahullah melengkapi caranya, yaitu meletakkan siwak di jajaran gigi tengah bagian atas, lalu mendorongnya kearah kanan sampai keujungnya,lalu turunkan ke jajaran bawah kanan ujung, lalu mendorongnya kembali ketengah jajaran bawah, lalu kembali naik ke tengah jajaran atas, lalu mendorongnya ke arah kiri sampai ujungnya, lalu turunkan ke jajaran bawah kiri ujung, dan mendorongnya lagi ke tengah di jajaran bawah.
Abu Salma M. Rachdie P., S.Si., (2005) di dalam skripsi yang berjudul “Pengaruh Ekstrak Serbuk Kayu Siwak (Salvadora persica) Terhadap Pertumbuhan Bakteri Streptococcus mutans Dan Staphylococcus aureus Dengan Metode Difusi Lempeng Agar” menemukan bahwa ekstrak serbuk kayu siwak bersifat antibakterial sedang terhadap bakteri S. mutans dan S. aureus.
Siwak sangat efektif sebagai alat pembersih mulut atau oral cleaner device. Almas (2002) meneliti perbandingan pengaruh antara ekstrak siwak dengan Chlorhexidine Gluconate (CHX) yang sering digunakan sebagai cairan kumur (mouthwash) dan zat anti plak pada dentin manusia dengan SEM (Scanning Electron Microscopy). Almas melaporkan bahwa 50% ekstrak siwak dan CHX 0,2% memiliki efek yang sama pada dentin manusia, namun ekstrak siwak lebih banyak menghilangkan lapisan noda-noda (Smear layer) pada dentin.
Sebuah penelitian tentang Periodontal Treatment (Perawatan gigi secara berkala)
dengan mengambil sampel terhadap 480 orang dewasa berusia 35-65 tahun di kota
Makkah dan Jeddah oleh para peneliti dari King Abdul Aziz University Jeddah,
menunjukkan bahwa Periodontal Treatment untuk masyarakat Makkah dan Jeddah
adalah lebih rendah daripada treatment yang harus diberikan kepada masyarakat di
negara lain, hal ini mengindikasikan bahwa penggunaan siwak berhubungan sangat erat terhadap rendahnya kebutuhan masyarakat Makkah dan Jeddah terhadap Periodontal Treatment.
Penelitian lain dengan menjadikan serbuk (powder) siwak sebagai bahan tambahan
pada pasta gigi dibandingkan dengan penggunaan pasta gigi tanpa campuran serbuk
siwak menunjukkan bahwa prosentase hasil terbaik bagi kesehatan gigi secara
sempurna adalah dengan menggunakan pasta gigi dengan butiran-butiran serbuk
siwak, karena butiran-butiran serbuk siwak tersebut mampu menjangkau sela-sela
gigi secara sempurna dan mengeluarkan sisa-sisa makanan yang masih bersarang
pada sela-sela gigi. Hal ini yang mendorong perusahaan-perusahaan pasta gigi di
dunia menyertakan serbuk siwak ke dalam produk pasta gigi mereka. WHO (World
Health Organization) turut menjadikan siwak sebagai salah satu komoditas
kesehatan yang perlu dipelihara dan dibudidayakan.
2. Suwuk
Kaum Nahdliyin percaya dan akrab dengan budaya suwuk, yaitu pengobatan yang dilakukan dengan oda-doa. Terlebih ketika dalam kondisi mendesak, misalnya ketika pengobatan ilmiah sudah tidak memungkinkan untuk dilakukan. Baik karena tidak adanya biaya atau para dokter sudah angkat tangan tidak bisa menangani penyakitnya.
Ketika jaman Walisongo, salah seorang anggotanya, Maulana Ishaq yang berasal dari Samarkand, Rusia selatan ini adalah seorang ahli pengobatan. Salah satu metode pengobatan yang dilakukan Maulana Ishaq adalah dengan suwuk. Metode dakwah Maulana Ishaq yakni lewat jalur memberikan pengobatan gratis kepada warga disuatu daerah yang dilewatinya. Hingga suatu saat Maulana Ishaq dipanggil oleh seorang raja di Blambangan yang anaknya sakit keras. Atas ijin Allah, pengobatan yang dilakukan Maulana Ishaq diberi kesembuhan.
Suwuk biasanya dilakukan oleh para kiai yang wira’i, zuhud atau mereka yang mendalami ilmu ketabiban.hampir semua kiai tempo dulu membekali dirinya dengan ilmu suwuk ini.
Praktek menyuwuk biasanya menggunakan wasilah (media) air putih. Paling baik menggunakan air zam-zam. Kalau tidak ditemukan, bisa juga menggunakan air hujan, air sumur disekitar makam wali, atau air sumur di sekitar makam Sunan Ampel Surabaya. Kalau semua itu sulit didapatkan, setiap air putih juga bisa dipakai. Bahkan termasuk air mineral dalam kemasan.
Wadah air dibuka tutupnya didepan kiai, dibacakan doa-doa tertentu lalu ditiupkan ke dalamnya. Macam-macam doa yang dibacakan. Namun secara umum doa itu adalah: ”Ya Allah, Tuhan Pencipat Alam dan Pemelihara Manusia, hilangkanlah penyakit, sembuhkanlah dia. Engkaulah yang menyembuhkan. Tiada kesembuhan kecuali kesembuhan dari Engkau, kesembuhan yang tidak meninggalkan penyakit.” (HR. Bukhari)
Adapun cara penggunaannya: air yang sudah ditiupkan doa didalamnya itu diminumkan kepada pasien. Bisa juga diusap-usapkan ke seluruh tubuhnya, atau hanya ke bagian yang dirasakan sakit, atau dipercik-percikkan di sekitarnya. Biasanya para kiai yang memberikan pengobatan model ini menyertakan pesan:”Jangan lupa minta kesembuhan kepada Allah SWT, karena yang punya kesehatan dan sakit itu hanyalah Allah. Manusia hanya ikhtiar dan obat hanyalah perantara. Allah yang menentukannya.”
Pesan yang disampaikan kiai tadi ke pasien ini merupakan efek placebo yakni dengan mendengarkan kata-kata kiai tersebut, rasa cemas dan takut dalam diri mereka benar-benar hilang. Kata-kata tersebut membangunkan kekuatan untuk menyembuhkan diri sendiri, yang memang sudah ada dalam tubuh manusia.
Jadi para kiai bukan sekedar memberikan pelayanan pengobatan suwuk, namun sekaligus memberikan “efek placebo” lewat kata-kata positif berupa doa atau motivasi yang sarat nilai spiritual.Efek kata-kata juga bisa menimbulkan perilaku negatif. Orang acapkali melakukan bunuh diri setelah membaca informasi tentang materi bunuh diri. Sekitar dua puluh tahun lalu seorang idola remaja di Jepang melakukan bunuh diri. Dengan cepat berita tersebut menyebar, banyak remaja-remaja lain mengikuti jejaknya.
Keberadaan air dalam dunia pengobatan suwuk ini ternyata menarik minat kalangan ilmuan untuk menelitinya. Guru Besar Fakultas MIPA Unair, Prof. Dr. Ir. Suhariningsih mengatakan bahwa air juga membentuk konfigurasi yang mampu memancarkan gelombang elektromagnetik. Di bidang kimia air memiliki rumus H2O, tetapi bagi ahli fisika konfigurasi atom pembentuk molekul air sangat menentukan informasi yang ada di dalamnya. Setiap molekul air mengandung informasi tertentu. Fenomena yang ada, tergantung dari informasi yang datang. Air dalam struktur tertentu, dapat menjadi informasi yang dibutuhkan oleh tubuh, sehingga bisa bersifat menyembuhkan.
Orang yang belum mengerti hakikat dan karakteristik air sering mengira bahwa pengobatan alternatif dengan cara meminum air yang telah diberi doa sebelumnya, merupakan suatu cara yang tidak ilmiah. Karena itu maka “layak” disebut sebagai cara yang tidak rasional.
Namun, seorang peneliti Jepang terkenal, Dr. Masaru Emoto berhasil membuktikan bahwa air sanggup membawa pesan atau informasi dari apa yang diberikan kepadanya. Bahkan air yang diberi respon positif, termasuk doa, akan menghasilkan bentuk kristal heksagonal yang indah.
Hasil penelitian Masaru Emoto yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia “The True Power Of Water” [Hikmah Air dalam Olahjiwa], (MQS Publishing, 2006), merupakan pengalaman menakjubkan karena membuktikan bahwa air ternyata “hidup” dan dapat merespon apa yang disampaikan manusia.
Melalui penelitian yang dilakukan oleh Masao Emoto di tahun 2006, kristal air yang berbentuk heksagonal, diketahui dapat menyajikan tampilan (view) yang berbeda, bergantung informasi yang diterima. Air yang diberi tulisan doa-doa akan membentuk kristal yang berbeda dengan air yang diberi tulisan stress, atau bahagia. Bahkan, jika suatu air dalam botol kita tempelkan kertas bertuliskan ‘bodoh’, maka air tidak membentuk konfigurasi apapun (kacau).
“Dan Kami ciptakan dari air segala sesuatu yang hidup.” (QS. Al Anbiya : 30). Dalam kitab-kitab tafsir klasik, ayat tadi diartikan bahwa tanpa air semua akan mati kehausan. Tidak berlebihan kalau Dr. Masaru Emoto dari Universitas Yokohama Jepang dengan tekun melakukan penelitian tentang perilaku air.
Air murni dari mata air di Pulau Honshu dido’akan secara agama Shinto, lalu didinginkan sampai -5 derajat C di laboratorium, lantas difoto dengan mikroskop elektron dengan kamera kecepatan tinggi. Ternyata molekul air membentuk kristal segi enam yang indah.
Percobaan diulangi dengan membacakan kata, “Arigato (terima kasih dalam bahasa Jepang)” di depan botol air tadi. Kristal kembali membentuk sangat indah. Lalu dicoba dengan menghadapkan tulisan huruf Jepang, “Arigato”. Kristal membentuk dengan keindahan yang sama. Selanjutnya ditunjukkan kata “setan”, kristal berbentuk buruk. Diputarkan musik Symphony Mozart, kristal muncul berbentuk bunga. Ketika musik heavy metal diperdengarkan, kristal hancur.
Ketika 500 orang berkonsentrasi memusatkan pesan “peace” di depan sebotol air, kristal air tadi mengembang bercabang-cabang dengan indahnya. Dan ketika dicoba dibacakan do’a Islam, kristal bersegi enam dengan lima cabang daun muncul berkilauan.
Dr. Emoto akhirnya berkeliling dunia melakukan percobaan dengan air di Swiss, Berlin, Prancis, Palestina, dan hingga akhirnya ia kemudian diundang ke Markas Besar PBB di New York untuk mempresentasikan temuannya pada bulan Maret 2005 lalu.
Ternyata air bisa “mendengar” kata-kata, bisa “membaca” tulisan, dan bisa “mengerti” pesan. Dalam bukunya The Hidden Message in Water, Dr. Masaru Emoto menguraikan bahwa air bersifat bisa merekam pesan, seperti pita magnetik atau compact disk.
Sebelum Dr. Masaru Emoto menguraikan bahwa air bersifat bisa merekam pesan, seperti pita magnetik atau compact disk, Rasulullah SAW bersabda, “Zamzam lima syuriba lahu”, “Air zamzam akan melaksanakan pesan dan niat yang meminumnya.” Barangsiapa minum supaya kenyang, dia akan kenyang. Barangsiapa minum untuk menyembuhkan sakit, dia akan sembuh.
Semakin kuat konsentrasi pemberi pesan, semakin dalam pesan tercetak di air. Air bisa mentransfer pesan tadi melalui molekul air yang lain. Air mengenali kata tidak hanya sebagai sebuah desain sederhana, tetapi air dapat memahami makna kata tersebut. Saat air sadar bahwa kata yang diperlihatkan membawa informasi yang baik maka air akan membentuk kristal.
Jika kata positif yang diberikan, maka kristal yang terbentuk akan merekah luar biasa laksana bunga yang sedang mekar penuh, seakan ingin menggambarkan gerakan tangan air yang sedang mengekspresikan kenikmatannya.
Sebaliknya, jika kata-kata negatif yang diberikan, maka akan menghasilkan pecahan kristal dengan ukuran yang tidak seimbang. Jadi bisa dibayangkan bagaimana jika air diberi kumpulan kata yang merupakan doa?
Subhanallah, kekuatan air yang sudah menerima kata-kata itu, terutama untuk penyembuhan tentu sangat besar. Apalagi kumpulan kata yang merupakan doa tersebut bukan kata-kata biasa, tapi berasal dari Allah SWT dan diucapkan oleh orang shaleh pilihan Allah SWT. Setidaknya temuan ini bisa menjelaskan, kenapa air putih yang dido’akan bisa menyembuhkan si sakit.
Dulu, hal tersebut kita anggap musyrik, atau paling sedikit kita anggap sekadar sugesti, tetapi ternyata molekul air itu menangkap pesan do’a kesembuhan, menyimpannya, lalu vibrasinya merambat kepada molekul air lain yang ada di tubuh si sakit.
Seperti kita ketahui, kandungan air dalam tubuh manusia mencapai 70 persen, otak 74,5 persen dan darah 82 persen bagiannya adalah air. Cairan yang ada dalam tubuh manusia, juga akan berpotensi menerima informasi dalam bentuk gelombang halus elektromagnetik. Air tadi akan berproses di tubuh meneruskan pesan kepada air di otak dan pembuluh darah.
Dan sering kita dengar, seseorang setelah minum air yang telah diberi doa oleh kiai, perasaannya menjadi lebih tenang. Bila perasaan tenang maka kesehatan jasmani pun akan turut merasakan ketenangan dan lebih lanjut ini akan berakibat pada kestabilan kesehatan jasmani.
Kesimpulan
Jadi bisa disimpulkan bahwa dua amaliah warga Nahdliyin, kegemaran melakukan siwak dan suwuk, yang menurut beberapa pihak merupakan tindakan yang tidak rasional ternyata mendapat dukungan dari kalangan ilmuan dan mendapat pengakuan secara ilmiah bahwa keduanya mempunyai manfaat yang ebsar bagi kesehatan manusia.
Kita dapat memahami betapa luar biasa nikmat yang diberikan Allah SWT kepada manusia, meski terkadang otak kita tidak sampai kepada-Nya, tak terkecuali manfaat yang terkandung di dalam siwak dan suwuk tadi.
Setidaknya, keduanya telah menjadi satu tradisi tersendiri di dalam kehidupan sehari-hari warga Nahdliyin serta sebagian besar masyarakat Indonesia lainnya. Bila sudah terbukti secara ilmiah, akankah kita ragu mengamalkan sekaligus melestarikan budaya para pendahulu kita? Dan akankah terus dipertentangkan tentang rasional atau tidak rasional budaya siwak dan suwuk hingga akhir jaman nanti?




















Buku Acuan

Antologi NU, Sejarah, Istilah, Amaliah, Uswah, H. Soeleiman Fadeli, Mohammad Subhan, S.Sos, Khalista, 2007
Amal Bakti NU pada Agama, Bangsa dan Negara, PBNU, 1981
Ensiklopedi Islam, Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ichtiar Baru Van Hoeve, 1994
Islam Rahmatan Lil’alamin, pidato pengukuhan DR. KH. A. Hasyim Muzadi, IAIN Sunan Ampel, 2006
Kehebatan dan Keampuhan Hizib, Abdullah Afif Thaifuri, Ampel Mulia, 2003
Maroji' : http://geocities.com/abu_amman/MukjizatSiwak.htm
Pengaruh Ekstrak Serbuk Kayu Siwak (Salvadora persica) Terhadap Pertumbuhan Bakteri Streptococcus mutans dan Staphylococcus aureus dengan Metode Difusi Lempeng Agar, skripsi, Abu Salma M. Rachdie P., S.Si, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya, 2005
The True Power Of Water” [Hikmah Air dalam Olah Jiwa], terjemahan, Masaru Emoto, MQS Publishing, 2006


















KARYA TULIS
Tema
Kontribusi NU dalam Membangun Peradaban Keindonesiaan
Sub tema
Kontribusi NU dalam Bidang Sosial-Budaya




Budaya Siwak dan Suwuk
dalam Kajian Ilmiah






oleh :
Yupiter Sulifan, S.Psi
(Guru BK MA DARUL ULUM Waru Sidoarjo)
Alamat Kerja:
Jl. Kolonel Soegino 101-103 Kureksari Waru Sidoarjo 61256
Telp dan Fax (031) 8549161
Alamat Rumah:
Jl. K. Zainal Abidin No. 13 RT 02/01 Tambaksumur Waru Sidoarjo 61256
Telp. 031-70822437 – 8539183

Kepada :
Sekretariat Panitia Lomba Karya Tulis Ilmiah
d/a Pengurus Wilayah NU Jawa Timur
Jalan Masjid Al-Akbar Timur 9 Surabaya 60235
Telp. 031-8296146 – 8296147
Faksimile (031) 8292677
e-mail : pwnu_jatim@plasa.com




Pengirim :
YUPITER SULIFAN, S.Psi
Guru BK MA Darul Ulum Waru Sidoarjo
Jl. Kolonel Soegino 101-103 Kureksari Waru 61256
Telp/Faks 031-8549161
Fleksi 031-70822437

Tidak ada komentar: