Rabu, 27 Juli 2011

Rizky, Siswi SMPN 2 Waru:Guru Sebagai Panutan

Sebagai seorang murid yang baik tentu harus mematuhi peraturan sekolah serta patuh dan hormat terhadap bapak dan ibu guru, baik saat berada di sekolah maupun di luar sekolah. Walaupun kadangkala murid lalai untuk melaksanakan semua itu. Soal peraturan tata tertib sekolah, murid sering lupa membawa topi atau dasi saat upacara bendera. Kalaupun ada tindakan dari sekolah, hal ini wajar karena murid yang melanggar peraturan sekolah tadi.
Apalagi ada tuntutan untuk bisa bersikap jujur, disiplin, bersih dan sopan. Walau agak berat tapi murid harus bisa melaksanakan semua itu. Mungkin jujur ini bisa diartikan jujur ketika ada ujian sekolah murid tidak boleh mencontek atau berkata jujur kepada guru.
Untuk kedisiplinan murid harus dating ke sekolah tepat waktu dan tidak boleh terlambat. Disiplin dalam mengerjakan tugas-tugas yang diberikan bapak ibu guru dan mengumpulkannya harus tepat waktu.
Kebersihan yang dimaksud adalah kebersihan diri sendiri dan lingkungan. Untuk kebersihan diri sendiri ya kalau berangkat sekolah kita harus mandi lalu untuk kebersihan lingkungan selesai makan yang ada pembungkusnya seharusnya dibuang ditempat sampah bukan disembarang tempat.
Perilaku sopan murid ya itu tadi bila bertemu dengan bapak ibu guru harus memberi salam begitu juga dengan karyawan sekolah yang lain. Dalam memanggil teman sesuai dengan namanya bukan olok-olokannya. Semua perilaku tadi kami tiru dari bapak dan ibu guru di sekolah.
Selaku murid, kami akan melihat bapak ibu guru sebagai panutan kami. Terutama yang dilakukan bapak ibu guru dan menghasilkan prestasi, ini yang akan kami tiru. YUS

Hendra Yoga Prasetya, Siswa Kelas VI SDN Tambaksumur Waru: Wakil Indonesia di Olimpiade Olahraga se-Asia Tenggara

Kerja keras dan semangat yang tinggi akan menghasilkan prestasi yang membanggakan. Ini dibuktikan oleh Hendra Yoga Prasetya, yang biasa dipanggil Hendra. Apa yang berhasil dia raih dengan berpedoman kata bijak diatas?
Cowok pendiam berpostur semampai ini telah menorehkan tinta emasnya untuk almamater kebanggaannya, SDN Tambaksumur. Lewat hobi bermain tenis meja, Hendra bisa mendulang prestasi yang sangat membanggakan guru dan keluarganya.
“Bagi saya prestasi ini masih biasa-biasa saja kalau orang lain menganggapnya hebat ya saya berterima kasih dan bersyukur,” ujar Hendra tatkala berbincang santai dengan PENA didampingi Bambang Guridno, S.Pd selaku Kepala SDN Tambaksumur serta Umu Maf’ulah, M.Pd., sebagai guru olah raga.
Awalnya, kegemaran main tenis meja ini hanya sebatas pengisi waktu luang bersama teman-teman sepermainannya. Dari hari ke hari, ketrampilan bermain tenis mejanya semakin baik hingga hal ini diamati oleh Sumardi sang ayah Hendra. Karena mempunyai kenalan yang berprofesi sebagai pelatih tenis meja maka dikenalkanlah Hendra ke pelatih ini.
Mengetahui potensi besar dalam diri Hendra dalam hal bermain tenis meja maka dia dimasukkan ke klub tenis meja HCIYS Surabaya. Dengan porsi latihan hari Senin-Jumat disertai dorongan semangat dari orang tua dan guru, Hendra mulai memanen juara ketika tahun 2009. Juara III pra pemula tingkat nasional, juara IV O2SN se-Jawa Timur 2010, juara I Ganda Putra O2SN se-Jawa Timur 2011 dan juara 2 Tunggal Putra mewakili Jawa Timur di tingkat Nasional 2011.
“Insyaalloh bulan Oktober, Hendra mewakili Indonesia di Olimpiade Olahraga tingkat sekolah dasar se-Asia Tenggara di Yogyakarta, mohon doa restunya dari seluruh warga Sidoarjo agar Hendra dikejuaraan ini meraih prestasi yang maksimal” ujar Umu Maf’ulah, M.Pd., selaku guru olah raga.
Prestasi yang diperoleh Hendra ini sungguh membanggakan guru-gurunya. “Prestasi Hendra ini merupakan prestasi seluruh murid, hal ini sebagai wujud hasil eksplorasi atas semua potensi yang dimiliki murid. Kami selalu memantau potensi yang dimiliki murid lalu memberikan dukungan dan bimbingan hingga bisa meraih prestasi puncak. Sebelumnya kami memilah potensi akademis dan non akademis dari murid lalu kami memberikan dukungan untuk pengembangan prestasinya,” tutur Bambang Guridno, S.Pd selaku Kepala SDN Tambaksumur mengakhiri wawancara dengan PENA.YUS
Caption: Hendra sambil membawa tropy kemenangan didampingi Kepala Sekolah beserta guru-gurunya.(foto:YUS)

Workshop Pendalaman KTSP Bagi Guru Menengah

Sebagai upaya untuk memantabkan penguasaan KTSP pada guru SMP hingga SMA maka pihak Dinas Pendidikan kabupaten Sidoarjo menggelar Workshop KTSP. Workshop yang dilaksanakan selama tiga hari, 26 – 28 Juli ini berlangsung di SMPN 1 Sidoarjo dan SMAN 1 Sidoarjo.
Pembukaan dan penutupan acara ini dilakukan oleh Kepala Bidang Pendidikan Menengah, Drs. Mustain Baladan, M.Pd.I. Adapun guru mapel yang diundang kali ini adalah Penjas, TIK, Agama Islam, Seni Budaya dan Bimbingan Konseling.
Tempat workshop di SMPN 1 Sidoarjo khusus guru SMP dan MTs dan di SMAN 1 Sidoarjo adalah guru SMA/MA dan SMK baik negeri maupun swasta. Materi yang diberikan oleh pemateri, Drs.H. Syaiful Imam,MM.,MBA antara lain terbagi dalam tiga kategori; materi umum, pokok dan penunjang. Materi umum meliputi kebijakan Dinas Pendidikan Kabupaten Sidoarjo, materi pokok terdiri dari Analisis Standart Isi (Pemetaan SKKD), Analisis SKL Mapel, dan Pemanfaatan hasil Analisis Konteks untuk Penyempurnaan Silabus dan RPP. Dan materi penunjangnya Praktik dan Presentasi Penyempurnaan Silabus dan RPP serta Revisi dan Berbagi Ide tentang Silabus Pembelajaran dan RPP Berbasis Karakter melalui Active Learning. YUS
Caption: Suasana penutupan workshop di SMAN 1 Sidoarjo oleh Kepala Bidang Pendidikan Menengah, Drs. Mustain Baladan, M.Pd.I. (foto:YUS)

Reuni Angkatan 1986 SMPN 1 Waru

Pada tanggal 3 Juli berlangsung acara Reuni Angkatan 1986 SMPN 1 Waru yang berlangsung di gedung aula SMPN 1 Waru. Reuni kali ini dihadiri tidak kurang dari 120 orang dari 250 undangan yang tersebar. “Kami sangat bersyukur karena hamper semua teman-teman angkatan 1986 berkenan hadir di acara temu kangen ini,” ujar Syaiful,S.Pd., selaku ketua panitia reuni.
Hadir pula beberapa bapak ibu guru sewaktu mengajar waktu itu serta Kepala SMPN 1 Waru, Drs. H. Subqi Manan, M.Pd. Dalam sambutannya, Subqi Manan mengatakan kalau acara reuni angkatan 1986 inilah yang mempunyai kepedulian yang tinggi terhadap kemajuan almamaternya. Bahkan mau berbagi dan peduli dengan gurunya yang sakit yakni bu Yuniar, guru bahasa daerah yang terserang kanker.
“Semoga upaya yang dilakukan alumni angkatan 1986 ini diberkahi Alloh dan menjadi acuan bagi alumni angkatan lainnya,” tutur Drs. H. Subqi Manan, M.Pd.
Berbagai acara mulai dari nyanyi bersama hingga pembagian door price memeriahkan acara reuni yang pertama bagi angkatan 1986. Dengan mengenakan dress code batik, acara temu kangen kali ini mengusung tema cinta almamater dan Negara. YUS
Caption: Para alumni berfoto bersama dengan guru diakhir acara temu kangen.(foto:YUS)

Rabu, 20 Juli 2011

Amrotul Mustaidah, Pembina Mahir Penggalang SMPN 2 Taman; Kegiatan Pramuka Tidak Ndeso

Dengan diterbitkannya SK Kwarnas yang baru dari presiden Susilo Bambang Yudoyono, kegiatan kepramukaan di Indonesia mendapat angin segar. Mengapa? Karena selama ini kegiatan pramuka, terutama disekolah-sekolah hanya dijadikan sebagai kegiatan pelengkap. Tidak jarang yang menganggap bahwa pramuka itu adalah kegiatan yang jadul, ndeso dan ketinggalan jaman. Padahal, dalam kegiatan pramuka saat ini, berbagai ketrampilan dan perkembangan iptek juga diberikan ke anggota pramuka. Jadi anggapan kalau ikut pramuka itu jadul dan ndeso tidak berlaku lagi.
Terlebih dengan adanya SK Kwarnas yang baru dari presiden, pemerintah sangat peduli dengan gerakan pramuka bahkan memberikan alokasi dana khusus untuk peningkatan insentif Pembina serta sekolah. Tentunya hal ini harus dibarengi dengan sikap profesionalisme dari para Pembina pramuka. Mengingat gerakan pramuka ini memiliki manfaat yang sangat besar terhadap perkembangan generasi bangsa.
Apalagi di era Globalisasi, pramuka memegang peranan yang penting terutama dalam pembangunan karakter yang ada pada setiap diri manusia yang merupakan satu satu pilar utama dari bangunan peradaban bangsa yang mulia menuju bangsa yang maju dan berwawasan Internasional.
Pramuka terbukti mampu melahirkan generasi-generasi muda atau tunas-tunas bangsa yang tangguh dan bertanggung jawab karena pramuka membangun akhlak anak bangsa yang baik, berbudi pekerti, berpikir positif, tangguh, percaya diri tetapi tidak takabur, disiplin, inovatif dan rukun serta memiliki kesetiakawanan. Setidaknya dengan mengikuti kegiatan pramuka akan membentuk kekompakan, persahabatan, ketangkasan, keterampilan, dan cinta akan seni budaya yang ada di Indonesia. Sebenarnya banyak hal yang dipelajari dalam pramuka seperti sandi, semaphore, tali temali serta di pramuka juga belajar lagu-lagu daerah dan kebudayaan yang ada di Indonesia.
Landasan Hukum dalam kegiatan pramuka ini adalah Filsafah Pancasila. Filsafah Pancasila sebagai dasar Negara karena nilai-nilai luhur yang diyakini sebagai suatu pandangan hidup masyarakat Indonesia itu terdiri atas keimanan dan ketaqwaan, nilai keadilan, dan keberadaban, nilai mufakat, dan nilai kesejahteraan serta merupakan hasil perenungan jiwa yang mendalam yang dilakukan oleh para pendiri Negara Indonesia.
Pramuka mempunyai banyak manfaat yang positif yang secara sadar atau tidak sadar akan membawa suatu energy positif terhadap semua kalangan terutama bagi masa depan kaum intelektual yang merupakan generasi penerus bangsa Indonesia. Dengan kemandirian dan kedisiplinan sejak dini yang ada dalam kegiatan pramuka diharapkan menjadi pemimpin yang berjiwa kesatria dan bijaksana dan dapat membangun karakter yang merupakan salah satu pilar pembangunan peradaban bangsa yang mulia menuju bangsa yang maju dan berwawasan Internasional yang berlandaskan Filsafah Pancasila di NKRI.
Pramuka dapat memberikan sensasi nikmat yang luar biasa apabila kita senang mengikuti kegiatan pramuka. Pramuka juga dapat membuat kita kaya. Dalam konteks ini, kaya bukan hanya indentik dengan materil tetapi dari segi lainnya. Kegiatan Pramuka sangat penting bagi generasi bangsa Indonesia.
Salah satu alternatif untuk meningkatkan kepercayaan diri seorang anak dapat dilakukan dengan cara mengikuti kegiatan pramuka seperti ini. Dalam kegiatan pramuka tersebut akan belajar berorganisasi dengan baik dan benar serta belajar kemandirian dengan melakukan berbagai kegiatan outdoor dan indoor. Kegiatan yang terorganisir secara baik akan memberikan banyak pengalaman yang berharga.
Manfaat yang sangat terasa manakala, anggota pramuka ini terjun di tengah-tengah kehidupan masyarakat. Ketika mereka menjadi pegawai, tentara ataupun tokoh masyarakat, pelajaran yang didapat selama pramuka bisa membantunya. Dengan kata lain, manfaat jangka pendek dan jangka panjang dapat dirasakan para anggota pramuka. YUS

Selasa, 12 Juli 2011

MOS Smanita, Rame-rame Tanam Bunga

Untuk memulai tahun ajaran baru bagi siswa baru di SMAN 1 Taman diberlakukan MOS. Untuk tahun ini, MOS dilakukan dengan cara berbeda. Selain siswa baru diwajibkan memakai topi dari pot bunga yang terbuat dari plastic, membawa burung pipit seekor, balon dan membuat tas dari kardus juga diwajibkan membawa bunga dan pupuk.
MOS Smanita yang diawali dengan upacara pembukaan oleh Drs. H. Panoyo, M.Pd., selaku Kepala SMAN 1 Taman dengan pelepasan 324 balon sebagai symbol cita-cita siswa baru yang jumlahnya 324 orang, 11 Juli lalu. Bersamaan dengan pelepasan balon ke udara, dilepas juga ratusan ekor burung pipit oleh siswa baru.
Materi yang diberikan saat MOS selain tata tertib sekolah, tata krama juga wawasan wiyata mandala serta pengenalan unit-unit kegiatan di sekolah.
Di hari ketiga, peserta MOS melakukan penanaman bunga bersamaan di tiap-tiap taman depan kelas dan kantor guru. “Bunga dan pupuk ini merupakan sumbangan dari peserta MOS dan diharapkan mereka yang menanam juga mau untuk merawatnya,” ujar Givary selaku ketua panitia MOS dari OSIS. YUS
Caption: Drs. H. Panoyo, M.Pd menyematkan topi pada peserta MOS Smanita 2011. (foto:YUS)

Sabtu, 02 Juli 2011

MADUWA Raih Juara Umum Jecuf 2011 di Unpad

Setelah serangkaian perlombaan yang dilangsungkan dalam Japan Education and Culture Fair (Jecuf) 2011 sejak 20 Juni lalu, akhirnya MA Darul Ulum Waru (MADUWA) berhasil mendapatkan predikat juara umum lomba tingkat SMA/sederajat, dalam ajang nasional yang diselenggarakan Himpunan Mahasiswa Sastra Jepang (Himade) Fakultas Sastra Unpad. Maduwa mendapat juara satu dalam kontes rodoku, juara dua dalam kontes kana, dan juara tiga dalam rodoku dan kanji.
Jecuf 2011 sendiri berlangsung sejak 19 hingga 25 Juni 2011. Adapun cabang-cabang perlombaan yang diadakan untuk tingkat SMA/SMK/MA, adalah kontes shuuji, kana, kanji, rodoku, dan lomba pidato. Sementara itu, cabang perlombaan untuk tingkat mahasiswa adalah kontes sakubun, shuuji, kana, kanji, dan rodoku. Lalu ada pula cabang-cabang lomba untuk kategori umum, yakni lomba esai, dan lomba karya tulis ilmiah.
Selain itu juga ada pameran, kongres, dan seminar. Kongres sendiri diadakan 23-24 Juni 2011 ini. Sementara itu, seminar digelar 24 Juni di Bale Santika. Pengumuman dan penyerahan hadiah bagi para pemenang dilakukan pada 25 Juni lalu.
Juara kontes kanji tingkat SMA: 1. Fajar Purnomo (SMAN 110 Jakarta), 2. Leonardo Abednego Sumule (SMAN 6 Bekasi), 3. Bagus Agung Prio Sembodo (MA Darul Ulum Sidoarjo)
Juara kontes rodoku tingkat SMA: 1. Lambung Bayu Permano (MA Darul Ulum Sidoarjo)
2. Sri Mulyani (SMK Pasundan 3 Bandung), 3. Chabib Amrullah (MA Darul Ulum Sidoarjo)
Juara kontes kana tingkat SMA:1. Tri Noviantika Aldilasari (SMA YP Vidya Dahana Putra), 2. Ni’matur Rosyidah (MA Darul Ulum Sidoarjo), 3. Gesti Turti Ros (SMAN 1 Garut)
Jecuf yang pertama kali digelar itu pun kemudian secara resmi ditutup oleh Pembantu Dekan Bidang Kemahasiswaan Fasa Unpad, Dr. Heriyanto, M. Hum, di Aula Pusat Studi Bahasa Jepang (PSBJ) Fasa Unpad Jatinangor. YUS

PERSEPSI

Persepsi merupakan tahap paling awal dari serangkaian pemrosesan informasi. Persepsi adalah proses mendeteksi dan menginterpretasi informasi dengan menggunakan pengetahuan yang telah disimpan di dalam ingatan. Persepsi merupakan suatu proses menginterpretasi atau menafsirkan informasi yang diperoleh melalui system alat indera manusia. Sumber persepsi itu dipengaruhi oleh penampilan obyek itu sendiri juga pengetahuan seseorang mengenai obyek itu.
Sedangkan proses persepsi meliputi: pencatatan indera, pengenalan pola, dan perhatian.
Pencatatan indera adalah suatu proses perolehan informasi melalui alat-alat indera dalam bentuk yang masih kasar, belum memiliki makna dan lebih merupakan proses psikologis. Pencatatan indera memerlukan ruang yang cukup untuk menyimpan informasi yang ditangkap oleh reseptor. Informasi yang masuk ke dalam system pencatat indera berlangsung dalam waktu yang sangat singkat. Jenis ingatan indera ada dua; ingatan iconic dan ingatan echoic. Ingatan iconic merupakan system pencatatan indera terhadap informasi visual (gambar dan benda konkrit) melalui mata misalnya huruf “A”. ingatan echoic adalah system pencatatan yang beroperasi di dalam pendengaran manusia.
Pengenalan pola merupakan proses kelanjutan dari pencatatan indera. Pengenalan pola merupakan proses transformasi dan mengorganisasikan sehingga memiliki makna tertentu. Teori pengenalan pola meliputi : teori template matching (membandingkan satu stimulus dengan seperangkat pola khusus yang telah disimpan dalam ingatan jangka panjang), prototype (menyimpan pola yang abstrak dan pola yang ideal didalam ingatan), dis tinctive feature (membeda-bedakan diantara berbagai obyek atau huruf berdasarkan ciri-ciri khusus yang dimiliki masing-masing obyek atau huruf), dan Gestalt.
Pengenalan pola dipengaruhi oleh object superiority effect (sebuah obyek atau gambar lebih mudah dikenali apabila dirangkai dengan obyek-obyek lain di dalam sebuah peristiwa), dan word superiority effect (sebuah huruf atau kata lebih mudah dikenali apabila dirangkai dalam satu kata bermakna atau kalimat).
Menurut teori Gestalt, manusia memiliki kecenderungan mengorganisasikan atau membentuk struktur tertentu terhadap obyek-obyek visual. Prinsip-prinsip Gestalt meliputi prinsip kedekatan (obyek-obyek yang tampil berdekatan cenderung dipersepsikan sebagai satu kesatuan), keserupaan (obyek-obyek visual yang memiliki struktur sama atau mirip cenderung dipersepsi sebagai satu kesatuan), searah (obyek-obyek visual dipersepsi sama bila berada didalam satu arah pandangan, ketertutupan (elemen-elemen obyek atau stimulus yang kurang lengkap cenderung dilihat secara utuh) dan pragnan (tata letak sejumlah obyek, meski kurang beraturan cenderung dipersepsi secara baik, sederhana dan bermakna tertentu).
Perhatian adalah pemusatan pikiran terhadap suatu obyek dan pada saat yang sama seseorang mengabaikan obyek-obyek yang lain. Perhatian ada dua, perhatian terbagi (terjadi bila pada saat orang dihadapkan pada lebih dari satu sumber pesan atau lebih dari satu sumber pesan atau informasi yang saling berkompetisi sehingga orang tersebut harus membagi perhatiannya) dan perhatian selektif (terjadi bila pada saat orang dihadapkan pada lebih dari satu sumber pesan atau lebih dari satu sumber pesan atau informasi secara bersamaan waktunya sehingga orang tersebut harus memilih salah satunya dan mengabaikan yang lainnya). Teori-teori perhatian antara lain: teori penyaringan diawal atau diakhir proses perhatian (didalam perhatian terjadi proses memilih atau seleksi aspek-aspek tertentu dari stimulus atau informasi, hal ini dikarenakan manusia memiliki keterbatasan kemampuan untuk memproses sejumlah informasi dalam waktu yang bersamaan), dan teori kapasitas (perhatian merupakan proses penyediaan atau alokasi sumber-sumber kapasitas kognitif terhadap masukan stimulus atau informasi). Proses otomatisitas adalah penyelesaian pekerjaan atau tugas yang tidak banyak menyita kapasitas kognitif.
Hal ini dapat terjadi akibat dari banyaknya latihan yang dilakukan oleh seseorang di dalam melakukan pekerjaan itu. Namun demikian, sebagian pekerjaan ada yang tetap memerlukan proses terkendali (menyita kapasitas kognitif yang pokok) meski pekerjaan itu sudah dilakukan beberapa kali.
Proses otomatisasi dapat digunakan pada tugas-tugas yang melibatkan obyek-obyek yang sudah sering dikenal atau akrab. Pemrosesan terkendali digunakan untuk tugas-tugas yang baru yang belum dikenal. Pemrosesan otomatis bersifat parallel, seseorang dapat menangani dua obyek atau lebih secara sekaligus.
Kesadaran adalah isitilah yang sangat berhubungan dengan perhatian tetapi tidak identik dengan perhatian. Kesdaran ada dua, pasif (kesadaran seseorang tentang lingkungan pada saat melamun, menikmati keindahan sebuah karya seni, dan mendengarkan music), dan kesadaran aktif (melibatkan kebutuhan seseorang untuk merencanakan, membuat keputusan, dan melaksanakan keputusan tersebut).
Kesadaran aktif ini digunakan manakala seseorang sedang mempelajari pengetahuan, ketrampilan, dan perilaku yang baru, merencanakan memilih karier/jurusan sekolah, serta ketika proses otomatisasi terhalang tatkala mengendarai mobil tiba-tiba berhenti karena ada penyeberang jalan yang melintas.
Fenomena lain yang terjadi dalam persepsi; persepsi bawah sadar/subliminal perception (persepsi terhadap suatu obyek dapat terjadi tanpa disengaja atau disadari oleh seseorang, stimulus yang tampak yang tidak diperhatikan seseorang tetapi bisa mempengaruhi perilaku orang tersebut), ilusi/kesalahan persepsi (terjadi ketika seseorang mempersepsi suatu obyek secara tidak tepat/tidak sesuai dengan yang semestinya (realitas obyektif), serta menghindari persepsi (stimulus yang bermuatan emosi cenderung kurang siap untuk dipersepsi daripada stimulus yang netral).
Persepsi melibatkan dua proses sekaligus: proses bottom up (apa yang ditampilkan oleh stimulus atau obyek persepsi) dan proses top down (pengetahuan seseorang yang relevan dengan stimulus itu). Ada dua jenis sumber informasi yang dapat digunakan untuk mempersepsi dunia luar secara tepat yakni informasi yang ditampilkan stimulus sensori pada waktu itu, pengetahuan serta pengalaman yang relevan yang dimiliki dan telah tersimpan di dalam ingatan seseorang.
Factor-faktor yang mempengaruhi persepsi antara lain adalah: familiaritas obyek (obyek-obyek yang sudah dikenal akrab akan lebih mudah dipersepsi daripada obyek-obyek yang baru atau masih asing), ukuran (obyek-obyek yang ditampilkan dalam ukuran besar akan lebih mudah dipersepsi atau dikenali daripada obyek-obyek yang berukuran lebih kecil), intensitas (obyek-obyek yang memiliki warna mencolok atau tajam akan lebih mudah dikenali daripada obyek-obyek yang memiliki warna tipis atau kurang tajam), gerak (obyek-obyek yang bergerak cenderung lebih cepat dipersepsi daripada obyek-obyek yang diam atau pasif) dan konteks obyek (suatu obyek akan dipersepsi secara berbeda manakala konteks obyek itu berubah, misalnya kalau orang tua tua akan kelihatan makin tua bila berkumpul dengan anak-anak muda).
Ada dua macam realitas, yaitu realitas obyektif (adalah fenomena yang besifat realitas fisik atau geografis, fenomena ini menggunakan ukuran-ukuran yang akurat dan cenderung tidak berubah sepanjang waktu misalnya sebuah meja mempunyai panjang 2 meter, semua sepakat mengakui kalau ukuran benda-benda ini relative bersifat stabil karena dihasilkan oleh alat-alat yang sudah baku) dan realitas subyektif (fenomena ini bisa juga disebut sebagai realitas psikologis).
Diantara kedua realitas ini, diyakini bahwa yang banyak mempengaruhi sikap dan perilaku manusia adalah realitas subyektif atau psikologis. Oleh sebab itu, para ahli psikologi lebih memusatkan perhatiannya kepada studi-studi mengenai perilaku manusia di dalam perspektif realitas subyektif daripada realitas obyektif.

Penggusuran, Potret Klasik Ketimpangan Pembangunan

Oleh : YUPITER SULIFAN, S.Psi
Mahasiswa Magister Psikologi Untag 45 Surabaya

Pendahuluan
Peraturan Presiden Nomor 36/2005 tentang pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum, sampai detik ini masih menuai protes yang cukup keras dari berbagai kalangan. Bagaimana tidak, perpres yang ditandatangani Presiden Yudhoyono tersebut mau tidak mau malah akan memproduksi segudang persoalan baru di tengah-tengah masyarakat. Salah satu dampak riilnya adalah penggusuran.
Akibat terbitnya perpres tersebut, diperkirakan program-program penggusuran atas nama pembangunan di negeri ini semakin menambah panjang daftar antrean “wajib gusur”. Jauh-jauh hari sebelumnya, di Surabaya, warga di 16 Kelurahan Stren Kali Surabaya dan Kali Wonokromo (5000 KK/± 25000 jiwa) juga sudah terancam penggusuran dengan alasan normalisasi kali. Penggusuran diprediksi ikut pula menimpa warga yang terkena proyek jalan tol tengah kota (15000 KK/± 75000 jiwa). Selain itu, warga tiga desa di sekitar proyek jembatan Suramadu (30000 jiwa) menjadi daftar berikutnya. Terakhir, kurang lebih seratus ribu warga di sekitar proyek Jalan Lingkar Timur Surabaya, Waduk di Madura, serta jalan tol Gempol-Pandaan juga tidak luput dari sasaran penggusuran.
Itulah sebagian kecil calon-calon korban pembangunan penguasa kita. Di banyak daerah, pembangunan yang berujung pada praktek main gusur juga membayangi wong cilik yang umumnya hidup di lokasi pinggiran. Target pembangunan demi mencapai kesejahteraan umum nampaknya masih tidak berpihak pada sebagian masyarakat. Sesungguhnya hal tersebut sudah berlangsung cukup lama. Hanya saja, instabilitas kondisi perekonomian nasional, kenaikan BBM yang diikuti melambungnya harga-harga kebutuhan rumah tangga, serta “nasib apes” yang dialami warga bangsa akhir-akhir ini kiranya membuat rencana penggusuran itu semakin menyayat hati.
Perpres 36/2005 sebagai titik pangkal penggusuran ini memang bermasalah. Contoh kecil, dalam pasal 1 ayat 3 disebutkan definisi kepentingan umum adalah kepentingan sebagian besar masyarakat. Padahal di peraturan sebelumnya (Keppres 55/1993), definisi kepentingan umum adalah kepentingan seluruh lapisan masyarakat. Di pasal lain, yakni pasal 19, disebutkan hanya tanah- tanah bersertifikat yang akan mendapat ganti rugi. Padahal tidak seluruh rakyat mempunyai sertifikat tanah, sedangkan mereka sudah mendiami tanah tersebut bertahun-tahun. Jumlah komunitas mereka pun sangat besar. Itu artinya, pasal inilah yang potensial menyebabkan penggusuran semena-mena. Begitu pun pasal-pasal lain yang rata-rata tidak atau kurang merepresentasikan kepentingan kaum miskin.
Penggusuran terhadap pemukiman informal (=pemukiman yang dibangun sendiri oleh rakyat) mesti disadari telah menjadi salah satu penyebab utama kemiskinan di perkotaan. Ketika laju urbanisasi kian cepat dan investasi mengalir ke kota-kota, pemukiman informal tidak lagi dapat diterima karena dunia formal semakin menguasai ruang yang mereka duduki untuk pembangunan.
Menurut penelitian yang dilakukan Urban Poor Consortium (2004), akar permasalahan atas kemunculan praktek-praktek penggusuran adalah: a) adanya mega proyek (pembangunan) infrastuktur yang dibiayai oleh lembaga-lembaga donor pembangunan internasional atau kerjasama antara pengusaha lokal dan perusahaan internasional, b) kongkalikong antara kontraktor/pengembang, birokrat, dan politisi dalam rangka menyingkirkan orang-orang miskin dari lokasi yang bernilai tinggi, c) tidak adanya hukum yang melindungi masyarakat dan menjamin hak bertempat tinggal, atau kurangnya aturan tentang prosedur penerapan hukum itu.
Akan tetapi, meski hukum yang baik itu ada, pelanggaran terhadap hukum nampaknya tetap ditolerir karena senjangnya hubungan kekuasaan yang dibangun oleh komunitas miskin dengan lobi-lobi politik yang dibangun oleh tiga sekawan: pengembang-birokrat-politikus.
Di mata pemerintah, praktek penggusuran bukannya tanpa jalan keluar. Resettlement (pemukiman kembali) adalah salah satu alternatif yang ditawarkan pemerintah terhadap para korban penggusuran. Perpres 36 sendiri menyebutkan ganti rugi yang didasarkan atas Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). Namun, besaran ganti rugi NJOP tetap dinilai sebagian masyarakat tidak adil karena pemerintah tidak memperhitungkan kerugian immateril yang diderita rakyat yang terkena dampak pembangunan. Resettlement juga dipandang tidak bisa mengembalikan modal sosial yang selama ini melekat di tengah-tengah masyarakat, di samping resettlement juga kurang representatif dibandingkan tempat tinggal asal.

Libas Pedagang Kaki Lima
Selain tempat tinggal, temapt mencari nafkah juga tak luput dari penggusuran. Penggusuran Pedagang Kaki Lima (PKL) hampir terjadi di seluruh Indonesia. Penggusuran-penggusuran tersebut seringkali berakhir ricuh antara PKL dengan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP). Hal ini sungguh ironis. Ketika pemerintah kota berusaha menata keindahan kota untuk kenyamanan warganya, di sisi lain keberadaan sektor informal seperti PKL juga memiliki peran penting untuk perekonomian. Isu penggusuran PKL menjadi dilema etika yang sulit untuk diatasi. Oleh karena itu, perlu ada pemahaman terlebih dulu mengenai penggusuran PKL.
Dalam teori utilitiarisme, suatu perbuatan adalah baik jika membawa manfaat, tapi manfaat itu harus menyangkut bukan saja satu dua orang saja melainkan masyarakat secara keseluruhan. Penggusuran PKL yang berakhir dengan kekerasan dan kericuhan bukan merupakan utilitiarisme. Penggusuran PKL akan menjadi utilitiarisme ketika tidak ada kekerasan dalam prosesnya dan para PKL juga mendapatkan manfaat dari adanya penggusuran tersebut dengan memindahkannya ke lokasi yang menguntungkan untuk mereka. Contoh penggusuran PKL dengan teori utilitarisme adalah penggusuran pedagangan Keputran ke daerah Osowilangun, Surabaya dan penataan PKL di Solo.
Dalam teori deontologi, yang menjadi dasar baik buruknya perbuatan adalah kewajiban. Penggusuran PKL merupakan salah satu upaya menata tata ruang wilayah kota sebagaimana yang telah direncanakan sebelumnya. Oleh karena itu, ada aturan-aturan yang mengikat tentang tata ruang, seperti UU Tata Ruang dan perda-perda yang berlaku di setiap daerah. Inilah yang seringkali memicu terjadinya kekerasan dan kericuhan dalam penggusuran PKL yang berdasarkan suatu kewajiban terkait aturan-aturan tertentu.
Dalam teori hak, hak didasarkan atas martabat manusia dan martabat semua manusia itu sama. Penggusuran PKL di trotoar-trotoar dalam satu sisi merupakan upaya untuk memperoleh hak pejalan kaki untuk dapat berjalan di trotoar dengan nyaman. Namun, di sisi lain para PKL juga memiliki hak untuk berjualan demi memperoleh keuntungan. Dengan demikian, dalam teori hak ini setiap pihak selalu harus dihormati sebagai suatu tujuan sendiri dan tidak pernah boleh diperlakukan semata-mata sebagai sasaran demi tercapainya tujuan lain.
Dalam teori keutamaan, adalah teori yang memandang sikap atau akhlak seseorang. Keutamaan bisa didefinisikan disposisi watak yang diperoleh seseorang dan memungkinkan dia untuk bertingkah laku baik secara moral. Teori keutamaan memungkinkan untuk mengembangkan penilaian etis yang lebih positif. Penggusuran PKL akan menjadi suatu upaya yang positif ketika aspek etis dan moral lebih dikedepankan. Hal ini terjadi ketika upaya penggusuran PKL di Solo yang tertib dan aman karena pemerintah setempat mengedepankan aspek nilai budaya dan norma-norma yang tumbuh di Solo.
Analisis sederhana dari aksi penggusuran PKL di berbagai tempat di Indonesia adalah sebagai berikut:
1. Citra Buruk Sektor Informal.
Kriteria utama sektor informal adalah mudah masuk kedalam aktivitas tersebut, usaha milik keluarga, beroperasi dalam skala kecil, intensif tenaga kerja dalam produksi dan menggunakan teknologi sederhana, sehingga sektor ini menjadi pilihan pekerjaan yang cukup rasional bagi masyarakat perkotaan.
Sektor informal dianggap sebagai manifestasi dari situasi pertumbuhan kesempatan kerja di wilayah perkotaan. Mereka yang memasuki kegiatan usaha berskala kecil di kota, bertujuan mencari kesempatan kerja dan pendapatan daripada memperoleh keuntungan. Nampaknya sektor informal merupakan pilihan yang paling rasional dan mudah dimasuki bagi kaum marginal, untuk bertahan hidup di kota (economical survive strategy) yang bukan hanya sekedar kompetitif, tetapi membutuhkan tingkat pendidikan dan keterampilan tertentu.
Sektor ekonomi informal diperkotaan merupakan klaster masyarakat yang cukup rentan terkena imbas dari berbagai kebijakan. Pada umumnya sektor ini merupakan ruang terbuka bagi kelompok marjinal kota untuk mempertahankan dan melanjutkan kehidupan dalam batas subsistensi. Mereka adalah pedagang kaki lima, pedagang asongan, buruh dan lain sebagainya.
Keberadaan pedagang kaki lima sebagai pelaku kegiatan ekonomi marginal (marginal economic activities), biasanya memberikan kesan yang kurang baik terhadap kondisi fisik kota. Misalnya kesemrawutan, jalanan macet, kumuh dan lain sebagainya. Kondisi ini menjadi alasan utama bagi pemerintah untuk melakukan penggusuran ruang publik kaum marginal. Pada akhirnya akan mematikan sektor perekonomian, sosial, politik dan budaya mereka. Kaum marginal mereka menjadi kelompok yang dimarjinalkan teralienasi, dari kahidupan dan inilah gambaran dari kebijakan yang tidak memihak pada masyarakat sipil. Menurut Justin negara merupakan pelaku kekerasan secara sitemik, masyarakat marginal adalah korbannya.
2. Membangun dan Menggusur (Realitas Pembangunan)
Kota mengalami perkembangan sangat cepat di tengah arus globalisasi dewasa ini. Tingginya arus urbanisasi sebagai salah satu masalah bagi kota. Munculnya pemukiman-pemukiman kumuh (slum area), pedagang kaki lima, meningkatnya tindak kejahatan dan lain sebagainya, menjadi permasalahan pelik dan tak terpecahkan. Kejadian seperti ini dialami oleh mayoritas Negara berkembang.
Pembangunan fisik biasanya menjadi prioritas utama dalam berbagai program pembangunan yang dilakukan. Sehingga berimplikasi pada tidak humanisnya suatu program pembangunan. Membangun dan menggusur menjadi dua hal yang tak terpisahkan dalam perkembangan kota dewasa ini.
Pembangunan melalui penggusuran merupakan sebuah kebijakan yang tidak memperhatikan kaum marginal sebagai warga Negara yang berhak dilindungi. Sepertinya pembangunan dalam perspektif konvensional masih mendominasi berbagai kebijakan yang menyangkut kaum marginal saat ini. Walaupun pembangunan tipe itu sudah tidak relevan diterapkan dewasa ini.
Ada tiga indikator yang seharusnya menjadi perhatian dalam setiap kebijakan pembangunan yaitu :
1. Economic growth (Meningkatkan pertumbuhan ekonomi)
2. Social equity (Pembangunan yang berkeadilan)
3. Environmental protection (pembangunan yang ramah lingkungan)
Ketiga indikator dari pembangunan berkelanjutan (sustainable development) adalah suatu kesatuan tujuan yang harus diperhatikan oleh pengambil kebijakan.
3. Dampak Relokasi “Tolak Ukur Pembangunan Berkelanjutan (Sustinaible Development)”
Tentunya kebijakan tersebut memiliki efek atau dampak bagi pedagang kaki lima itu sendiri dan juga bagi lingkungan. Dua kriteria yang digunakan yaitu internal dan eksternal. Internal yaitu bagaimana dampak terhadap PKL dalam hal peningkatan ekonomi, rasa keadilan dan eksternal yaitu bagaimana keterkaitannya dengan lingkungan.
Dampak yang muncul pasca relokasi yaitu terbagi menjadi tiga sub dampak yaitu ; pertama dampak sosial ekonomi, kedua sosial budaya dan ketiga dampak terhadap lingkungan. Tiga sub dampak tersebut dilihat dari kacamata positif dan negatif sehingga akan lebih berimbang memberikan penilaian.
Adapun dampak sosial ekonomi dan sosial budaya yang bersifat positif yaitu meningkatnya kelayakan dan kenyamanan usaha, terbukanya kesempatan kerja, perubahan status PKL menjadi pedagang legal, menurunnya budaya premanisme (keamanan pasar stabil). Dampak negatif yaitu menurunnya modal dan pendapatan, meningkatnya biaya operasional, menurunnya aktivitas pasar (produksi, distribusi dan konsumsi), melemahnya jaringan sosial (pelanggan), dan menurunnya kesempatan pedagang untuk ikut dalam kelompok kelompok sosial non formal. Dampak terhadap lingkungan memberikan implikasi yang positif yaitu tertatanya lingkungan dengan baik, dengan pengolahan limbah pasar, penghijauan sekitar pasar reloksi, sehingga lingkungan pasar menjadi asri dan tidak terlihat kesan kumuh (ramah lingkungan).
Kebijakan tersebut tidak dapat digolong sebagai kebijakan pembangunan berkelanjutan, karena dari tiga syarat hanya satu syarat yang terpenuhi yaitu ramah lingkungan (environmental protection) atau tidak terjadinya degradasi lingkungan. Sebaliknya peningkatan ekonomi (economic growth) dan keadilan (social equity) tidak terpenuhi.
4. Rekomendasi “Membangun Tanpa Menggusur”
Pembangunan tanpa menggusur hanyalah sebuah wacana dan pemanis janji kampanye para politikus. Nyatanya kebijakan terhadap sektor informal perkotaan, selalu dikaitan dengan penggusuran. Negara adalah musuh yang paling ditakuti oleh para pedagang kaki lima. Razia-razia dan perampasan barang dagangan menjadi fenomena yang selalu hadir di daerah perkotaan. Inilah warna dari ketidakadilan, penindasan dan kesewenang-wenangan terhadap pelaku sektor informal menjadi hal yang wajar karena mereka juga sudah di labelkan sebagai pembangkang dan perusak keindahan kota.
Kembali kebahasan awal, berdasarkan jenis-jenis dampak yang telah dijelaskan pada bagian terdahulu. Ada beberapa rekomendasi sebagai masukan untuk mengarahkan pada terbentuknya pembangunan yang berkelanjutan, yaitu :
1. Pembetukan tim pemantauan perkembangan pasar :
a) Tim sebagai mediator antara pemerintah (Pengambil Kebijakan) dengan kelompok yang terkena kebijakan (PKL). Menampung aspirasi pedagang serta menyalurkannya.
b) Tim sebagai wadah yang secara tidak langsung menjembatani antara pengambil kebijakan dengan objek kebijakan. Sehingga kedepan melahirkan kebijkan yang responsif, aquitable, yang intinya memihak pada masyarakat
2. Aksi responsif :
Pertama pendampingan dan pemberdayaan terhadap pedagang khususnya pedagang kecil. Kedua batuan modal dan subsidi tempat berjualan atau lapak bagi pedagang kecil. Ketiga memberikan kebebasan kepada pedagang untuk membentuk perkumpulan pedagang, sehingga control dari bawah akan tetap berjalan. Keempat Pelatihan kepada pedagang mengenai manajemen kewirausahaan, dan lain sebagainya.
Adanya penggusuran PKL di Indonesia bisa saja menjadi dilema etika yang sulit untuk diselesaikan. Oleh karena itu, perlu adanya pertimbangan-pertimbangan pemerintah yang didasarkan pada teori-teori etika yang ada. Yang paling penting adalah dengan adanya penggusuran PKL tersebut, hak-hak setiap orang yang terlibat di dalamnya tidak terenggut dan mengutamakan nilai etis yang dimiliki bangsa Indonesia sehingga tidak menimbulkan kekerasan yang tidak diinginkan.
Penutup
Dalam kondisi yang serba terjepit, akankah bangsa ini hanya bisa pasrah melihat penggusuran keluarga miskin, meningkatnya jumlah gelandangan, pengangguran, dan kaum miskin? Bagaimana pun juga, hal tersebut mengindikasikan betapa pembangunan era sekarang masih kesulitan mencari jalan keluar atas munculnya banyak ketimpangan terjadi.
Pemerintah melalui perpres dan segudang kebijakan serta aturan yang ditelurkannya harus melihat bahwa ternyata kepentingan umum tidak lagi menjadi prioritas utama. Beberapa kebijakan yang dikeluarkan pemerintah terkadang kurang mendapat respon masyarakat akibat penetapan yang tertutup tanpa melibatkan partisipasi masyarakat.
Karena itu, kepentingan publik tersebut hanya dapat dipahami bila semua warga secara individual (tanpa syarat, dan demi mewujudkan haknya) memperoleh kesempatan yang sama untuk secara bebas mengutarakan aspirasinya dalam kehidupan berdemokrasi.

Review : Mendobrak Kekuasaan Patriarki

Novel ini berangkat dari cerita rakyat Jawa pada abad ke-17. Sebuah kisah cinta yang pahit dengan latar belakang kekuasaan keraton, dengan ending yang klasik seperti halnya tragedi cinta sebelumnya; Ken Arok-Ken Dedes, Ki Ageng Mangir-Pambayun, atau Pangeran Pabelan-Sekar Kedaton pada masa Kasultanan Pajang.

Tapi kekuatan kisah Rara Mendut, trilogi yang ditulis YB Mangunwijaya (Romo Mangun), ini memang bukan pada ending. Menumpukan kisah pada tiga tokoh sentral; Mendut-Pranacitra-Wiraguna, novel ini menjadi semacam monitor raksasa yang memutar ulang tragedi cinta yang begitu melegenda pada awal berdirinya Kerajaan Mataram itu.
Rara Mendut bukan sekadar kisah hitam putih dengan akhir yang klasik; memberontaki kekuasaan, lalu mati. Bukan pula dongeng yang diceritakan berulang-ulang oleh ibu-ibu kita sebelum tidur. Di tangan Romo Mangun, Rara Mendut bisa jadi sebuah bentuk gugatan terhadap patriaki - sebuah upaya mengangkat eksistensialisme perempuan yang menegaskan bahwa perempuan sebagai pemegang nasib sendiri, di tengah kungkungan sejarah yang pyur patriarki.
Trilogi ini terdiri tiga babak; Rara Mendut, Genduk Duku, dan Lusi Lindri. Kisah berawal sesaat sebelum Tumenggung Wiraguna, panglima perang Mataram, meluluhlantakan Kadipaten Pati, karena sang adipati, Pragola, tak mengakui kekuasaan Hanyokrokusuma (Sultan Agung) di Mataram. Mendut, sebagai calon selir Pragola, yang ketika itu sedang “disimpan” di Kaputren Kadipaten, menjadi perempuan rampasan, setelah Wiraguna meluluhlantakkan Pati.
Tak hanya mengupas latar belakang hidup si Mendut sebagai anak pantai yang berjiwa bebas -sebelum menjadi Den Rara, novel ini juga mengangkat perang batin yang dialami sang tokoh antagonis yaitu Tumenggung Wiraguna. Jangan dikira bahwa sang Tumenggung membunuh Mendut dan Pranacitra begitu saja dengan darah dingin.
Sebaliknya, Wiraguna mencoba memaklumi penolakan Mendut dan memberi kesempatan untuk berjualan puntung rokok demi membayar pajak, sebagai ganti penolakannya.
Erotisme Roro Mendut ketika berjualan puntung rokok bekas kulumannya, pun menjadi daya tarik tersendiri. Betapa pada masa lalu, perempuan telah menyadari kecantikannya sebagai potensi yang “komersial”.
Kesabaran Wiraguna yang kedua, bahwa sebelum keris sang Tumenggung menembus dada Pranacitra, sang Tumenggung sempat memberi pilihan, memberi kesempatan Pranacitra untuk membela diri, bertempur layaknya laki-laki. Sebuah sikap kastria dari seorang panglima perang. Sebab jika mau, Wiraguna bisa saja menghabisi Pranacitra, saingannya ini, dalam sekali tepuk.. Wedana-Dalem datang membawa tiga ekor kuda, sepasang tombak, dan sebilah keris. Tombak dan keris diberikannya kepada Pranacitra dan diterimanya (halaman 275).
Hingga akhirnya terjadilah pertarungan yang tak seimbang itu. Tak seimbang karena Wiraguna seorang panglima perang yang tentu sudah sangat terlatih, sementara Pranacitra hanyalah seorang laki-laki nelayan yang cenderung manja karena kekayaan ibunya, Singabarong.
Pahlawan dalam novel ini, tentu saja, juga bukan Pranacitra, melainkan Mendut sendiri. Dan tidak seperti dalam kisah yang sering kita dengar, Mendut tidak mati karena bunuh diri. Di tangan Romo Mangun, Mendut bukanlah seorang perempuan cengeng yang mati karena menghujamkan keris ke dadanya sendiri, sesaat setelah tahu kekasihnya, Pranacitra, mati. Wiraguna mengamuk untuk kedua kalinya dan penuh nafsu menikamkan kerisnya ke arah dada Pranacitra. Tetapi pada saat itu Mendut maju spontan bermaksud membela kekasihnya. Tanpa sengaja keris Wiraguna menusuk jantung Mendut yang rebah di atas kekasihnya. (halaman 278).
Lewat tokoh Mendut, mau tidak mau, Romo Mangun memang menyisipkan eksistensialisme perempuan, sekaligus mengritisi daya represi militer dan hegemoni kekuasaan. Simak misalnya alasan penolakan tegas dari Mendut sebagai selir. Mendut bersembah, “Rambut-rambut wanita panjang, Kanjeng Tumenggung. Daya rabanya pun panjang dan lembut. Wanita di dalamku merasa; Paduka mencintai gengsi kaum pria. Paduka mencintai kewibawaan panglima yang jaya. Bukan si Mendut yang si Mendut. Mendut bagi paduka hanya lambang peneguhan kejayaan senjata dan kewibawaan Mataram.(halaman 274)
Kita keluar sejenak dari buku ini, dengan mengingat Jean-Paul Sartre, seorang filsuf dan penulis Perancis, yang dianggap mengembangkan aliran eksistensialisme. Sartre menyatakan, eksistensi lebih dulu ada dibanding esensi (L'existence précède l'essence). Manusia tidak memiliki apa-apa saat dilahirkan dan selama hidupnya ia tidak lebih hasil kalkulasi dari komitmen-komitmennya di masa lalu. Karena itu, menurut Sartre selanjutnya, satu-satunya landasan nilai adalah kebebasan manusia; L'homme est condamné à être libre. Boleh jadi seperti itulah Roro Mendut dalam benak Romo Mangun.
Mendut yang gadis pantai merasa tidak memiliki apa-apa, maka dengan sekuat tenaga ia mempertahankan satu-satunya yang ia miliki kebebasan. Selain karena memang berasal dari keluarga miskin, tradisi sosial masyarakat Jawa memang tidak mengijinkan adanya kepemilikan berlebih bagi masyarakat nonistana. Apalagi Mendut yang "hanya" perempuan. Ia hanya mencoba menikmati kebebasan yang ia miliki karena semasa di desanya itulah anugerah yang paling ia syukuri.
Mendut tersadarkan setelah diboyong Adipati Pati (Pragola) yang kemudian dijadikan boyongan perang oleh Mataram. Ia semakin tergila-gila akan kebebasan setelah dinyatakan akan dijadikan selir oleh Wiraguno. Meski sebelumnya di Pati ia sempat mengutarakan pandangan-pandangannya yang lain dari keumuman tradisi waktu itu bahkan kini.
Pandangan-pandangan ini patut dijadikan teladan kaum laki-laki juga dicetuskan Mendut. Seperti bagaimana ia memandang sebuah keperawanan. Mendut mengatakan bahwa keperawanan tidak mutlak ditentukan dari segi fisik, namun juga segi psikis. Ikhlas tidaknya perempuan ketika bersetubuh, itulah nilai utama sebuah keperawanan. Coba simak nasehat Mendut kepada dayang ciliknya, Genduk Duku; Dengarkan , Gendukku. Ibuku selalu berpesan kepada Mendut, perawan dan tidak perawan terletak pada tekad batin, pada galih di dalammu. Banyak gadis di dalam peperangan diperkosa, kata ibuku, Nduk, tetapi bila itu melawan kemauan, mereka masih perawan. Dewi Shinta, Nduk Duku, seandaianya dulu sudah ditiduri Rahwana. Dewi Shinta yang melawan tetaplah perawan. Bahkan ibuku berkata, dan biar ibuku hanya perempuan desa tetap saya percaya ibuku benar, “Seorang ibu yang sudah melahirkan anak ketujuh pun, bila ia suci dalam pengabdiannya selaku istri setia dan ibu, dia pun masih perawan dalam arti yang sejati. Pandangan yang sangat jarang dimiliki kaum perempuan dan lelaki.” (halaman 22)
Ketegaran Roro Mendut untuk mati demi cinta, kian menegaskan bahwa ia bereksistensi melalui pilihannya itu. Selain ia merasa bebas memilih, ia pun bebas menentukan apa yang harus ia lakukan tanpa pengaruh nilai-nilai yang mencibirnya sebagai wanita Jawa yang "hanya" menjadi konco wingking, harus siap surga nunut, neraka katut terhadap laki-laki. Namun Mendut tidak memilih keduanya, ia tidak sudi dijadikan istri pemenang perang sebagaimana layaknya tradisi wanita timur diperlakukan. Ia juga tidak mau menjalani hidupnya dengan mengekor kejayaan laki-laki. Ia menciptakan alternatif sendiri yang berada di luar nilai-nilai yang berlaku di masyarakat Jawa kala itu. Dan ia memilih mati, bukan dengan bunuh diri.
Kesadaran Rara Mendut bahwa ia memiliki potensi eksistensial – kecantikannya – membuat ia semakin yakin dengan kebebasan memilih dalam dirinya. Wanita Jawa yang diharuskan tradisi untuk kalem dalam segala hal, tentu sangat sulit seperti Rara Mendut. Penari tayub yang hanya memaksimalkan keahliannya dalam menari bahkan diidentifikasikan sebagai pelacur. Stigma negatif inilah yang dihadapi dengan gagah berani oleh Mendut. Pada akhirnya bisa dikatakan bahwa Rara Mendut memperjuangkan apa yang dikatakan oleh Somone bahwa: tidak ada sifat wanita dan sifat pria... sebaliknya, kaum wanita dan pria harus membebaskan diri mereka dari prasangka-prasangka atau ide mendarah daging itu.
Ide atau prasangka mendarah daging inilah yang mencoba dihapus perlahan-lahan oleh Romo Mangun melalui sebuah "pembuktian" sejarah. Meski berakhir sedih, namun setidaknya Roro Mendut menyadarkan kita bahwa nasib tergantung kita yang menjalanai. Tidak serta-merta kita harus menjalani apa yang dititahkan tradisi – kerajaan. Selalu ada pilihan dan keberanian untuk memilihlah yang diperlukan oleh pelaku. Sebab memang itulah inti dari eksistensialisme. Berani berbuat, berani bertanggung jawab.
Keberadaan Roro Mendut sebagai pelaku sejarah feminisme-eksistensialis membuktikan bahwa keberadaan wanita memang sangat berperan dalam kehidupan. Selain itu juga membuktikan bahwa wanita juga bisa menjadi seperti apa yang diinginkannya. Mangun Wijaya telah membuktikannya melalui Roro Mendut. Dan Mendut berani membuktikan keyakinannya meski resiko yang ia tanggung juga tidak kecil.
Yang pasti eksistensialisme Roro Mendut telah mengakar dalam budaya Jawa. Sadar atau tidak keberadaan kisah Roro Mendut merupakan ‘tabungan" bagi wanita Jawa dalam mengapresiasi kehidupannya. Akan selalu ada Roro Mendut yang lain, tentu dengan cerita yang berbeda. Yang jelas, menentukan nasib sendiri adalah kebebasan yang tiada terkira. Semua manusia berhak memilikinya, karena hanya dengan itulah kita dapat memaksimalkan keberadaan sekaligus fungsi kita di dunia.

Peresensi: Ganug Nugroho Adi

Dalam novel ini, setelah Mendut mati, semangat dan rohnya sangat mempengaruhi jalan hidup orang-orang terdekatnya; Genduk Duku sang dayang kecil, Ni Semangka sang mbok emban, Tumenggung Wiraguna sendiri, dan juga Putri Arumardi, salah satu selir Wiraguna yang menjadi sahabat Mendut.
Romo Mangun dengan piawai membawa pembacanya meresapi bagaimana perasaan orang-orang di sekitar tokoh sentral Mendut-Pranacitra-Wiraguna. Siapa orang tua Mendut? Siapa ibu Pranacitra? Bagaimana nasib mereka setelah anak-anak mereka meninggal? Bagaimana perasaan Nyi Ajeng istri pertama sang Tumenggung menghadapi puber kesekian suaminya ini? Bencikah dia kepada Rara Mendut? Cemburukah dia? Marahkah kepada suaminya? Apa yang Nyi Ajeng pikirkan ketika dia tau bahwa Rara Mendut yang sangat didambakan suaminya itu merencanakan pelarian dengan Pranacitra? Seperti apa perasaan Arumardi sewaktu Rara Mendut curhat tentang perasaannya? Bagaimanapun Wiraguna itu toh suaminya. Kepada siapa kesetiaannya akan diberikan? Suami atau sahabat?
Era Rara Mendut berlalu, dan bakak berikutnya adalah genduk Duku. Dayang kecil inilah yang selanjutnya memberi pengaruh kepada orang-orang di sekitarnya. Bagaimana masa depan Genduk Duku terkait erat dengan masa lalu Rara Mendut melalui tokoh Mas Slamet, teman masa kecil Mendut. Bagaimana watak Genduk Duku kemudian berkembang dan menjadi tokoh sentral berikutnya dan bersinggungan dengan putra mahkota Mataram di jaman itu. Di bagian kedua dari trilogi ini, Romo Mangun lebih leluasa mengeksplor kisah hidup teman-teman Mendut: Duku, Slamet, Arumardi, dan Bendara Pahitmadu yang tak lain kakak kandung Wiraguna, juga musuh-musuhnya. Kemudian berlanjut sampai generasi Lusi Lindri (anak Genduk Duku) dan anak-anak Lusi Lindri dan Mas Peparing.
Tiga nama tokoh pada masing-masing babak dalam novel ini; Rara mendut, Genduk Duku, dan Lusi Lindri, tak dipungkiri mempunyai watak yang sama; mendobrak kungkungan kekuasaan patriarki. Pada babak terakhir, puncak pembangkangan pada “kemapanan perempuan” bahkan terbaca jelas disuarakan Romo mangun lewat tokoh utama Lusi Lindri; dengan menjadi prajurit, dan kemudian melakukan pemberontakan terhadap sesembahannya sendiri, penguasa Mataran saat itu: Amangkurat I.
Memang, novel ini bertaburan banyak tokoh. Tapi untuk memahaminya tidak sulit karena benang merah yang mengaitkan semua tokohnya dirancang dan dan disajikan dengan piawai oleh Romo Mangun. Pembagian tiga babak (buku), yaitu Rara Mendut, Genduk Duku, dan Lusi Lindri dengan masing-masing cerita yang bebeda juga memudahkan alur cerita.
Dan seperti novel-novel sebelumnya; sebut saja Burung-burung Manyar dan Durga Umayi, Romo Mangun piawai membangun kisah dengan atribut kedaerahan (Jawa), seperti celetukan atau ungkapan campuran Jawa-Indonesia yang dikemas dalam tembang dolanan yang mbanyol...
Yo pulang ke mataram bawa putri-putri ayu
itu tidak untuk kalian, wahai krocuk-krocuk bambu
bakat kacung memimikul gori
sudah untung membawa gputri
tandumu bawa tahu
tanduku prawan ayu...(halaman 27)
Sebagai kisah yang telah melegenda, Rara Mendut memang mempunyai banyak ruang tafsir. Dan kehebatan Romo Mangun adalah tidak terjebak pada penafsiran-penafiran yang konyol, atau bahkan tidak sekadar menulis ulang kisah rakyat ini sebagaimana yang sering terjadi pada penulisan-penulisan legenda. Sebaliknya, Romo Mangun menjadikan Rara mendut sebagai media untuk menyampaikan keberpihakannya, baik kepada sejarah, maupun lewat pemikiran tokoh-tokoh novelnya.
Toh ketika lembar terakhir (799 halaman) dari novel ini selesai dibaca, kisah Rara Mendut seperti tanpa akhir; rangkaian kisah itu masih saja berpendar-pendar dalam kepala; mendut yang cantik dan cerdas, Tumenggung Wiraguna yang tidak brangasan, Nyai Ajeng yang sabar dan ikhlas, atau Pranacitra yang agak manja.


YUPITER SULIFAN, S.Psi

Dinamika Sekolah/Madrasah di Sidoarjo

Dinamika
Salam Persahabatan SMAN 1 Berau ke Smanita
Untuk mengisi liburan sekolah ternyata banyak ragamnya, melakukan kunjungan persahabatan salah satu contohnya. Seperti yang dilakukan pihak SMAN 1 Berau Kalimantan Timur beserta pengurus OSIS-nya berkunjung ke SMAN 1 Taman Sidoarjo, 20 Juni lalu.
Dalam acara yang bertema Salam Persahabatan ini, OSIS SMAN 1 Berau mengajak 30 pengurusnya serta didampingi lima Pembina OSIS, termasuk Kepala SMAN 1 Berau, Hj. Juanita Sari, M.Pd. “Awalnya kami belum tahu SMAN 1 Taman ini tapi karena adanya facebook dan anak-anak OSIS yang menyambungkan, akhirnya kami mengenalnya dan berkeinginan untuk mengunjungi. Dan hari inilah kami bisa hadir dan disambut dengan sangat meriah lagi bersahabat,” kata Kepala SMAN 1 Berau, Hj. Juanita Sari, M.Pd., saat memberi sambutan.
Walau sudah berstatus RSBI, tapi SMAN 1 Berau masih berkeinginan menggali ilmu dari SMANITA terutama kegiatan OSIS. “Kami sangat terharu dan bangga karena SMANITA yang masih SSN ini dijadikan tempat belajar dari sekolah RSBI. Begitu juga sebaliknya, kami akan banyak menimba ilmu dari SMAN 1 Berau dalam berbagai hal demi kemajuan sekolah kami,” tutur Drs. H. Panoyo, M.Pd., Kepala Smanita dalam sambutan balasannya.
Selain menyaksikan tayangan video kegiatan OSIS Smanita dalam acara Salam Persahabatan ini juga menampilkan beragam atraksi seni dan kreatifitas kedua pengurus OSIS. Dari OSIS Smanita menampilkan tari Remo, banjari, dan band akuistik. Sedangkan OSIS SMAN 1 Berau menyajikan musikalisasi puisi serta tari tradisionalnya.
Sebelum mengakhiri kunjungan pihak SMAN 1 Berau masih disuguhi atraksi dari aneka kegiatan ekstrakurikuler Smanita dari paskibra, karate, cheer leader, moderen dance, dan pertandingan persahabatan futsal. YUS
Caption: Banjari Smanita menghibur sahabat karibnya dari SMAN 1 Berau dalam acara Salam Persahabatan. (foto:YUS)


Dinamika
Gelar Kreatifitas Seni Siswa Smanita
Selama satu tahun menerima kucuran ilmu seni dan ketrampilan, siswa Smanita berunjuk kreasi seninya dalam acara Gelar Kreatifitas Seni Smanita, 18 Juni lalu. “Ini bentuk aktualisasi dari siswa setelah setahun menerima teori tentang seni setidaknya mereka bisa menunjukkan kepada masyarakat luas bahwa kemampuan seni yang dimilikinya bisa diandalkan,” ujar Kristanti Handayani, S.Pd., guru pembimbing seni SMAN 1 Taman Sidoarjo.
Moment acara gelar kreatifitas ini bersamaan dengan penerimaan buku laporan hasil pendidikan atau raport jadi orang tua murid yang mengambil raport anaknya bisa milihat secara langsung hasil karya anak-anaknya.
Gelar kreatifitas ini berlangsung di halaman parkir sebelah barat dengan menampilkan karya-karya fotografi, lukisan, sketsa, anyaman, sulaman, lampion hingga sepatu lukis. Decak kagum para orang tua yang melihat hasil karya siswa Smanita. Seperti yang diungkapkan Rahmawati, orang tua dari siswa kelas XI,”Ternyata anak-anak ini hebat juga dalam membuat rajutan, nih unik juga untuk hiasan di meja.”
Rajutan yang dimaksud adalah pilinan kertas Koran yang dililitkan dengan bantuan kawat hingga menjadi vas bunga yang unik. Ada juga sepatu yang dilukis dengan aneka warna dan gambar yang mencolok. Untuk karya fotografi, berbagai sudut pandang dan beragam kondisi sehingga menghasilkan karya foto yang menakjubkan.
“Kalau mereka mau menekuninya, ketrampilan seni yang dimiliki sebenarnya bisa digunakan sebagai mata pencarian atau berwiraswasta sendiri,” kata Kristanti Handayani yang piawai dalam menggambar kartun untuk anak TK ini kepada PENA.
Kristanti mempunyai keinginan hasil karya siswa ini akan dilelang dan hasilnya akan dipergunakan untuk membangun galeri seni di Smanita. “Bila ada galeri seni, saya berkeyakinan anak-anak akan lebih terpacu dalam berkreasi karena mereka akan sangat menginginkan hasil karyanya dipajang di galeri seni sekolah. Semoga harapan ini cepat terealisasi,” harap Kristanti yang juga mahir menari tradisional ini. YUS
Caption: Pengunjung saat menikmati hasil karya siswa Smanita di acara Gelar Kreatifitas Siswa Smanita. (foto:YUS)

Dinamika
Wisuda Purna Siswa Smanita
Bertempat di hall lantai 3 gedung PWNU Jatim, gelar Wisuda Purna Siswa Smanita yang berlangsung 21 Mei lalu berjalan sukses. Gelar wisuda ini merupakan pertama kali yang diadakan di luar lingkungan sekolah.
“Kalau beberapa tahun yang lalu acara wisuda selalu diadakan di halaman sekolah tapi untuk tahun ini kami adakan di luar sekolah dan anak-anakpun menyetujuinya. Gedung PWNU Jatim adalah pilihannya,” ujar Dra. Marfuah selaku ketua panitia Wisuda Purna Siswa ke-24 tahun. Pilihan temapt di gedung PWNU Jatim, selain tidak terlalu mahal juga fasilitasnya memadai dan yang terpenting jaraknya tidak terlampau jauh dari tempat tinggal siswa.
Untuk tahun ini Smanita mewisuda 296 siswa kelas XII yang lulus 100 persen dengan nilai UN yang sangat memuaskan. Bahkan salah seorang siswi Smanita, Ari Tri Maria meraih nilai UN IPS terbaik se-Sidoarjo. Sebagai bentuk apresiasi sekolah kepada prestasi yang diraih siswanya, pihak sekolah memberikan kenang-kenangan kepada siswa yang berprestasi. Pelaksanaannya dilakukan sebelum prosesi wisuda dimulai.
Diawal acara para calon wisudawan beserta keluarga dihibur dengan alunan lagu-lagu dari tim paduan suara serta hiburan tari Jejer yang dibawakan oleh tiga siswi kelas X dibawah asuhan Kristanti Handayani, S.Pd. Juga dibacakan nama-nama wisudawan yang berhasil masuk PTN lewat jalur PMDK dan prestasi yang berjumlah 69 orang. YUS
Caption:Tari Jejer menghibur calon wisudawan dan keluarga di acara Wisuda Purna Siswa Smanita. (foto:YUS)

Dinamika
Wisuda Siswa Maduwa
Satu tahapan sudah dilewati siswa-siswi kelas XII MA Darul Ulum Waru (Maduwa) yakni mengikuti ujian nasional dan dinyatakan lulus 100 persen. Sehingga mereka layak diwisuda dan menerima ijasah.
Untuk itulah wisuda siswa maduwa dilaksanakan pada tanggal 19 Juni bertempat di halaman Maduwa. Untuk tahun ini pihak madrasah mewisuda 189 siswa. Acara wisuda yang dibuka dengan alunan sholawat nabi diiringi banjari dari siswa-siswi kelas X ini dihadiri walimurid, guru serta pengurus yayasan Amanu.
Sebelum acara prosesi wisuda dimulai, ditampilkan kepiawaian siswa-siswi Maduwa dalam berpidato. Untuk kali ini pidatonya menggunakan tiga bahasa, Jepang, Arab dan Inggris. Para orator muda Maduwa ini sudah sering menjuarai lomba pidato terutama bahasa Jepang yang beberapa waktu lalu meraih prestasi tertinggi di Unesa.
Pihak madrasah juga memberikan tali asih kepada siswa-siswi yang berprestasi dan dalam sambutannya, Kepala MA Darul Ulum, M. Mustofa, S.Ag. berharap agar wisudawan ini berani dan mampu mengamalkan semua ilmu yang didapat selama belajar di Maduwa.
“Tunjukkan pada masyarakat bahwa selama mencari ilmu di Maduwa ada hasilnya, jadilah pelopor kebaikan di masyarakat dengan ketrampilan dan ilmu yang kalian miliki,” ujar Mustofa, S.Ag. YUS
Caption: Para wisudawan yang berprestasi foto bersama pimpinan madrasah. (foto:YUS)

Dinamika
Pelepasan Murid TK Nurul Azizi 3 Waru
Sebagai bentuk acara pisah kenang murid-murid TK-B TK Islam Nurul Azizi 3 Pondok Tjandra Waru maka diadakan acara Rekreasi Bersama Keluarga Besar TKI Nurul Azizi 3 Waru. Adapun tempat tujuannya di tempat wisata Jatim Park 2 Malang pada tanggal 6 Juni lalu.
Ditempat wisata yang berhawa sejuk ini murid TK-B bermain dengan sepuasnya, berenang dan berseluncur air. Acara dilanjutkan berfoto bersama murid dan ustadzah.
Adapun pembagian raport dan ijasah dilaksanakan pada tanggal 15 Juni. Saat acara pembagian rapor ini, suasana haru tergambar manakala salah seorang orang tua murid memberikan sambutan disusul dengan isak tangis ustadzah dan wali murid lain yang mayoritas ibu-ibu ini.
Dalam sambutannya, kepala TK Islam Nurul Azizi 3 berkata bahwa ilmu yang didapat murid-murid dari sekolah ini belum seberapa besar. “Anak-anak disekolah hanya beberapa jam saja, sedangkan waktu di rumah lebih banyak. Selama ini kami hanya bisa memberikan ilmu yang tidak seberapa ini dan semoga bias menjadi bekal anak-anak disekolah yang lebih tinggi. Mohon maaf atas semua kekurangan kami,” ujar Lilik Muafiyah,S.PdI,.MM., selaku Kepala TKI Nurul Azizi 3 Waru. YUS
Caption: Para murid TK-B berfoto bersama ustadzah saat perpisahan. (foto:YUS)

Komentar :Drs. Amiruddin, Kepala MTs. Darul Ulum Waru:Upaya Menyetarakan Mutu Pendidikan

Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Provinsi sebagai daerah otonom mengisyaratkan adanya hak dan kewenangan pemerintah pusat untuk menetapkan kebijakan tentang perencanaan nasional yang menjadi pedoman atau acuan bagi penyelenggaraan pendidikan di provinsi, kabupaten/ kota sebagai daerah otonom. Dalam rangka standardisasi itulah, maka Mendiknas menerbitkan Kepmen No. 053/U/2001 tanggal 19 April 2001 tentang pedoman Penyusunan Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang Pendidikan Dasar dan Menengah.
Isi SPM tersebut adalah Pedoman SPM Penyelenggaraan TK, SD, SMP. SMA, SMK, dan SLB sebagai berikut.(1). Dasar hukum (2). Tujuan penyelenggaraan sekolah (3). Standar kompetensi (4). Kurikulum (5). Peserta didik (6). Ketenagaan (7). Sarana dan prasarana (8). Organisasi (9). Pembiayaan (10). Manajemen (11). Peran serta masyarakat
Pedoman administrasi Sekolah Menengah Pertama berisikan.
1. Pendahuluan (latar belakang, tujuan, pendekatan, dan ruang lingkup).
2. Organisasi sekolah (struktur, fungsi dan tugas, mekanisme hubungan kerja, dan alur kerja).
3. Penyelenggaraan administrasi sekolah (pengertian, tujuan, dan ruang lingkup).
4. Komponen administrasi (kurikulum, kesiswaan, tenaga kependidikan, sarana, persuratan dan kearsipan, dan peran serta masyarakat.
Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 129a/U/2004 Tentang Standar Pelayanan Minimal ( SPM ) bidang Pendidikan, khusus untuk SPM Pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP)/ Madrasah Tsanawiyah (MTs) terdiri atas : (a). 90 persen anak dalam kelompok usia 13-15 tahun bersekolah di SMP/MTs. ( b). Angka Putus Sekolah (APS) tidak melebihi 1 persen dari jumlah siswa yang ber-sekolah. ( c). 90 persen sekolah memiliki sarana dan prasarana minimal sesuai dengan standar teknis yang di-tetapkan secara nasional. (d). 80 persen sekolah memiliki tenaga kependidikan non guru untuk melaksanakan tugas administrasi dan kegiatan non mengajar lainnya. (e). 90 persen dari jumlah guru SMP yang diperlukan ter-penuhi.(f). 90 persen guru SMP/MTs memiliki kualifikasi, sesuai dengan kompetensi yang ditetapkan secara nasional. ( g). 100 persen siswa memiliki buku pelajaran yang lengkap setiap mata pelajaran. (h). Jumlah siswa SMP/MTs per kelas antara 30– 40 siswa. (i). 90 persen dari siswa yang mengikuti uji sampel mutu pendidikan standar nasional mencapai nilai “memuaskan” dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika, IPA, dan IPS di kelas I dan II. (j). 70 persen dari lulusan SMP/ MTs melanjutkan ke Sekolah Menengah Atas (SMA)/ Madrasah Aliyah (MA)/ Sekolah Menengah Kejuruan (SMK).
SPM diharapkan mampu mempersempit kesenjangan mutu pendidikan yang kedepannya juga diharapkan berimplikasi pada mengecilnya kesenjangan sosial ekonomi.
Standar pelayanan minimal pendidikan dasar atau SPM Pendidikan Dasar adalah tolok ukur kinerja pelayanan pendidikan dasar melalui jalur pendidikan formal yang diselenggarakan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota. Standar Pelayanan Minimal (SPM) Pendidikan merupakan ketentuan tentang jumlah dan mutu layanan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota, Kantor Wilayah Kementerian Agama, dan Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota secara langsung maupun secara tidak langsung melalui sekolah dan madrasah. Penerapan SPM dimaksudkan untuk memastikan bahwa di setiap sekolah dan madrasah terpenuhi kondisi minimum yang dibutuhkan untuk menjamin terselenggaranya proses pembelajaran yang memadai. Ini sebagai upaya untuk menyetarakan mutu pendidikan baik di sekolah/madrasah negeri ataupun swasta.
Secara garis besar, standar pelayanan minimal di madrasah tsanawiyah sudah terlaksanakan dengan baik. Wajar kalau ada kekurangan dan seharusnya harus ada evaluasi yang rutin dan membangun dari pihak yang berwenang.
Sebagai penyelenggara jasa layanan pendidikan kepada masyarakat, madrasah tsanawiyah terus berbenah. Dengan merintis adanya kelas unggulan yang disiapkan untuk anak-anak yang mandiri baik segi kompetensi maupun kompetisinya.
Kelas unggulan ini juga diimbangi dengan dibukanya kelas konseling yakni kelas yang diperuntukkan bagi peserta didik yang kemampuannya terbatas. Selain guru-guru pilihan juga kerjasama dengan beberapa pihak yang kompeten menangani peserta didik yang kemampuannya terbatas.
Pembinaan khusus bagi seluruh peserta didik yakni dengan diadakannya class motivation yang dilaksanakan setiap hari Sabtu. Setiap saat upaya untuk meningkatkan motivasi peserta didik ini dilaksanakan kerja sama dengan LBB. Bukan hanya peserta didik tapi orang tua juga dibekali dengan pengetahuan serta motivasi untuk mendorong anak-anaknya lebih bersemangat dalam mencari ilmu.
Adanya pembiasaan yakni setiap Senin pagi diadakan upacara bendera, disamping untuk meningkatkan rasa nasionalisme juga sebagai sarana untuk sosialisasi berita atau perkembangan di dunia pendidikan yang bersinggungan dengan peserta didik. Selasa – Kamis mengaji Juz-Amma, Jumat membaca surat Yasin dan Sabtu menhafal Asmaul Husnah.
Keberadaan SDM yakni pendidik juga sangat diperhatikan, setiap hari Sabtu ada MGMPS. Bila tahun lalu ada kelas khusus bagi guru untuk mendalami ilmu computer kini dibuka kelas bahasa Inggris. Dua ketrampilan ini harus dimiliki pendidik madrasah tsanawiyah. Dengan dukungan hamper 90 persen guru yang sudah bersertifikasi, diharapkan madrasah tsanawiyah mampu memberikan pelayanan pendidikan yang terbaik bagi masyarakat. YUS

Adityo Putro Sulistiyo, S.Pd., Guru SDN Anggaswangi 1 Sukodono: Ajarkan Pancasila Sedari Dini

Bergesernya nilai-nilai kemanusiaan yang sering terjadi di masyarakat, mulai lunturnya nasionalisme dikalangan generasi muda bangsa, bahkan dikalangan lembaga pendidikan, ini menggambarkan bahwa keberadaan pancasila sebagai dasar Negara Indonesia belum atau bahkan tidak dipahami oleh masyarakat.
Mengapa masyarakat tidak memahaminya? Karena masyarakat saat ini sudah tidak banyak mengetahui tentang pancasila apalagi pancasila sudah tidak ada di pelajaran sekolah. Jadi wajar kalau masyarakat tidak mengetahuinya. Mulai anak SD hingga mahasiswa pasti banyak yang lupa tentang sila-sila dalam pancasila. Jangankan SD, mahasiswa kalau disuruh menghafal urutan sila-sila dalam pancasila banyak yang kewalahan.
Beda dengan pola pendidikan beberapa waktu yang lalu, setiap pagi anak SD disuruh menghafalkan pancasila bahkan dengan butir-butir pancasilanya. Karena sudah terbiasa dengan hafalan maka hingga anak SD ini sekolah tingkat atas (kuliah) masih hafal urut-urutan sila pancasila. Bukan sekedar hafal tapi juga mampu mengaplikasikan nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila ini kedalam kehidupan sehari-hari.
Yakni nilai-nilai kemanusiaan, kemasyarakatan, social, ketuhanan yang semua ini didapatkan karena pemahaman yang benar dari dampak hafalan yang dilakukannya. Bagaimana bisa seseorang mengikuti suatu aturan kalau yang bersangkutan tidak paham dan hafal dari aturan itu? Begitu juga dengan pancasila tadi.
Oleh karena itu dimasukkan pancasila kedalam kurikulum sekolah di tahun ajaran 2011-2012 ini sungguh sangat tepat. Bahkan kalau bisa dijadikan mata pelajaran tersendiri agar ruh pancasila ini benar-benar bisa dijiwai oleh peserta didik sekaligus dapat diterjemahkan dalam kehidupan sehari-hari.
Alangkah malu bila lambang dan dasar Negaranya banyak peserta didik tidak tahu. Secara logika, kalau lambangnya saja tidak tahu bagaimana bisa mengamalkan nilai-nilai dan falsafah pancasila yang terkandung didalamnya?
Masuknya pancasila ke dalam kurikulum pendidikan kedepan ini sekaligus sebagai benteng dari gempuran berbagai faham, ideologi dan aliran yang merongrong kewibawaan bangsa dan Negara Indonesia. Lewat jalur informasi yang masuk, baik teknologi maupun budaya seolah ingin warga Indonesia ini melupakan pancasila dan mengikuti faham yang mereka bawa. Ketegasan pemerintah untuk menangani gangguan-gangguan semacam ini sangat perlu dilakukan agar kesatuan dan persatuan bangsa tetap terjaga.
Juga pemerintah harus segera memberikan juklaknya sehubungan dengan masuknya pancasila dalam kurikulum sekolah. Yang diharapkan pancasila beserta nila-nilainya akan bisa menjadi teladan bagi seluruh bangsa Indonesia.