Sabtu, 28 April 2012

Anak Berbakat : Dianggap Murid Nomor Dua

Dr. Abdul Muhid, M.Si.: Dianggap Murid Nomor Dua
Dr. Abdul Muhid, M.Si.

Indonesia dengan jumlah penduduk lebih dari 200 juta orang menurut taksiran konvensional memiliki empat juta warga yang dapat dikategorikan sebagai ‘berbakat luar biasa’. Dari empat juta ini paling tidak satu juta anak dan remaja termasuk berbakat akdemik. Ada serangkaian pertanyaan yang diajukan untuk menyikapi fenomena ini. Ke mana saja mereka ini? Macam pelayanan pendidikan apa yang mereka peroleh ? Berapa dari mereka yang dapat mengenyam program pendidikan anak berbakat ? Siapa yang menjadi guru-guru mereka ? Dari mana dana untuk program anak berbakat diperoleh ?
Untuk dapat mewujudkan potensinya secara optimal setiap peserta didik membutuhkan program pendidikan yang berdiferensiasi, sesuai dengan bakat dan kemampuan masing-masing, termasuk mereka yang berbakat akademik. Bagaimana menyelenggrakan program pendidikan tersebut bergantung dari kondisi dan kebutuhan setempat, antara lain kondisi social-budaya, kondisi sekolah, tenaga pengajar, sarana-prasarana pendidikan, orang tua dan sebagainya.
Sejauh mana ada kebijakan tentang pendidikan anak berbakat? Indonesia termasuk enam negara yang mempunyai kebijakan (mandate) nasional tentang pelayanan pendidikan anak berbakat, yaitu dalam Undang-Undang Pendidikan Republik Indonesia nomor 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN 1989) Pasal 8 ayat (2) : bahwa “Warga Negara yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa berhak memperoleh perhatian khusus”. Hal ini dipertegas pada Pasal 24 ayat (1) bahwa setiap peserta didik pada suatu satuan pendidikan mempunyai hak “mendapat perlakuan sesuai dengan bakat, minat dan kemampuannya”, dan ayat (6) “menyelesaikan program pendidikan lebih awal dari waktu yang ditentukan”. Hal ini berarti bahwa akselerasi seharusnya dimungkinkan. Kenyataan menunjukkan bahwa tidak semua sekolah memberi kesempatan ini. Walaupun ditinjau dari segi kebijakan nasional Indonesia termasuk Negara yang ‘maju’, tetapi dalam realitas kebijakan tidak diikuti implementasinya.
Mengenai jenis pelayanan yang diberikan, Indonesia termasuk negara yang memberi pelayanan konseling pada siswa berbakat, tetapi di Indonesia pembelajaran awal (early learning) tidak diberikan. Pemberian pelayanan konseling pun hanya terbatas pada beberapa sekolah yang mempunyai guru yang memiliki keahlian konseling anak berbakat. Sekarang dibeberapa tempat, terutama kota-kota besar sudah ada kelompok bermain untuk anak umur dua-tiga tahun, tetapi kurikulumnya tidak khusus untuk anak yang berkemampuan luar biasa.
Setidaknya ada tiga macam layanan pendidikan khusus yang bisa diberikan ke anak berkebutuhan khusus ini: Model inklusi (inclusion model); Tracking System; Cluster grouping model (model pengelompokan terbatas).
Model Inklusi: dalam model layanan ini, anak-anak berbakat ditempatkan sekelas (inklusif) dengan anak-anak lain, termasuk anak-anak penyandang kebutuhan pendidikan khusus lainnya seperti anak berkesulitan belajar (learning disabled) dan anak cacat. Guru yang telah memperoleh pelatihan khusus dalam bidang keberbakatan memberikan perhatian khusus kepada anak-anak berbakat ini agar kebutuhan pendidikan khususnya terpenuhi. Layanan khusus itu terutama berupa pemberian materi pengayaan. Dalam model ini, anak berbakat sering difungsikan sebagai tutor bagi anak-anak lain.
Tracking System: dalam tracking system, siswa-siswa diklasifikasikan berdasarkan kemampuannya, dan setiap klasifikasi ditempatkan dalam satu kelas yang sama. Jadi, anak-anak berbakat akan berada dalam kelas khusus siswa berbakat sepanjang masa sekolahnya.
Cluster grouping model (model pengelompokan terbatas): dalam model ini, anak-anak berbakat dari semua tingkatan kelas yang sama di satu sekolah (biasanya mereka yang termasuk 5% dari siswa berprestasi tertinggi dalam populasi tingkatan kelasnya), dikelompokkan dalam satu kelas. Kelompok tersebut terdiri dari 5 sampai 8 siswa berbakat, dibimbing oleh seorang guru yang telah memperoleh pelatihan dalam mengajar anak-anak berkemampuan luar biasa.  Jika terdapat lebih dari 8 anak berbakat, maka mereka dikelompokkan ke dalam dua atau tiga cluster group. Pada umumnya, satu cluster group itu belajar bersama-sama dengan anak-anak lain dari berbagai tingkat kemampuan, tetapi dalam bidang keluarbiasaannya (misalnya matematika), mereka belajar secara terpisah.
Model cluster grouping ini mempunyai beberapa keuntungan dibandingkan dengan apabila anak-anak berbakat itu didistribusikan secara merata di semua kelas.
Pertama, anak berbakat itu memperoleh perhatian khusus untuk pengembangan bidang-bidang kemampuan luar biasanya, dan sekaligus juga tetap memperoleh keuntungan dari belajar bersama dengan anak-anak dari berbagai tingkatan kemampuan lainnya.
Kedua, pengaturan waktu untuk mempersiapkan bahan-bahan khusus untuk anak berbakat akan lebih efisien bila anak-anak itu berada dalam satu kelompok.
Ketiga, siswa-siswa berbakat akan dapat lebih memahami dan menerima kenyataan bahwa mereka mempunyai "kelainan" dalam belajarnya jika di dalam kelasnya ada anak lain yang seperti mereka.
Sedikitnya terdapat 3 strategi utama dalam pembelajaran anak berbakat khusus ini, yaitu
  1. Akselerasi (accelleration); dalam strategi akselerasi dapat dilakukan pendekatan berikut ini: Masuk sekolah di usia lebih muda (early entrance); Sekolah mengijinkan anak berbakat untuk masuk kelas 1 SD pada usia yang lebih muda dibandingkan usia standar karena secara akademis intelektual memiliki kemampuan itu. Hal yang patut diperhatikan dalam pendekatan ini adalah sejauh mana kematangan emosional anak tsb untuk mampu bergaul dengan mereka yang lebih tua usianya. Lompat kelas (Grade Skipping);
    Anak berbakat diberi kesempatan untuk lompat kelas sehingga secara keseluruhan dapat menyelesaikan pendidikan lebih cepat. Perkembangan Berkelanjutan (Continous Progress);
    Sekolah memberi kesempatan pada anak-anak berbakat untuk melanjutkan pelajarannya untuk subjek-subjek tertentu mendahului teman-teman sekelasnya secara berkelanjutan tanpa harus menunggu teman-temannya ataupun mengikuti standar kelas yang ada.
  2. Pengayaan (enrichment); pendekatan kedua adalah pengayaan (enrichment), secara garis besar sekolah mengadakan program pembelajaran yang berbeda atau memberi kesemptan untuk memperdalam bidang studi tertentu di luar jam pelajaran. Guru dapat memberikan pembelajaran yang berbeda kepada anak-anak berbakat dengan cara memberi tugas yang lebih kompleks yang menuntut cara berpikir tinggi dan pemecahan masalah. Berbagai pendekatan praktis berikut ini dapat dilakukan oleh sekolah untuk membantu anak-anak berbakat, yaitu: Program khusus (Pull-out Programs); Program Suplemen; dan Menyediakan Mentor.
  3. Diffrensiasi (differentiation): Keberbakatan dalam diri anak-anak berbakat memang membutuhkan pembedaan dari sisi bahan pelajaran, proses pembelajaran dan hasil akhir yang dapat dituntut dari mereka. Sekolah dapat melakukan insiatif-inisiatif berikut ini, antara lain: Kurikulum yang dibuat kompak (Compacting Curriculum); Pengelompokan berdasarkan Kemampuan; Pengelompokan yang Fleksibel; Grup Kluster (Cluster Grouping); dan Individualisasi.
Prosedur untuk memasukkan anak ke program pendidikan anak berbakat ini pada umumnya mengikuti empat langkah dasar: Rujukan (referral); Asesmen; Seleksi; dan Penempatan. Rujukan didasarkan atas pertimbangan guru, nominasi orang tua, nilai raport, skor tes kelompok, atau gabungan hal-hal tersebut. Asesmen mencakup penetapan tingkat kemampuan anak yang dirujuk berdasarkan serangkaian tes, yang pada umumnya mencakup pengukuran inteligensi, tes prestasi, atau tes pemecahan masalah. Seleksi dilakukan hanya setelah anak diasesmen dan dinyatakan berpotensi memiliki keberbakatan dan tingkat kemampuannya sudah ditetapkan.
Adapun pendanaan untuk program pendidikan anak berbakat secara nasional, Indonesia (walaupun masih sangat terbatas, yaitu untuk proyek anak berbakat, pemberian beasiswa, sarana-prasarana, dan lain-lainnya) secara local bantuan dana di Indonesia juga dapat diperoleh dana berasal dari pihak swasta.
Dimana pelayanan pendidikan diberikan? Pelayanan pendidikan diberikan di beberapa sekolah pemerintah (walaupun masih jauh dari optimal), di sekolah-sekolah swasta (jumlahnya belum banyak) dan di pusat-pusat pengembangan bakat dan minat. Sejak tahun 90-an Pemerintah mendorong pendirian sekolah-sekolah unggul, sedapat mungkin di setiap provinsi dan berasrama. Namun konsep sekolah unggul ini belum jelas: apakah yang unggul siswanya (berprestasi tinggi, berpontensi tinggi atau keduanya?) ataukah sekolahnya (sekolah bermutu dengan kelengkapan sarana dan prasarana pendidikan dan guru-guru yang kompeten)?
Walaupun masih ada sekolah yang menganggap aneh kepada anak yang mempunyai bakat khusus. Seringkali pula pihak sekolah memberi label anak berbakat khusus dengan label anak abnormal yang sekolahnya tidak pantas dikumpulkan dengan anak-anak normal lainnya. Padahal bukan tidak pantas atau tidak bersekolah bersama dengan anak-anak normal lainnya melainkan bagaimana sekolah memberikan layanan pendidikan khusus bagi anak seperti ini.
Program khusus untuk pendidikan anak berbakat ini dibuat karena anak-anak berbakat mempunyai kebutuhan pendidikan khusus. Anak-anak ini telah menguasai banyak konsep ketika mereka ditempatkan di satu kelas tertentu, sehingga sebagian besar waktu sekolah mereka akan terbuang percuma. Mereka mempunyai kebutuhan yang sama dengan siswa-siswa lainnya, yaitu kesempatan yang konsisten untuk belajar bahan baru dan untuk mengembangkan perilaku yang memungkinkan mereka mengatasi tantangan dan perjuangan dalam belajar sesuatu yang baru. Akan sangat sulit bagi anak-anak berbakat ini memenuhi kebutuhan tersebut bila mereka ditempatkan dalam kelas yang heterogen.
Anggapan miring tentang anak berbakat khusus ini tak jarang kita temui karena kurangnya pemahaman mereka akan anak yang mempunyai bakat khusus. Menurut beberapa ahli, anak gifted itu merefleksikan interaksi diantara ketiga klaster ciri-ciri kepribadian, yaitu: Kemampuan umum dan spesifik di atas rata-rata, Task-commitment (motivasi) yang tinggi, dan Tingkat kreativitas yang tinggi.
Siswa gifted dan talented itu akan memperlihatkan kemampuan untuk mengembangkan kombinasi ketiga klaster tersebut dan menggunakannya untuk berbagai wilayah potensi yang berharga pada performansinya. Bisa juga disebutkan bahwa siswa gifted adalah siswa yang memiliki kemampuan untuk menunjukkan performansi yang tinggi yaitu dengan menunjukkan prestasi dan atau potensi dalam wilayah manapun yang merupakan kombinasi dari: (a) kemampuan intelektual umum, (b) bakat akademik yang spesifik, (c) berfikir kreatif atau produktif, (d) kemampuan leadership, (e) kemampuan visual dan seni yang tinggi, dan (f) kemampuan psikomotor.
   Sukses tidaknya dalam mendidik anak-anak berbakat khusus ini bergantung pada niat baik semua pihak, baik pemerintah, keluarga serta masyarakat. Mengingat mereka adalah satu potensi besar yang sudah dimiliki negara ini dan tinggal bagaimana kita bisa mengelola potensi ini untuk kemajuan bersama. YUS  
Foto: Dr. Abdul Muhid, M.Si
Dosen Program Studi Psikologi & Program Pascasarjana IAIN Sunan Ampel Surabaya
Dosen Pascasarjana Magister Psikologi Univ. 17 Agustus 1945 Surabaya
Doktor di Bidang Psikologi Pendidikan dari Universitas Negeri Malang
Penelitian Disertasinya tentang “Perilaku Underachieving Anak Berbakat”

Makna Gotong Royong di Sekolah

H. Mashlihan, S.Ag., M.Ag., Kepala SMP Arditama Waru: Tertuang dalam Kontrak Kerja
H. Mashlihan, S.Ag., M.Ag.

Arti gotong-royong secara sederhana adalah berarti kerjasama. Begitu banyak sisi kehidupan yang berlandaskan gotong-royong. Bahkan sebuah bangsa yang akhirnya terbentuk, adalah hasil dari sebuah gotong-royong skala besar dalam aspek nan kompleks. Dalam sebuah negara, sebuah bangsa bersatu-padu bahu-membahu menyumbangkan jiwa dan raganya, pemikiran dan karyanya bahkan impiannya, menjadi sebuah tujuan bersama yang secara garis besar antara lain; mempertahankan kedaulatan wilayah, meningkatkan kesejahteraan bersama serta membentuk identitas kolektif. Gotong-royong dalam konsep sebuah negara-bangsa berujung pada menanggung semua resiko yang terjadi secara kolektif dan adil. Pendek kata, gotong-royong dalam konsep negara-bangsa adalah sebuah kebersamaan di dalam kesejahteraan maupun di dalam penderitaan secara berkeadilan
Filosofi dan semangat gotong-royong inilah yang sejak dulu diusung rakyat Indonesia dalam berbangsa. Bahwa gotong-royong pada akhirnya adalah perilaku dan budaya hidup tradisional yang sekaligus menjadi identitas bangsa Indonesia. Keluhuran nilai-nilai gotong-royonglah yang telah mampu menyelamatkan negara-bangsa ini dari berbagai masalah, mulai dari melepaskan diri atas penjajahan sampai pada menemukan jalan keluar dari berbagai krisis di jaman modern. Negara-bangsa yang kini terwariskan kepada kita semua di Indonesia saat ini, adalah hasil dari sebuah gotong-royong tak henti-henti dari para pendiri bangsa dan seluruh lapisan warga bangsa sampai di akhir hayat mereka.
Gotong royong merupakan salah satu ciri khas bangsa Indonesia khususnya, sebagaimana yang tertuang dalam Pancasila yaitu sila ke- 3 “Persatuan Indonesia”. Perilaku gotong royong yang telah dimiliki Bangsa Indonesia sejak dahulu kala. Gotong royong merupakan kepribadian bangsa dan merupakan budaya yang telah berakar kuat dalam kehidupan masyarakat. Gotong royong tumbuh dari kita sendiri, prilaku dari masyarakat.
Gotong royong adalah suatu kegiatan yang dilakukan secara bersama-sama dan bersifat suka rela agar kegiatan yang dikerjakan dapat berjalan dengan lancar, mudah dan ringan.
Pergeseran Perilaku
Ironisnya, ketika negara-bangsa Indonesia telah maju seperti sekarang ini, perilaku, filosofi serta semangat gotong-royong justru dibiarkan memudar. Setidaknya, gotong-royong kini berubah menjadi sebuah pengertian yang sangat sempit, hanya sampai pada kulit tetapi tidak berisi apa-apa. Dalam praktek keseharian, bangsa ini sekarang jelas-jelas hanyalah merupakan sebuah kumpulan dari warga yang  individualistis.
Hampir bisa dilihat, kini semua seolah bisa diselesaikan dengan uang. Jadi yang terpenting sekarang adalah bagaimana tiap-tiap orang bisa mengumpulkan materi semampu-mampunya, lalu setiap persoalan diatasi dan diselesaikan dengan transaksi dan negosiasi yang berujung pada uang. Pembangunan berbagai sarana publik, pembangunan berbagai tempat ibadah, pemeliharaan lingkungan, semua diselesaikan dengan tawar-menawar ongkos.
Saat ini betapa sulitnya mengumpulkan warga masyarakat untuk bekerja bakti membersihkan got misalnya. Setiap orang punya alasan tidak punya waktu karena mereka harus bekerja. Mereka jauh lebih merasa bahagia membayar iuran untuk membeli alat pemotong rumput dan mengupah seseorang untuk membersihkan got daripada turun bersama-sama mengerjakan hal tersebut secara bergotong-royong. Semangat komunal yang melandasi prinsip dan perilaku gotong-royong terkalahkan oleh ideologi baru bahwa “waktu adalah uang”.
Bagaimana sikap gotong royong didalam lembaga pendidikan?
Perlahan namun pasti, sikap gotong royong di dunia pendidikan juga terimbas dan bergeser. Walau tidak semua lembaga pendidikan mengalami pemudaran sikap dan perilaku gotong royong tapi hal ini wajib dengan cepat dibenahi serta diantisipasi.
Gerakan kerja bakti massal setiap bulan ataupun ketika akan peringatan hari besar agama ataupun nasional yang dilakukan oleh seluruh keluarga besar sekolah serta saling mengingatkan untuk memelihara lingkungan bersih dan sehat di sekitar sekolah, ini adalah sebagian kecil perilaku gotong royong yang dilakukan di sekolah.
Sikap gotong royong di SMP Arditama Waru sangat kental, baik guru, karyawan, maupun siswa sudah terbiasa. Bagi guru dan karyawan ketika pertama kali kontrak kerja ada penekanan pada masalah gotong royong. Mengingat budaya ini merupakan karakter yang harus ditumbuhkembangkan di sekolah. Guru dan karyawan harus memberi contoh kepada siswa ini dibuktikan ketika ada event sekolah yang memerlukan kerja bareng, misalnya akreditasi, PHBI dan PHBN atau kalau ada kunjungan dari pihak lain.
Para siswapun demikian ketika awal MOS sudah ditekankan sikap tersebut melalui materi wawasan wiyata mandala serta dalam aktifitas pembelajaran sehari-hari anak dibiasakan bergotong royong. Hal ini sudah tertanam dalam pelajaran agama dan PKn juga siswa aktif menerapkan 7K. Mengenai kendala, hampir tidak ada karena sikap gotong royong sudah sejalan dengan visi misi dan tujuan sekolah.
Bagi lembaga pendidikan yang dikelola pihak swasta atau yayasan, seringkali terlihat perilaku gotong royong terutama ketika mengadakan pembangunan atau perluasan tempat belajar. Atau saat dilakukan penambahan fasilitas sekolah dan membersihkan lingkungan sekitar.
Dan perilaku gotong royong ini sangat kental terlihat manakala dalam satu daerah atau desa yang hanya memiliki satu tingkat sekolah, misalnya SD/MI. Warga desa serta keluarga besar sekolah tersebut akan muncul rasa memiliki sekolah ini. Dampaknya, mereka dengan sukarela membantu sekolah ketika akan menambah fasilitas pendidikan yang diperlukan untuk kemajuan pendidikan murid-muridnya. Bahu membahu, gotong royong membangun sekolah tanpa ada imbalannya karena mereka menyadari bila sekolah ini lengkap sarana prasarananya maka akan dengan baik melayani kebutuhan pendidikan untuk anak-anaknya. YUS

Menengok Rumah Pintar Sativa Krian: Enjoy, Belajar di Teras Rumah


Proses belajar mengajar di teras rumah warga, enjoy aja.


Para tutor RPS

Astaga, apa yang sedang terjadi, Astaga…Hendak kemana semua ini
Bila kaum muda sudah tak mau lagi peduli
Mudah putus asa dan kehilangan arah…sepenggal syair lagu Astaga yang dilantunkan Ruth Sahanaya ini melecut generasi muda desa Keboharan Krian. Heeemmm…apa yang sudah dilakukan oleh penerus tongkat estafet kepemimpinan bangsa ini?
Ada sekumpulan remaja yang berinisiatif memberikan tambahan belajar pada adik-adiknya terutama yang masih bersekolah di sekolah dasar dan sekolah menengah pertama. “Hanya ini yang bisa kami berikan ke desa kami tercinta. Sedikit pengetahuan dan ilmu akan kami berikan ke adik-adik kami,” kata M. Asy’aril Muhajir salah seorang penggagas program tambahan belajar ini di desa Keboharan.
Program ini mereka namakan study club Rumah Pintar Sativa (RPS) dengan memakai nama Sativa diambil dari bahasa latin yang artinya "PADI". “Kenapa kok padi? Karena padi mempunyai filosofi orang yang banyak ilmunya harus merunduk, merendah atau tawaddu' berbudi luhur, singkat kata mencetak generasi muda yang berilmu, berkarakter dan kreatif, “ urai alumnus IAIN Sunan Ampel Surabaya jurusan sosial Islam ini pada PENA.
Tak salah mereka menamakan study club ini dengan Rumah Pintar Sativa karena selain memberikan tambahan belajar bagi siswa SD dan SMP juga memberi bekal motivasi serta pengetahuan tentang alam lingkungan. “Acara pemberian motivasi dan pengenalan alam lingkungan ini kami lakukan secara berkala agar ilmunya berkesinambungan. Terutama menjelang ujian kami akan memberikan motivasi dengan porsi yang lebih banyak,” ujar bujangan yang juga bekerja di sebuah yayasan panti asuhan di Surabaya.
Adapun jam belajar yang diberlakukan di RPS ini diluar jam belajar mereka di sekolah yakni 15.30 – 17.00 dan 18.00 – 19.30 setiap hari Senin hingga Jumat. Sabtu dan Minggu libur, walau libur hari Minggu ada program Minggu ceria yakni setiap hari Minggu ada acara bersih-bersih lingkungan, senam bersama ataupun jalan-jalan.
“Soal biaya yang digunakan untuk acara Minggu ceria ini adalah dari iuran yang dikenakan pada setiap peserta yakni seribu rupiah setiap hadir. Dari uang inilah kami bisa mengadakan kegiatan yang sifatnya rekreatif. Dan kami usahakan tidak akan ada biaya tambahan,” ujar Aril.
Jumlah peserta belajar di tingkat SD ada 18 anak dan 15 anak tingkat SMP dengan dibimbing tutor aktif sebanyak 12 orang. Dari 12 orang tutor ini ada yang sudah bergelar sarjana, mahasiswa juga pelajar SMA.
Sentra Joglo
Dengan memakai sistem belajar setiap lima siswa dibimbing oleh seorang tutor. Ini dimaksudkan agar pelaksanaannya lebih terarah sehingga efektivitas hasil belajar dapat tercapai. Selain itu, metode belajar yang digunakan adalah metode belajar yang efektif dan solutif menyelesaikan permasalahan soal-soal dengan kemampuan kognitif peserta.
Tahun 2011 RPS bekerja sama dengan PNPM Mandiri desa Keboharan menyelenggarakan pendampingan belajar untuk 104 anak dari keluarga prasejahtera.
Selama ini tempat belajar RPS berada disebuah panggung yang berupa bangunan joglo (sentra joglo) berukuran 4 x 6 m. “Ke depannya kami akan berusaha untuk memenuhi sentra baca, computer, kriya dan APE yang bersifat swadaya,” urai M. Asy’aril Muhajir yang biasa akrab dipanggil Aril ini.
Karena keterbatasan tempat belajar inilah, tak jarang mereka harus belajar di teras rumah warga sekitar joglo ataupun di ruang tamunya. Selain keterbatasan tempat juga peralatan penunjang program study club ini dengan hanya memiliki seperangkat computer, printer, buku serta beberapa ATK lainnya. “Peralatan ini semua adalah bentuk dukungan LPM Universitas Negeri Malang kepada kami,” ungkap Aril tentang sarana prasaran yang dimiliki RPS.
Ketika ditanya soal besarnya honor tutor, Aril dengan senyum khasnya menjawab,”Ya semua kita syukuri aja berapapun besarnya yang penting barokah.” YUS



Profil Rumah Pintar Sativa
Nama Organisasi : RUMAH PINTAR SATIVA
Tempat/tanggal berdiri : Keboharan, 05 Desember 2009
Alamat dusun Kanigoro, RT 10, RW 03, Keboharan, Krian, Sidoarjo.
Contact : 031-8983840
motto RPS, ”One Stop Creativity”.
Visi : Mewujudkan community development Desa Keboharan melalui program pemberdayaan pendidikan bagi generasi muda
Misi :Menjadi garda depan wadah aktualisasi bagi generasi muda dalam bidang penidikan
Menjadi pioner pembentukan klub-klub sejenis yang berorientasi sosial kemasyarakatan dalam bidang pendidikan.
Memberikan beberapa program pendidikan, pelatihan keterampilan, dan fasilitas penunjang yang dapat diakses oleh semua kalangan Desa Keboharan
Tutor: berjumlah 12 orang yang aktif (Moh. Syihabuddin Faqih, Rastra Amirotul Haque, Wilda nas Firdaus, Agus Imam Bayhaqi, M. Asy’aril Muhajir, Moch Ali Mashuri, Siti Rochimah, Nurul Ilmiah, Lailatul Komariyah, Nurul Hidayati, Uhcfia Asriadi, Akhmad Bakhrul Fauzi)

Rabu, 18 April 2012

Dimensi Cinta


Cinta merupakan salah satu aspek psikologis. Dia termasuk salah satu dimensi dari perasaan (emosi) dasar manusia (suka, senang, benci, cinta, jijit, dan bahagia). Tetapi, menurut Izard (dalam Strongman, 1998), cinta dapat mendatangkan segala jenis emosi, baik yang menyenangkan maupun yang menyakitkan.
Menurut Stenberg, dalam sebuah teorinya mengemukakan bahwa cinta memiliki tiga dimensi dasar, yaitu hasrat (passion), keintiman (intimacy), dan komitment/keputusan (commitment/decision).
Hasrat
Dimensi ini menekankan pada intensnya perasaan serta perasaan (keterbangkitan) yang muncul dari daya tarik fisik dan daya tarik seksual. Pada cinta jenis ini, seseorang mengalami ketertarikan fisik secara nyata, selalu memikirkan orang yang dicintainya sepanjang waktu, melakukan kontak mata secara intens saat bertemu, mengalami perasaan indah serta melambung ke awan, mengagumi dan terpesona dengan pasangan, detak jantung meningkat, mengalami perasaan sejahtera, ingin selalu bersama pasangan yang dicintai, memiliki energy yang besar untuk melakukan sesuatu demi pasangan mereka, merasakan adanya kesamaan dalam banyak hal, serta tentu saja merasa sangat berbahagia.
Keintiman
Dimensi ini tertuju pada kedekatan perasaan antara dua orang dan kekuatannya yang mengikat mereka untuk bersama. Sebuah hubungan akan mencapai keintiman emosional jika kedua pihak saling mengerti, terbuka, dan saling mendukung, serta bisa berbicara apa pun tanpa merasa takut ditolak. Mereka mampu untuk saling memaafkan dan menerima, khususnya ketika mereka tidak sependapat atau berbuat kesalahan.
Komitmen/Keputusan
Pada dimensi komitmen/keputusan, seseorang berkeputusan untuk tetap bersama dengan seorang pasangan dalam hidupnya. Komitmen dapat bermakna mencurahkan perhatian, melakukan sesuatu untuk menjaga suatu hubungan tetap langgeng, melindungi hubungan tersebut dari bahaya, serta memperbaiki bila hubungan dalam keadaan kritis.
Dimensi-dimensi diatas adalah dimensi dasar penyusun rasa cinta. Antara hasrat, keintiman dan komitment/keputusan adalah sebuah bentuk aplikasi cinta yang sempurna menurut Stenberg. Kehilangan salah satu dimensinya, akan mengurangi esensi dari cinta itu sendiri.