Rabu, 05 November 2008

Terlambat, Didenda dan Jera-lah

Terlambat, Didenda dan Jera-lah
Oleh: Yupiter Sulifan

Dua orang siswa berlarian memasuki gerbang sebuah sekolah menengah. Dari luar halaman sekolah terlihat jam dinding berukuran besar yang menempel didinding gapura masuk jarumnya sudah menunjuk angka 06.45.
Tak mengherankan kalau kedua siswa tadi berlarian, takut kalau pintu gerbang ditutup. Karena terlambat masuk sekolah, oleh petugas keamanan sekolah, keduanya mendapat ‘ganjaran’ dengan berdiri di tengah lapangan basket. Sambil berselempang tas sekolah, masing-masing memegang kedua telinganya. Tidak hanya perlakuan ini yang mereka terima, kaki kiri mereka diangkat.
Tak urung, hal ini memancing tawa teman satu sekolah. Apalagi kedua siswa ini sudah langganan terlambat masuk sekolah.
Itulah cuplikan sinetron remaja bersetting sekolah yang ditayangkan oleh sebuah stasiun teve swasta nasional yang jam tayangnya siang hari.
Walau terjadi di cerita sinetron, tapi gambaran tadi sering kita jumpai secara nyata diberbagai sekolah menengah disekitar kita. Siswa yang terlambat datang ke sekolah selalu akan mendapat sangsi atau hukuman. Dan sangsi atau hukuman yang diberikan ke siswa tadi berbeda dari satu sekolah dengan sekolah lainnya.
Selain disuruh berdiri ditengah lapangan, ada juga siswa yang disuruh push up atau berlari mengelilingi lapangan basket sebanyak beberapa kali. Di lain sekolah, memperlakukan siswa yang terlambat dengan memberikan tugas membersihkan kamar mandi/wc sekolah. Ada pula sekolah yang menjemur siswa terlambat hingga satu jam pelajaran.
Tak jarang sekolah memberi tugas kepada siswa terlambatnya dengan menyuruh menyapu halaman atau teras kelas, tak peduli siswa laki-laki ataupun perempuan. Ada sekolah yang tidak memberi sangsi fisik kepada siswa yang terlambat masuk. Tetapi lebih condong memberikan tugas-tugas yang bersifat akademis.
Misalnya dengan memberi tugas merangkum satu buku tertentu di perpustakaan selama satu jam pelajaran. Dan hasil rangkuman ini dikumpulkan di guru yang bersangkutan, ketika waktu sang murid tadi terlambat.
Selain itu juga ada sekolah (khusus sekolah agama, madrasah) yang menerapkan sangsi berupa membaca surat-surat Al-Quran, misalnya Yasin sebanyak lima kali dihadapan guru piket/ketertiban. Bahkan ada yang memberikan tugas membuat puisi atau kaligrafi.
Kalau diurai satu persatu, macam pemberian sangsi bagi siswa yang terlambat sudah tak terhitung banyaknya. Dasar pemberian sangsi inipun sangat beragam. Bagi sekolah yang menerapkan sangsi fisik ini mempunyai alasan dengan diberi hukuman lari atau sangsi fisik lainnya, siswa akan capek atau setidaknya malu karena berlari mengelilingi lapangan basket dan dilihat teman-teman satu sekolahnya.
Sedangkan bagi sekolah yang menerapkan sangsi akademis, siswa akan merasa terbebani dengan tugas-tugas tambahan yang cukup menyita pikiran, tenaga dan waktunya. Disisi lain, sekolah ingin memberikan pelajaran cepat tanggap dengan rangkuman tadi dalam hitungan satu jam pelajaran.
Baik sangsi fisik ataupun akademis, yang pasti satu tujuannya yakni memberikan efek jera kepada siswa agar tidak terlambat lagi. Tapi, sudah efektifkah kedua penerapan sangsi ini? Seberapa besar jumlah siswa yang tidak terlambat? Apakah mengalami penurunan jumlah siswa yang terlambat?
Contoh kasus di Madrasah Aliyah Darul Ulum Waru, tempat dimana penulis mengabdikan diri sebagai konselor pendidikan, dari 628 siswa, rata-rata dalam setiap harinya ada sekitar 30 siswa yang terlambat. Dengan berbagai alasan mereka kemukakan penyebab keterlambatannya tadi. Kalau tidak ban sepeda bocor atau kepis, kendaraan lyn-nya yang jalannya pelanlah atau alasan klasik, bangun kesiangan.
Awalnya pihak sekolah, dalam hal ini petugas ketertiban dan penjaga sekolah, memberi sangsi fisik. Awalnya sangsi yang diberikan berupa push up bagi siswa dan siswinya disuruh melompat beberapa kali dengan kedua tangan dibelakang kepala. Rupanya cara ini kurang menampakkan hasil, siswa masih banyak yang terlambat.
Sangsi ditingkatkan dengan menyuruh berlari mengelilingi lapangan bola basket sebanyak beberapa kali, cara ini kurang membawa hasil. Bahkan ada beberapa orang tua dan wali murid yang berkomentar miring tentang pemberian sangsi ini. ”Ini perbuatan yang tidak manusiawi, sekolah bukan tempat militerisme atau siswa butuh kasih sayang bukan siksaan,” begitulah nada-nada miring yang sampai di pihak sekolah.
Guna menghentikan nada-nada sumbang tadi, pihak sekolah memberi keringanan sangsi dari berlari mengelilingi lapangan sekarang memegang sapu dan lap, bersih-bersih. Rupanya perlakuan ini tidak menyurutkan jumlah siswa yang terlambat. Mereka malah asyik bermain-main dengan sapu dan lap yang dipegangnya.
Setelah beberapa waktu penerapan sangsi semacam ini kami kaji dan akhirnya sangsi fisik ditiadakan dan diganti dengan sangsi akademis. Dengan asumsi, kami ingin memberikan tambahan ilmu kepada siswa tanpa mereka sadari.
Apa bentuknya? Yakni dengan memberikan tugas merangkum satu buku tertentu diperpustakaan dan dalam waktu satu jam pelajaran, waktu saat siswa terlambat ini harus selesai dan dikumpulkan ke guru bidang studi yang bersangkutan.
Mungkin karena waktunya hanya 45 menit maka hasil rangkuman mereka malah tak terbaca dan sulit dimengerti, ini menjadi tugas baru bagi guru bidang studi yang bersangkutan. Dan siswa yang terlambat juga belum menurun jumlahnya dengan penerapan sangsi akademis semacam ini.
Begitu juga dengan sangsi disuruh membaca surat-surat dalam Al-Quran beberapa kali, ini ternyata butuh tenaga dan waktu tersendiri untuk membetulkan bacaan yang keliru. Keterbatasan jumlah tenaga ketertiban yang menjadi salah satu kendala dan anehnya siswa yang terlambat juga tidak berkurang jumlahnya.
Manfaatkan Kelemahan Siswa
Sembari menerapkan sangsi akademis, penulis berusaha mencari cara agar bisa mengurangi jumlah siswa yang terlambat. Penulis berusaha menghubungi teman sejawat via millis ataupun mengkontak teman konselor di beberapa sekolah. Setidaknya dari pengalaman mereka, penulis bisa mengambil hikmah.
Penulis juga membaca beberapa literatur tentang cara menangani siswa bermasalah dan rata-rata isinya sudah diterapkan di Aliyah Darul Ulum. Tak lupa penulis juga membaca kembali catatan kuliah dulu, mungkin ada yang bisa diambil. Ternyata dicatatan kuliah inilah penulis mendapatkan ide.
Dalam buku catatan mata kuliah Psikologi Pendidikan yang dibimbing Drs. Suroso, MS dosen Psikologi Pendidikan Untag Surabaya (almamater penulis), dalam suatu pertemuan beliau pernah mengatakan bahwa salah satu cara meredam kenakalan remaja yakni dengan memanfaatkan kelemahan remaja yang bersangkutan.
Pernyataan inilah yang memunculkan ide bagi penulis untuk memberikan bentuk sangsi baru kepada murid Aliyah Darul Ulum yang terlambat. Seperti kita ketahui, siswa Aliyah sudah memasuki tahap perkembangan remaja. Adanya persamaan status inilah yang menjadikan penulis bersemangat menerapkan sangsi baru. Berupa apakah sangsi yang baru ini?
Bagi siswa yang terlambat akan dikenakan sangsi berupa denda uang, ya semacam operasi yustisilah kalau dibidang kebersihan. Sekali terlambat, seorang siswa didenda seribu rupiah. Bila besoknya terlambat lagi maka dendanya bertambah menjadi dua kali lipat yakni dua ribu. Bila terlambat beberapa hari berturut-turut maka dendanya kelipatan jumlah hari terlambatnya tadi.
Apa hubungannya terlambat didenda uang dengan kelemahan siswa Aliyah Darul Ulum? Menurut data statistik di bagian TU, tingkat perekonomian keluarga siswa-siswi sekolah kami rata-rata ekonomi menengah kebawah. Salah satu indikator dari hal ini adalah, siswa yang mempunyai tunggakan pembayaran uang sekolah hingga dua bulan berturut-turut sebanyak 80% dari jumlah siswa yang ada. Bukan hanya pembayaran uang sekolah yang nunggak, uang kitab/LKS bahkan uang Penerimaan Siswa Baru (PSB) dan daftar ulang masih banyak yang belum lunas. Penulis bisa menyimpulkan bahwa kelemahan siswa Darul Ulum yakni soal kepemilikan uang.
Secara acak penulis mendapatkan hasil bahwa uang saku mereka tak lebih dari lima ribu rupiah, inipun jumlahnya sedikit sekali. Kebanyakan mereka mempunyai uang saku tiga ribu dan uang sebesar ini hanya cukup untuk beli bakso beserta es sirupnya. Atas dasar fakta-fakta tersebut, denda uang bagi siswa yang terlambat diterapkan.
Alhasil, sungguh sangat menggembirakan, bila biasanya yang terlambat sekitar 30 anak setelah sangsi denda uang diterapkan (dimulai pertengahan Nopember tahun 2007 lalu) jumlahnya berkurang drastis. Dihari pertama jumlah siswa yang terlambat hanya 10 anak, hari kedua menyusut jadi enam anak hingga kini rata-rata siswa yang terlambat setiap harinya berjumlah tiga anak. Bagaimana bila siswa yang terlambat tidak punya uang? Dia disuruh pulang sambil membawa surat panggilan orang tua dan disuruh datang pada hari itu juga. Siswa dan orang tua akan diberi wawasan oleh guru BK.
Untuk apa uang yang terkumpul dari hasil denda tadi? Uang ini akan kembali ke siswa dalam berbagai bentuk, dibelikan jam dinding untuk tiap-tiap kelas ataupun keperluan lain yang semuanya untuk kepentingan siswa di sekolah. Dan hasil uang yang didapat ini selalu diumumkan setiap acara upacara bendera dan istigotsah rutin.
Bukan berarti sangsi denda ini tidak menuai protes. Beberapa siswa mengajukan protes ke Kepala Madrasah soal sangsi denda uang ini, sampai kapan berakhirnya? Secara diplomatis dan logis, beliau menyampaikan ke siswa tadi,”Sangsi denda uang ini akan berakhir ketika kalian sudah tidak ada yang terlambat datang ke sekolah!”
Sebaik-baik program dan aturan tentu harus dilakukan secara kontinyu dan kontisten. Inilah yang bisa kita lakukan dan semua berpulang pada satu tujuan, mengantarkan anak didik kita menjadi orang yang sukses dan berguna bagi semuanya.

Resume: salah satu cara mengurangi jumlah siswa yang terlambat yakni dengan cara menerapkan sangsi denda uang. Hasil denda uang ini akan dikembalikan ke siswa dalam bentuk kelengkapan kelas, jam dinding atau peralatan lainnya. Ini harus dilakukan secara kontinyu dan konsisten agar bisa mendapatkan hasil yang lebih baik.

Penulis adalah guru BK/BP di Madrasah Aliyah Darul Ulum Waru Sidoarjo.

Yupiter Sulifan, S.Psi
Jl. Kyai Zainal Abidin No.13 RT/RW 02/01 Tambaksumur Waru Sidoarjo 61256
Telp. 031-70822437

2 komentar:

Unknown mengatakan...

ASS.

pak ini arif dwi saputro

masih inget ga ?

GmN kBar MADUWA pAk ?

Unknown mengatakan...

saya pernah nyoba cara seperti itu pak...tapi malah saya tidak tega melihatnya. alasan mereka terlambatlah yang membuat saya berpikir dua kali.. (http://ndru.info)