Sabtu, 21 November 2009

Zikir dan Kesejahteraan Jiwa



Dalam beberapa dekade belakangan ini, seolah sudah membudaya masyarakat kita mengikuti majelis-majelis zikir. Bahkan, zikir yang seharusnya menjadi sebuah kewajiban ibadah bagi pemeluknya kini tak ubahnya seperti sebuah gaya hidup. Tak mengherankan kalau bermunculan majelis-majelis zikir di berbagai pelosok tempat, bahkan di acara televisi, zikir sudah menjadi acara rutin yang dinantikan pemirsanya.
Walau hanya mengikuti acara zikir di televisi tak jarang pemirsanya juga terlarut dalam alunan asma-asma Allah yang dilantunkan dalam zikir tadi. Meneteskan air mata hingga pingsan, sering terjadi tatkala seseorang melakukan zikir ini.
Terlepas dari itu semua, sebenarnya kalau kita kaji lebih mendalam ternyata zikir ini bukan sekedar kita mengingat Allah SWT saja melainkan bisa membimbing kita menuju jiwa yang lebih sehat dan sejahtera.
Zikir dalam arti sempit yaitu mengingat Allah SWT. Zikir, menyebut-nyebut nama Allah SWT dan merenungkan kuasa, sifat, dan perbuatan serta nikmat-nikmat-Nya menghasilkan ketenangan batin. Allah SWT menegaskan dalam ayat berikut ini. “(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram.” (QS Ar-Ra’d : 28).
Sedang dalam arti luas, zikir yaitu mengerjakan puasa, sholat, bertobat dan semua amal shaleh yang ikhlas karena Allah SWT semata. Sebagaimana yang ditunjukkan Allah SWT dalam firmanNya : “Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan hatinya (jiwanya) dan dia mengingat nama Tuhannya lalu bersholat. Tetapi kamu memilih kehidupan duniawi. Sedangkan akhirat itu adalah lebih baik dan lebih kekal.” (QS Al’Alaa : 14-17).
Hati atau jiwa yang tidak bersih akan membawa perasaan tidak tenang dan tidak nyaman. Perasaan seperti inilah yang sering mengganggu kita, baik bersifat internal, seperti rasa takut akan sesuatu dan rasa putus asa akibat tidak mendapatkan sesuatu, maupun eksternal, seperti kalah bersaing dengan orang lain dalam mencapai sesuatu dan tidak adanya jaminan akan keselamatan hidup atau masa depan. Tidak heran bila perasaan tidak tenang itu dapat mengakibatkan seseorang menjadi stres. Nah, salah satu cara yang dapat kita lakukan untuk menghilangkan perasaan tidak tenang dan tidak nyaman itu adalah dengan zikir mengingat Allah SWT.
Zikir = Pekerjaan Jiwa
Dalam kajian ilmu psikologi, mengingat atau menyadari adalah pekerjaan jiwa yang berhubungan dengan tingkah laku manusia sehari-hari. Ingatan dan kesadaran itu bisa timbul disebabkan oleh pacuan yang datang dari luar. Seperti yang dituturkan Prof. Dr. Muller Freinfels, seorang ahli kejiwaan, ingatan dan kesadaran ini juga bisa timbul dari dalam pikiran (jiwa) sebagai hasil suatu reproduksi terhadap pengalaman panca indra.
Dari hasil reproduksi ini muncullah tanggapan. Tanggapan yang satu bergabung dengan yang lain menghasilkan suatu susunan ingatan dan kesadaran. Dan akhirnya zikir ialah ingatan kembali kepada Allah SWT sebagai hasil dari pengalaman yang dicapai oleh panca indra kita.
Zikir yang biasa kita dengar sehari-hari juga dapat berarti doa, pengharapan, tahmid dan pengagungan serta sanjungan kepada Allah SWT. Zikir lebih menonjolkan segi estetika atau rasa keindahan dalam hal ini adalah hubbul jamal (cinta kepada Dzat Yang Maha Indah) atau Allah SWT. Zikir itu mengingat Allah SWT dalam arti mengingat disini bukanlah mengingat suatu peristiwa tetapi mengngiat dengan keyakinan akan kebenaran Allah SWT dengan segala sifatNya.
Sayid Syahid Hasan Al Banaa pernah mengungkapkan dengan tegas bahwa apa saja yang mendekatkan diri kepada Allah dan semua ingatan yang menjadikan diri kita dekat kepada Allah adalah zikir.
Lantas, mengapa dengan zikir, hati menjadi tenang dan tenteram?
Hati dapat merasakan gelisah, sengsara, resah, susah, dan sedih. Ia juga bisa tertutup, mati, berkarat, melemah, lalai, dan lupa. Sebaliknya, ia juga bisa merasa nyaman, tenteram, senang, gembira, dan bahagia. Ia juga bisa terbuka, hidup, bersih, menguat, ingat, dan terjaga.
Salah satu faktor penyebab yang membuat hati menjadi tidak tenteram dan tidak tenang adalah ghaflah, alias lalai dan lupa kepada Allah SWT. Orang yang lalai dan lupa kepada Allah SWT akan membuatnya lupa kepada dirinya sendiri. Orang yang lalai dari zikir juga tidak akan pernah merasa hidupnya tenang dan tenteram. Ia akan selalu dalam keadaan gelisah, resah, dan susah. Orang yang lupa kepada Allah SWT akan tenggelam ke dalam telaga kelupaan, kebimbangan, dan keterasingan. Ia akan jauh dari lingkaran cahaya dan akan masuk ke dalam lingkaran kegelapan. Allah SWT menegaskan, “Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah SWT menjadikan mereka lupa kepada diri mereka sendiri.” (QS Al-Hasyr : 19).
Sementara itu, orang yang ingat, zikir kepada Allah SWT, hatinya akan tenteram dan tenang. Ia akan ingat kepada dirinya sendiri dan Allah SWT pun akan membuatnya ingat kepada dirinya sendiri. Hidupnya akan tenang dan tenteram. Ia akan selalu berada dalam lingkaran cahaya. Sebab, zikir dapat menghilangkan rasa sedih dan rasa gelisah dari hati.
Zikir dapat mendatangkan kebahagiaan hati. Ia dapat menyinari hati dan menguatkannya. Ia dapat menghidupkan hati dan membersihkannya dari kotoran dan karat. Orang yang berzikir akan senantiasa dekat dengan Allah SWT. Dan, Allah SWT pun akan senantiasa bersamanya. Zikir merupakan obat hati dan lalai adalah penyakitnya. Hati yang sakit hanya dapat diobati dan disembuhkan dengan zikir kepada Allah SWT.
Zikir dan Teori Kepribadian
Dalam hadist riwayat Bukhori, Abu Musa Al Asy’ari r.a. bercerita bahwa Rasulullah SAW bersabda: Perumpamaan orang yang berzikir dan orang yang tidak zikir kepada Allah SWT, bagaikan hidup dan mati.
Pengertian hidup dan mati disini hakekatnya adalah persoalan hati/jiwa. Orang yang hatinya hidup mampu mengerahkan potensi akal, perasaan serta gerak jasmaninya, sedang orang yang jiwanya telah mati sudah tidak atau kurang dapat berbuat apa-apa yang berarti bagi hidupnya.
Jangankan mati, hati baru sakit saja banyak anggota tubuh yang tidak berfungsi. “Ketahuilah, sesungguhnya di dalam tubuh manusia terdapat segumpal darah. Apabila darah itu baik maka seluruh tubuh itu akan baik. Tetapi bila rusak (sakit) maka rusaklah semua fungsi tubuh. Ketahuilah segumpal darah itu ialah kalbu (hati).” (Hadist riwayat: Muttafaq alaih).
Menurut teori kepribadian Sigmund Freud, orang yang tidak zikir atau yang selalu tidak ingat Allah SWT, semua gerak dan irama hidupnya akan selalu dalam pengaruh Das es. Das Ich manusia akan senantiasa mengikuti pengaruh alam bawah sadar (Das es) tadi. Ini mengakibatkan pengaruh Super Ego tidak berperan sama sekali.
Bila Das es mendominasi dalam tingkah laku maka manusia akan menuruti semua keinginannya. Tak peduli, apakah keinginannya itu sesuai dengan norma-norma ataupun tidak, bukan menjadi persoalan. Misalkan rasa lapar, perut menuntut untuk diberi makan. Otak pusat syaraf memerintahkan tangan untuk mengambil makanan, mulutpun siap untuk mengunyah apa saja yang masuk. Disini tidak perlu adanya kesadaran apakah makanan ini halal atau haram, melanggar hak orang lain atau tidak. Semuanya sama saja bagi ego manusia.
Dengan senantiasa berzikir kepada Allah SWT, super ego akan selalu terjaga. Super ego akan berfungsi sebagai pengontrol bagi tingkah laku manusia dengan baik. Sehingga dengan berzikir manusia akan sejahtera jiwanya.
Menurut ilmu medis, dalam otak manusia terdapat zat kimiawi yang secara otomatis keluar ketika seseorang berzikir. Zat itu bernama endhorphin. Zat ini mempunyai fungsi menenangkan otak, sebagaimana morfin yang bisa menenangkan otak. Bedanya, morfin berasal dari luar tubuh, sementara endhorphin berasal dari dalam tubuh.
Zikir yang mengantarkan kepada ketenangan dan ketenteraman hati bukanlah zikir sekadar ucapan lisan semata, melainkan harus dimaksudkan untuk mendorong kita menuju kesadaran tentang kebesaran dan kekuasaan Allah SWT. Ketika kita menyadari bahwa Allah SWT adalah Penguasa tunggal dan Pengatur alam raya dan yang dalam genggaman tangan-Nya segala sesuatu, maka menyebut nama-Nya, mengingat kekuasaan-Nya, serta sifat-sifat-Nya yang agung, pasti akan melahirkan ketenangan, ketenteraman dan kesejahteraan dalam jiwa kita.
“Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu yaitu bagi orang yang mengharap rahmad Allah dan kedatangan hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (QS. Al Ahzab : 21).***
Yupiter Sulifan, S.Psi (tulisan ini juga dimuat di tabloid PENA Diknas Sidoarjo edisi Nopember 2009)

Tidak ada komentar: