Selasa, 25 Agustus 2009

Peran Guru BK dalam Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa

Salah satu elemen penting yang ada dilingkup sistem pendidikan sekolah adalah keberadaan layanan Bimbingan dan konseling. Bimbingan konseling adalah pelayanan bantuan untuk peserta didik, baik secara perorangan ataupun kelompok agar mandiri dan berkembang secara optimal, dalam bimbingan pribadi, sosial, belajar dan karir, melalui berbagai jenis pelayanan dan kegiatan pendukung berdasarkan norma-norma yang berlaku.
Kegiatan ini harus mampu memberikan hal-hal positif kepada peserta didik, membantu meringankan beban, menemukan alternatif pemecahan masalah, mendorong semangat dan memberikan penguatan serta ketenangan kepada peserta didik secara tepat. Maka pelayanan bimbingannya menyentuh ranah afektif yaitu membantu peserta didik untuk mengembangkan potensi, tanggung jawab, hubungan interpersonal, motivasi, komitmen, daya juang serta pengembangan karir. Profesi bimbingan konseling merupakan keahlian pelayanan yang bersifat psikopedagogis dalam bingkai budaya artinya bahwa pelayanan yang diberikan harus mengacu pada upaya pendidikan dengan memperhatikan aspek psikologis dan unsur budaya yang menyertainya. Tentu saja aspek budaya disesuaikan dengan kondisi daerah sekolah tersebut. Kebiasaan yang terjadi pada sekolah-sekolah di daerah tidak bisa dibuat pola yang sama dengan sekolah yang ada di kota. Misalnya dari sisi kebiasaan, sopan santun, ataupun kemampuannya.
Dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional maupun Undang-undang tentang Guru dan Dosen disebutkan bahwa guru bimbingan dan konseling ini disebut sebagai konselor pendidikan.
Tugas konselor mencakup beberapa layanan antara lain layanan orientasi (pengenalan lingkungan sekolah yang baru), layanan informasi (berbagai informasi untuk menambah wawasan dalam merencanakan masa depan), layanan penempatan (membantu siswa menyalurkan bakat, minat atau kelanjutan studi yang dipilih melalui hasil belajar serta hasil psikotes sebagai bahan pertimbangan), layanan pembelajaran (membantu siswa mengembangkan diri kerkaitan dengan sikap dan kebiasaan belajar, materi belajar yang cocok dengan kemampuannya serta berbagai aspek tujuan dan kegiatan belajar lainnya, layanan konseling individu/kelompok (membantu mengatasi masalah baik yang disadari maupun tidak disadari oleh siswa secara individu atau kelompok) serta layanan bimbingan kelompok. Namun paradigma yang berkembang saat ini terhadap peran petugas bimbingan konseling masih dianggap sebagai momok oleh kebanyakan siswa, karena citra dan peran konselor sekolah itu sendiri menampakkan sebutan tersebut. Konselor hanya berperan sebagai pemberi sangsi, menunggu bola dengan duduk manis menanti siswa yang ingin mendapatkan layanan konseling dan baru mengambil tindakan ketika masalah muncul. Sebenarnya konselor sekolah tidak menjadi bagian dari ketertiban sekolah. Sehingga sebutan konselor sebagai polisi sekolah tidak akan terjadi lagi.
Sebutan ini terkait dengan keterlibatan konselor dalam bidang ketertiban, hal itu terjadi karena pelanggaran yang dilakukan siswa akan mendapat sangsi yang mungkin sifatnya fisik, sementara konselor menangani masalah yang sifatnya psikis. Kesulitan untuk membedakan peran ini yang mempertegas sebutan tersebut. Kalaupun konselor harus bertindak secara tegas untuk menangani pelanggaran yang dilakukan siswa maka hendaknya menggunakan pendekatan yang membuat siswa tetap merasa diakui sebagai pribadi yang berharga, dengan demikian siswa akan dengan rela menjalani risiko dari pelanggaran yang dibuat tanpa merasa terpaksa. Konselor memerlukan kepekaan dalam melakukan peran dan tugasnya, ada kelakar yang mengatakan kalau konselor itu harus punya indra keenam yang digunakan untuk menangkap permasalahan yang dihadapi siswa. Misalnya hanya dengan mendengarkan rekan guru bercerita tentang seorang siswa pada saat mengikuti pelajaran maka sudah menjadi data yang bisa ditindaklanjuti dengan melengkapi data-data dari sumber lain. Konselor sekolah juga memberikan pelayanan bimbingan dan konseling dalam memfasilitasi pengembangan diri siswa sesuai bakat, minat serta mempertimbangkan tahapan tugas perkembangannya.
Apabila implementasi pelayanan konseling berjalan secara benar di sekolah, maka harapan terhadap peningkatan hasil belajar siswa tentu dapat terwujud. Pengoptimalan kinerja konselor sekolah diharapkan dapat mengembalikan peran konselor dari hanya sekedar sebagai polisi sekolah yang menangani siswa bermasalah kepada fitrahnya yakni mendampingi dan membimbing siswa untuk meraih impian suksesnya. Tentu saja ini semua harus didukung berbagai komponen yang ada di sekolah agar tercipta pelayanan bimbingan dan konseling yang kondusif.

Tidak ada komentar: