Jumat, 27 Juli 2007

Pentingnya Proses Editing

"Uhh...masak aku kirim artikel beberapa kali ke redaksi tapi ndak satu pun yang dimuat. Emang aku yang bego or redaksi yang telmi. Uuuhhh...," keluh seorang gadis tanggung menanggapi kiriman puisinya yang tidak pernah dimuat di sebuah majalah remaja terbitan ibukota. Putus asa dan akhirnya membuang jauh impiannya jadi seorang sastrawan. Kasihan bukan?
Banyak orang besar, atau yang memiliki potensi untuk menjadi orang besar, mengalami kegagalan bukan karena hambatan dan masalah besar, melainkan terjerembab hanya oleh karena kerikil-kerikil kecil yang mengganjal perjalanan kerja-nya. Demikian juga dalam dunia tulis-menulis. Teramat banyak orang gagal karena masalah-masalah sepele yang luput dari perhatiannya. Tidak terhitung jumlah tulisan, berita, artikel, dan lain sebagainya yang dengan terpaksa "mental" dari meja redaksi surat kabar hanya karena kesalahan dua atau tiga kata yang salah tulis atau salah ketik.Jangan pernah berpikir bahwa jika tulisan-tulisan yang Anda kirim ke redaksi sebuah surat kabar, majalah, atau penerbit, yang dikembalikan kepada penulisnya melulu karena tulisan Anda itu tidak bermutu. Harus diyakinkan pada diri sendiri bahwa tulisan Anda itu berkualitas tinggi, setidaknya bagi Anda sendiri sebagai pembuatnya. Jika akhirnya ditolak oleh sebuah atau berbagai media massa, biasanya alasan penolakan itu berputar pada: esensi tulisan yang berbeda dengan misi media, dan yang terbanyak adalah karena "kesalahan kecil" salah ketik dan penggunaan kata/bahasa dalam tulisan yang kurang tepat.Jurnal ilmiah baik nasional dan apalagi internasional lebih "ketat" lagi. Editor jurnal ilmiah internasional mempersyaratkan kesalahan ketik hanya boleh 3 kali dalam sebuah tulisan. Artinya, saat seorang editor membaca tulisan ilmiah Anda dan tiba pada kesalahan ketik yang ke-4, maka dengan segera tulisan tersebut akan dilempar ke tong sampah, tidak perduli apakah substansi tulisan Anda itu penting atau tidak. Bahkan bila teramat pentingpun, tulisan ilmiah itu akan segera dikembalikan kepada Anda untuk diedit, direvisi atau diperbaiki lagi. Dalam kasus terakhir ini, yang pasti kredibilitas tulisan dan penulisnya telah mengalami degradasi dan sulit untuk bersaing dengan tulisan-tulisan ilmiah kiriman penulis lainnya.Mengedit dapat diartikan sebagai kegiatan membaca kembali sambil menemukan kesalahan-kesalahan redaksional sebuah tulisan. Proses ini biasanya dilakukan oleh diri sendiri terhadap tulisan sendiri dan oleh editor berbagai media massa – harian, mingguan, tabloid, majalah, dan lain sebagainya. Kegiatan edit-mengedit terlihat sepele sehingga tahap ini sering sekali kita abaikan. Padahal, pengalaman hampir semua penulis besar mengungkapkan bahwa proses editing adalah sebuah tahapan menulis yang menjadi salah satu kunci sukses mereka menjadi penulis ternama. Ada penulis yang beranggapan bahwa berhubung ada tim editor pada setiap surat kabar atau media massa, sehingga setiap penulis boleh saja mengirimkan tulisannya kepada redaksi sebuah media massa tanpa harus diedit alias masih amat mentah, belum terverifikasi ketepatan kata, tanda baca, pemenggalan kalimat, dan lai-lain. Pendapat ini ada benarnya, tetapi bila Anda terbiasa melakukan editing dan terutama memastikan bahwa tulisan Anda terhindar dari kesalahan-kesalahan redaksional kecil, maka keuntungan itu tidak akan dinikmati oleh orang lain, melainkan oleh diri Anda sendiri. Keuntungan itu antara lain: pesan Anda dapat ditangkap dengan baik oleh editor dan pembaca, disiplin tulis-menulis Anda akan semakin meningkat dan berimbas kepada kharakter kepribadian Anda yang baik dalam menghadapi tugas-tugas lain, dan tulisan Anda akan cepat dimuat atau ditayangkan di media massa sasaran Anda karena sudah "bersih" dari kesalahan-kesalahan redaksional.Ada beberapa panduan yang mungkin bisa Anda pakai untuk menulis suatu artikel dengan baik dan benar. Menurut Wilson Lalengke, dalam memahami dan menerapkan ketentuan-ketentuan ini perlu ditunjang oleh keinginan Anda untuk belajar tata bahasa Indonesia yang baik dan benar. Melalui pola ini, Anda bekerja dengan modal berbahasa yang berkualitas tinggi. Lagi, ketentuan-ketentuan di bawah inipun, hanya sekumpulan kecil dari hal-hal yang perlu diketahui, dipahami, dan diterapkan oleh seorang penulis. Mempelajari dan menambahkan dengan ketentuan atau kaidah penulisan yang baik lainnya menjadi tugas kita bersama.Kesalahan pertama yang sering dan mudah dijumpai adalah kesalahan menempatkan posisi tanda-tanda baca, seperti tanda "titik", "koma", "titik dua", "titik koma", dan lain-lain. Fungsi titik pada umumnya adalah untuk mengakhiri sebuah kalimat. Sehingga setiap kalimat yang sudah selesai perlu diberi tanda titik (.). Tanda ini dibuat segera setelah kata yang terakhir pada kalimat itu tanpa diantarai oleh spasi alias menempel pada kata terakhir. Misalnya: "Kucing itu memanjat pohon untuk menangkap burung.", bukan "Kucing itu memanjat pohon untuk menangkap burung ." Perhatikan tanda titik yang dibuat setelah kata "burung".Setelah tanda titik, diharuskan memberikan spasi (jarak antara) untuk memulai kalimat baru. Misalnya: "Kucing itu memanjat pohon untuk menangkap burung. Dia berusaha memanjat dengan mengendap-endap agar tidak terdengar oleh sang burung sasarannya." Perhatikan dengan seksama tanda titik setelah kata "burung" segera diikuti tanda antara (spasi) sebanyak 1 kali, tidak 2 kali atau lebih. Khusus tanda jarak antara atau spasi ini, perlu diletakan tidak hanya di antara setiap 2 kata, tetapi juga setelah tanda-tanda baca (titik, koma, titik dua, titik koma, tanda seru, tanda tanya, dan lain-lain).Tanda koma (,), titik dua (:), titik koma (;), dan tanda baca yang lain seperti tanda tanya (?), tanda seru (!), diletakkan segera atau menempel pada kata yang mendahuluinya. Misalnya: "Ketiganya adalah Andy, Anna, dan Anggun." Perhatikan tanda koma yang diletakkan segera tanpa spasi setelah kata Andy, Anna, dan Anggun. Demikian juga dengan tanda-tanda baca lainnya, misalnya (contoh:), (saya;), (mengapa?), (pergilah!) ("dia sedang bepergian"), dan seterusnya. Khusus tanda kurung (…), tanda kurung pembuka diletakkan segera sebelum kata atau menempel pada kata yang akan mengikutinya; dan tanda kurung penutup diletakkan segera sesudah kata yang mendahuluinya. Demikian juga dengan tanda petik ("… "), tanda petik pembuka ditempelkan pada kata yang akan mengikutinya, sedangkan tanda petik penutup ditempelkan setelah kata yang mendahuluinya. Namun perlu diperhatikan bahwa bila kalimat yang dalam tanda petik itu adalah sebuah kalimat langsung yang diikuti tanda titik, maka tandabaca titik itu harus diletakkan sebelum tanda petik penutup. Misalnya: dia berkata "Kami akan segera ke sana." Perhatikan tanda titik yang ada di dalam tanda petik.Kesalahan editing lainnya yang sering sekali muncul dari artikel-artikel penulis, baik penulis pemula maupun profesional adalah "salah ketik". Seperti sudah saya sebutkan di atas, sayapun tidak terlepas dari kekurang-telitian pengetikan ini. Misalnya, kata "bisa" tertulis "bias", kata "hukum" menjadi "hukom", "menganggap" menjadi "mengangap", dan seterusnya. Kesalahan-kesalahan ketik seperti contoh berikut ini lebih fatal akibatnya karena merubah makna. Oleh sebab itu perlu benar dihindari agar pesan yang ingin Anda sampaikan tidak harus hilang oleh kesalahan ketik. Contohnya: kata "tetapi" menjadi "tetap", kata "memang" menjadi "menang", kata "busung" menjadi "burung", dan lain-lain.Perlu diingat bahwa dalam melakukan editing, penulis juga perlu memperhatikan kaidah-kaidah bahasa yang berlaku. Contoh kesalahan yang sering terjadi adalah penempatan spasi di antara suku kata "di" dan kata yang mengikutinya, seperti "di bahas" yang seharusnya "dibahas", "di rekam" yang mestinya "direkam", "di balas" seharusnya "dibalas", dan lain-lain. Satu kunci sederhana untuk menentukan apakah suku kata "di" itu perlu dipisahkan dari kata dasarnya adalah apakah kata setelah "di" itu merupakan kata tempat atau bukan. Misalnya "di sekolah" bukan "disekolah". Perhatikan bahwa sekolah adalah kata tempat sehingga kata itu dipisahkan dari partikel "di" yang mendahuluinya. Namun akan berbeda jika suku kata "di" itu berfungsi sebagai awalan (prefix), semisal "disekolahkan" , bukan "di sekolahkan".
Memang, menulis itu mudah tapi menulis dengan baik dan benar itu yang tidak semua orang bisa lakukan. Hanya dengan terus menulis dan menulis, mungkin ini akan bisa mengasah ketrampilan serta kepekaan kita terhadap politik redaksional suatu media cetak. Dimuat atau tidak, kita tidak harus putus asa dalam menulis. Karena menulis adalah ketrampilan, semakin sering kita menulis semakin terampil pula kita memainkan kata-kata dan merangkainya menjadi kalimat. Jadi, terus menulis dan menulis, suatu saat kesuksesan akan kita dapatkan. Semoga.***

Tidak ada komentar: