Senin, 16 Juli 2007

Menciptakan MOS yang Akrab Bersahabat


Memasuki tahun ajaran baru, ada phobia bagi orang tua yang memiliki anak sekolah di tingkat lanjutan. Bayang-bayang kekerasan dalam Masa Orientasi Siswa (MOS) terekam mendalam dalam ingatan orang tua siswa baru.
Kekerasan di berbagai lembaga pendidikan hingga membawa korban jiwa menjadi momok bagi orang tua siswa baru ketika anaknya mengikuti acara MOS. Mengingat MOS selama ini masih dipandang sebagai media balas dendam bagi senior ke yuniornya. Kegiatan tersebut bisa diterima oleh masyarakat sepanjang mempunyai tujuan posistif, karena pelaksanaannya sering menyimpang jauh dari tujuannya sehingga menimbulkan pro dan kontra bahkan terjadi penolakan.
Hal semacam itu pernah terjadi sekitar 30 tahun silam dengan sebutan perploncoan, sewaktu itu bagi siswa baru masa memasuki perploncoan terasa memasuki neraka, disamping disuruh melakukan tindakan yang aneh-aneh oleh para raka (sebutan untuk kakak kelas/senior) tidak tertutup kemungkinan terjadi penyiksaan secara pisik dan dapat menanamkan rasa balas dendam bagi siswa tahun ajaran baru berikutnya.
Bahkan bisa lebih keras lagi dari yang dialami. Karena pelaksanaan perploncoan melenceng jauh dari tujuannya sehingga kegiatan tersebut mendapat protes dari masyarakat waktu itu sehingga kegiatan semacam itu ditiadakan dan diganti dengan MOS. Dengan bentuk kegiatan seperti; ceramah tentang kondisi, prestasi dan situasi sekolah hingga melakukan bersih-bersih dilingkungan sekolah.Belakangan kegiatan MOS sudah lebih meluas lagi dari kegiatan semula dengan melakukan kegiatan baris berbaris dan kegiatan lainnya, bahkan ada kegiatan bagi siswa baru disuruh membawa barang yang tidak memiliki kaitan dengan dunia pendidikan. Disamping menyulitkan bagi siswa itu sendiri juga membuat para keluarga dan orang tua siswa kelabakan. Kalau kegiatan MOS ini tidak dicermati dan dievaluasi serta diberikan ruang gerak, maka MOS akan kembali menjadi sistim perploncoan. Untuk itu, setidaknya ada ketentuan yang baku, disamping menyangkut hal-hal yang berkaitan dengan dunia pendidikan, juga langkah-langkah yang berorentasi pada moral dan etika yang dilandasi oleh kaidah agama atau kegiatan ramah lingkungan untuk pelestarian.
Jauhi Kekerasan
Pernah suatu saat Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) menyerukan hentikan kekerasan dalam pelaksanaan Masa Orientasi Sekolah (MOS) untuk siswa baru kelas satu Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA) karena melanggar Undang-Undang Perlindungan Anak (UUPA) no 23 tahun 2002.
Kekerasan terhadap siswa baru dalam MOS bisa diancam tindak pidana. Kakak kelas siswa baru yang menganiaya adik kelasnya tidak akan luput dari hukum meskipun masih SMA. Hal ini sesuai dengan UUPA Pasal 54 yang mengatur perlindungan anak dalam lingkungan sekolah. MOS rentan terhadap tindak kekerasan fisik, psikis maupun emosional yang dirasakan oleh siswa baru.
Seperti kegiatan MOS yang memaksa siswa baru mengenakan berbagai atribut seperti kalung berbagai macam tumbuhan, kaos kaki selang-seling dan sebagainya yang membuat siswa tidak patut atau layak dalam pandangan masyarakat dapat pula dikategorikan kekerasan.
Kita lihat orang gila saja manusia yang tidak layak dianiaya, apalagi ini orang yang waras dan sehat akalnya dijadikan seperti orang gila, bukankah ini melecehkan harkat dan martabat kemanusiaan dan bisa dimasukkan sebagai salah satu kekerasan? Bukankah ini untuk melatih mental siswa baru? Bisa jadi ini melatih mental tapi apakah nanti dalam proses belajar mengajar akan ada kegiatan yang semacam itu? Walau kurikulum yang berlaku nantinya KTSP dan menuntut siswa lebih menonjolkan kreatifitasnya bukan berarti berpenampilan yang aneh-aneh (apalagi mirip orang gila) menjadi dasar melihat tingkat kreatifitas dan mental siswa.
Kalau hal semacam tiu dipertahankan dalam MOS 2007 ini maka sebaiknya MOS perlu dikembalikan ke khitahnya (tujuan dasarnya-red). MOS harus menjadi awal dari pembentukan sikap siswa baru dalam mengenal pendidikan yang berbeda dari sebelumnya. MOS saat ini merupakan 'fase' terburuk dalam pendidikan.
Orientasi sekolah harus mengenalkan siswa baru terhadap ilmu pengetahuan serta memotivasi para generasi muda tersebut untuk bersikap layaknya manusia berpendidikan.
Balas Dendam
Para siswa baru menganggap perhelatan orientasi yang dilaksanakan di sekolahnya merupakan aksi balas dendam kakak kelas terhadap adik kelas. Hal ini merupakan tradisi yang harus dirasakan siswa baru seperti juga kakak kelasnya yang telah diplonco seniornya.
Aksi balas dendam ini bisa berupa perintah ke siswa baru dari kakak kelasnya yang mengahruskan memakai atribut yang aneh-aneh. Misalnya siswa baru laki-laki yang mengikuti orientasi harus memakai topi dari koran, papan nama dari karton, kaos kaki kanan-kiri berbeda warna, tali sepatu dari rapia. Dan tas sekolah dari tas kresek.
Belum lagi siswa putri yang diharuskan mengenakan dua pita berbeda warna di rambutnya, papan nama, kaos kaki putih, sepatu hitam, dan tas sekolah dari kardus mie instant.
MOS yang dilaksanakan ini bukan penjabaran dari kegiatan Ospek yang sering dilaksanakan oleh mahasiswa di perguruan tinggi. MOS yang dilaksanakan lebih bersifat memberikan pemahaman dan pengenalan lingkungan sekolah terhadap siswa baru. Dalam kegiatan MOS lebih banyak memberikan informasi kepada para siswa, seperti informasi prestasi sekolah dan kegiatan lain yang dapat membuat siswa baru bersemangat dalam menjalani pendidikan di sekolah yang bersangkutan.
Tapi kalau misalnya dalam MOS nanti ada siswa disuruh mencari sebuah benda, itu adalah sebuah hal yang wajar. Sebab, tujuannya adalah untuk melatih cara berpikir siswa dalam menafsirkan sebuah perintah.
Lantas MOS yang lebih akrab dan bersahabat itu yang bagaimana? Setidaknya tidak ada jarak yang terlalu dalam antara siswa baru dengan seniornya atau dengan gurunya. Ini bisa dilakukan dengan diadakan dialog antara siswa baru dengan seniornya tentang segala hal yang ada di sekolah yang bersangkutan.
Misalnya cara mengajar guru, tugas-tugas yang diberikan guru, kesulitan belajar di sekolah ini, hingga cara mengatasi masalah dalam belajar di sekolah. Acara ini laiknya seorang adik bertanya pada kakak perihal seluk beluk belajar di sekolah. Diadakan simulasi proses belajar mengajar di sekolah, ada senior yang memerankan guru mengajar didepan kelas.
Ketika hal ini berlangsung pasti akan ada celetukan, komentar atau ada siswa baru yang sekedar ingin diperhatikan teman lain dengan cara melucu. Dari studi kasus inilah, sang senior tadi memberikan nasehat, saran tentang perilaku yang boleh dan tidak dilakukan oleh siswa tatkala ada guru menerangkan didepan kelas. Maka keakraban akan tercipta dengan sendirinya, antara senior dan adik kelas. Mari kita jadikan MOS 2007 menjadi embrio yang unggul bagi kemajuan pendidikan anak didik kita. Semoga!

Tidak ada komentar: