Jumat, 09 Maret 2012

Batik Gentongan Tanjungbumi, Bangkalan: Secuil Kreatifitas dari Tanah Madura


Siapa menyangka kalau di pulau Madura yang lebih dikenal orang sebagai pulau yang bertanah tandus bisa memunculkan satu kreatifitas yang spektakuler? Terlebih setelah keberadaan jembatan Suramadu, hasil kreatifitas ini semakin menjadi cirri khas Madura.  Batik Gentongan, salah satu ide kreatifitas masyarakat Madura dalam hal seni budayanya.
Ide kreatifitas ini lahir di kecamatan Tanjungbumi berjarak 50 kilometer ke utara dari kota Bangkalan. Tepatnya didaerah Peseseh, daerah pesisir pantai dan memiliki pelabuhan tempo dulu. Menemui pengusaha batik yang telah dirintis empat generasi, Zulfa batik. Wuri dan Alim suaminya, meneruskan usaha batik dari ibunda Wuri, Bu Hajjah Zulfa. Sebagai keluarga pembatik, Wuri ingin juga melestarikan budaya batik Tanjungbumi yang terkenal itu.
Tanjungbumi daerah pesisir pantai, memiliki riwayat tersendiri dengan batiknya. Dahulu batik menjadi pekerjaan perempuan di daerah itu untuk mengisi waktu luang menunggu suami mereka yang bekerja sebagai pelaut pergi ke daerah yang jauh, seperti ke pulau Kalimantan dan Sulawesi.
Bagi perempuan Tanjungbumi, menunggu kedatangan suami merupakan saat-saat paling panjang dan menegangkan. Mereka selalu gelisah apakah suaminya bisa pulang kembali dengan selamat dan bisa membawa uang untuk menghidupi rumah tangganya. Untuk mengurangi rasa gelisah tersebut, akhirnya mereka mulai belajar membatik. Namun, hingga kini belum ada yang dapat memastikan kapan para istri itu mulai membatik.
Selain itu masyarakat disana juga memiliki budaya, batik digunakan untuk simpanan. Yang diperlakukan sebagai emas atau tabungan. Atau disimpan untuk diserahkan kepada anak dan cucu, sebagai tanda kasih dan cinta ibu. Terutama bagi yang memiliki anak perawan, batik simpanan ini akan diberikan maanakala mereka mulai berumah tangga. “Mungkin sebagai kenang-kenangan dari orang tua kepada anak-anaknya,” tutur Alim. Batik menjadi salah satu sumber kekayaan dan kebanggaan mereka. Tak heran mereka melakukannya dengan sepenuh hati.
Nilai ini semakin bergeser karena zaman, membatik bukan lagi sebagai tanda kasih dan cinta ibu, namun semata-mata untuk mencari uang. Nilai komersial ini menjadi salah satu sebab mengapa hasil penggarapan batik tidak lagi sebagus yang dahulu?
Kegiatan yang dilakukan untuk membunuh waktu itu sekarang menjadi industri rakyat yang cukup besar. Tanjungbumi menjadi kecamatan terbesar di Madura yang memproduksi batik. Popularitas mulai dikenal penggemar batik tanah air.
Sekarang di Tanjungbumi ada 530 unit usaha batik dengan 1.000-an perajin. Jumlah tersebut belum termasuk para perajin yang mengerjakan secara perorangan yang sifatnya hanya sekadar kerajinan tangan saja. Unit-unit perbatikan itu tersebar di Desa Macajah, Desa Telaga Biru, Desa Paseseh dan Desa Bume Anyar.
Pada zaman dahulu, membatik menghabiskan waktu berbulan-bulan bahkan untuk batik gentongan bisa mencapai satu tahun proses hanya untuk sepotong batik. Hal ini karena motif yang sangat rumit dan detil. Luar biasa. Benar-benar sebuah mahakarya.
Tak salah jika sepotong batik gentongan Tanjungbumi ini berharga antara 2,5 juta hingga 5 juta rupiah bahkan lebih. Lebih mahal daripada emas. Bahkan untuk batik sutra, karena batik gentongan atau tulis yang halus, gambar motifnya bolak-balik/dua sisi, sedangkan pada sutra hanya satu sisi saja.
Batik gentongan merupakan batik khas Tanjungbumi, bercirikan warna yang berani (colour full) dan pengerjaan yang halus. Motif-motifnya beragam, namun tidak dapat diketahui secara pasti apakah yang menjadi motif klasik batik gentongan. Seperti yang kebanyakan, motif kembang randu, burung hong, sik melaya, ola-ola dan banyak lagi.
Bagaimanakah membedakan batik gentongan (memiliki warna biru dengan pewarna alami) dan batik biasa yang memiliki warna biru dongker dari bahan kimia? Ternyata menurut Wuri, sangat sulit membedakannya, kecuali pembatiknya sendiri. Ini tergantung dari kejujuran penjual batik kepada pembeli. Namun jika beruntung, batik gentongan ada yang masih memiliki aroma rempah-rempah karena perendaman.
Meski kekuatan warna gentongan dan batik halus pewarna sintesis sama, namun batik gentongan makin lama warnanya makin cemerlang meski kainnya telah rapuh.
Wuri kemudian menunjukkan batik gentongan miliknya yang sangat indah, bermotif til cantil. Batik dengan motif tersebut digunakan untuk kain gendongan anak bangsawan pada zaman lampau. Dan telah dihargai 5 juta rupiah namun Wuri belum ingin melepasnya. Menurutnya, batik tersebut langka karena pengerjaan yang halus dan motifnya sangat indah.
“Batik gentongan kami memang mahal, tapi kami menjual kualitas. Seperti batik ini sangat halus dan sudah ditawar 5 juta rupiah tapi saya belum ingin melepasnya. Karena motifnya indah dan pengerjaannya halus,” urai Wuri.
Biasanya pembeli langsung membeli jika ada batik dengan motif bagus, karena untuk memesan jarang bisa mendapatkan motif yang benar-benar sesuai dengan yang diinginkan.

Proses Pembatikan
Perlakuan pertama dari proses batik Jawa Timur sedikit berbeda, yaitu adanya proses perendaman kain mori menggunakan minyak nyamplong dan abu sisa pembakaran kayu dari tungku. Setelah itu baru kain di beri gambar motif (direngreng) pada kedua sisinya. Lalu diberi malam. Dan proses pewarnaan. Proses ini merupakan proses paling penting karena pada batik Jawa Timuran memiliki banyak warna. Warna yang dihasilkan adalah ukuran berhasil tidaknya proses pembatikan yang dilakukan.
Seperti pada batik gentongan, lamanya perendaman batik dalam gentong juga menentukan warna biru yang dikehendaki. Atau pewarnaan dengan warna lain yang direndam dengan warna tertentu lalu disikat hingga berulang-ulang agar didapat warna yang dikehendaki.
Setelah didapatkan warna yang dikehendaki maka dilakukan proses lorotan yaitu melorotkan atau meluruhkan lilin atau malam dengan air mendidih. Baru kemudian dijemur dipanas matahari.

Mitos Gentongan
Dalam pemrosesan batik gentongan, dihentikan jika ada tetangga yang meninggal hingga tujuh harinya. Semasa penyimpanan dalam gentong, setiap hari dilakukan proses pengangkatan dan kain diangin-anginkan. Jika ada yang meninggal proses ini dihentikan. Jika dipaksakan maka menghasilkan warna yang pudar.
Menurut Abdulrahman, masyarakat perajin batik gentongan masih meletakkan sajen setiap tujuh bulan sekali. Dengan harapan agar batik gentongan hasilnya sesuai yang diinginkan.

Mengapa hanya di Tanjungbumi?
Batik gentong hanya ada di Tanjungbumi, Madura, belum ditemukan dibuat di daerah lain. Ini dikarenakan air yang ada di pulau Madura. Air yang berkadar kapur tinggi sangat menguntungkan untuk proses pewarnaan. Warna menjadi lebih cemerlang. Sedangkan didaerah lain warnaya tidak dapat sebagus di Tanjungbumi.
Khusus batik gentongan memakai pewarna alami atau soga alam. Warna merah bisa diambil dari kulit mengkudu, warna hijau dari kulit mundu dicampur tawas, biru dari daun tarum. Kepekaan warna dicapai dari lamanya waktu merendam. Pewarna alam lainnya yang kerap dipakai, baik untuk gentongan maupun jenis batik lainnya antara lain kulit buah jelawe, kayu jambal, dan lainnya.
Kebanyakan batik Madura memilih warna terang, merah, kuning, hijau. Namun, batik gentongan memiliki warna yang beragam. Motif tarpoteh (latar belakang poteh/putih) misalnya, mencitrakan warna yang elegan, seperti hitam dan coklat pada motif-motifnya

Masa depan
Tanjungbumi sebagai sentral dari batik Madura, telah memiliki trademark tersendiri untuk batik Jawa Timur, mengharapkan pada waktu dekat akan memiliki kelompok perajin batik Tanjungbumi sendiri untuk mengembangkan produksi mereka.
Perajin mendapat kesempatan lebih untuk memperkenalkan lebih luas batik Madura khas Tanjungbumi. Keunikan dan karakter tersendiri dari batik gentongan.
Perajin batik masih didominasi oleh kaum perempuan, jika pemasaran batik lebih meluas maka produksinya meningkat. Tentu hal ini akan lebih memberdayakan perajin dan meningkatakan taraf hidup mereka yang konon Tanjungbumi banyak perempuannya berstatus janda.
Menurut Alim untuk meningkatkan taraf hidup perajin dan batik khususnya Tanjungbumi adalah dengan menjual batik dengan harga yang tinggi dan memberikan upah pada perajin dengan tinggi. Hal ini juga dapat tetap melestarikan batik Tanjungbumi yang mulai banyak ditinggalkan karena banyaknya pekerjaan lain yang lebih menjanjikan. Yupiter Sulifan

Tidak ada komentar: