Ana
Christanti, M.Pd., Kepala SMP Al Falah Delta Sari Waru:
Punya Pangsa Pasar Sendiri
Genderang penerimaan siswa baru di
beberapa sekolah swasta sudah mulai ditabuh. Walau pemerintah belum menetapkan
waktu penerimaan siswa baru tapi beberapa sekolah swasta sudah membuka
pendaftaran siswa baru bahkan beberapa diantaranya sudah menutup untuk
gelombang satu.
Pendaftaran siswa baru (PSB) bagi
sebagian besar sekolah swasta adalah satu kesempatan untuk mendapatkan siswa
sebanyak-banyaknya. Dengan asumsi, jumlah siswa yang banyak bisa menyokong kelanjutan
pendidikan di sekolah swasta. Tak mengherankan kalau sekolah swasta membuka
pendaftaran siswa baru mendahului sekolah negeri.
Adanya anggapan bahwa sekolah
swasta sudah curi start dalam hal penerimaan siswa baru, hal ini ditanggapi
wajar oleh kalangan sekolah swasta. Wajar karena mereka mempunyai pangsa pasar
sendiri. Meskipun sekolah negeri belum dibuka pendaftaran siswa barunya dan
calon siswa ini termasuk anak yang pandai tapi karena sudah mempunyai minat
untuk sekolah di sekolah swasta.
Didahuluinya membuka pendaftaran
siswa baru bagi sekolah swasta ini juga dijadikan sarana untuk menjaring wali
murid yang benar-benar militan. Wali murid akan tahu dengan sendirinya bahwa
sekolah yang akan dijadikan tempat untuk mendidik anaknya ini berkualitas atau
tidak. Bukan masuk sekolah swasta karena sudah tidak diterima di sekolah negeri
melainkan sudah menjadi keinginan mereka untuk masuk ke sekolah swasta.
Jadi ada anggapan kalau sekolah
swasta yang mencuri start membuka pendaftaran siswa baru ini diasumsikan dengan
merebut jatah sekolah negeri adalah tidak benar. Karena sekolah swasta dan
negeri adalah beda dan pangsa pasarnya juga beda. Tanpa promosi, sekolah negeri
sudah banyak diminati calon siswa sebaliknya sekolah swasta harus berpromosi
agar bisa menjaring calon siswa
sebanyak-banyaknya.
Sekolah negeri, calon siswa yang
mencari tapi kalau sekolah swasta, sekolah yang mencari muridnya. Untuk itulah,
sekolah swasta sangat gencar mengadakan promosi ke masyarakat luas agar
bersedia menyekolahkan anaknya ke sekolah swasta ini. Tak kenal maka tak
sayang, oleh karena itulah publikasi digiatkan.
Tentu saja yang dipromosikan ke
masyarakat adalah keunggulan-keunggulan yang dimiliki sekolah swasta yang
bersangkutan. Baik dari segi sarana prasarana, cara mengajar dan belajar siswa,
bidang akademis dan non akademis, hingga prestasi yang diraihnya. Semua
dipaparkan dalam aktifitas publikasi. Bagaimana bisa masyarakat luas mengetahui
sekolah swasta ini kalau tidak lewat publikasi.
Pembukaan pendaftaran siswa baru
yang diawali dan penutupannya diakhiri, ini untuk menampung limpahan dari
sekolah negeri yang sudah penuh kuotanya. Ini juga merupakan ‘berkah’
tersendiri bagi sekolah swasta. Dan bukan berarti, siswa yang dari limpahan
sekolah negeri ini kualitasnya kurang bagus. Tidak jarang mereka ini memiliki
kelebihan bidang non akademis. Seringkali kuota sekolah negeri ini berubah
sehingga membuat sekolah swasta kelimpungan. Walau begitu, sekolah swasta akan
terus berusaha untuk menjadi sekolah yang diperhitungkan calon siswa serta
mengarah pada sekolah yang ‘terhormat’. YUS
Caption: Ana Christanti, M.Pd.,
Kepala SMP Al Falah Delta Sari Waru
Achmad Farich, ST., M.Pd., Kepala SMK YPM 1 Taman:
Mengejar Otomatisasi Dunia Industri
Gelegar keunggulan sekolah menengah
kejuruan (SMK) beberapa waktu ini sedang melejit. Apalagi dukungan iklan
promosi tentang keunggulan SMK di televise. Iklan yang dibawakan Tantowi Yahya
yang mengunggulkan SMK. Iklan yang menggambarkan bahwa siswa dari lulusan SMK
berpotensi siap kerja dengan kemampuan yang diperolehnya dari bangku sekolah.
Baik itu SMK teknik, SMK pertanian, dan lain sebagainya. Dengan ilmu dan
kemampuan yang di perolehnya di harapkan lulusan dari SMK siap diterjunkan
dalam dunia kerja sesuai dengan spesifikasi kemampuannya. Iklan tersebut juga
disponsori oleh Dinas Pendidikan Nasional.
Memang ada
beberapa hal yang memungkinkan lulusan SMK bisa diharapkan lebih siap kerja
daripada lulusan SMA. Misalkan saja siswa lulusan SMK jurusan otomotif, siswa
tersebut langsung bisa bekerja pada pabrik perakitan sepeda motor.
Terlebih
akhir-akhir ini banyak SMK yang unjuk gigi dengan memamerkan hasil kerja mereka
misalnya mobil, pesawat terbang ringan, perahu, TV layar datar, mesin pencacah
sampah hingga pembuatan miniature lift. Praktis sorotan masyarakat saat ini
terfokus pada performance siswa SMK.
Kita tahu bahwa
kalau sebuah SMK memerlukan fasilitas lebih banyak dibanding dengan sebuah
SMA. Sebuah SMK yang memiliki jurusan otomotif dan elektro selain memerlukan
ruang belajar juga memerlukan berbagai ruang lainnya, misalnya saja sebuah
bengkel dan lain sebagainya. SMK tersebut juga harus mempunyai peralatan dan
perlengkapan yang cukup untuk menunjang dalam kegiatan praktik siswa tersebut.
Namun bagaimanakah jika semua fasilitas tersebut tidak dipenuhi atau dengan
kata lain SMK yang minim fasilitas?
Apalagi tuntutan
dunia industry juga beragam dan membutuhkan kecepatan. Ini yang seringkali
tidak terkejar oleh pihak SMK. Sekolah sering tertinggal dalam mengikuti
kemauan dunia usaha dan dunia industry (DUDI). Keterbatasan fasilitas praktek
di sekolah menjadi salah satu penyebab ketertinggalan ini.
Hal ini didukung
trend dunia industry yang serba otomatisasi. Ini mendorong pihak sekolah
memberikan ketrampilan yang lebih kepada peserta didiknya. Tentu ketrampilan
tambahan ini yang masih berkaitan dan kompeten dengan jurusan yang diambilnya. Bahkan
dengan diberikan tambahan legalitas dari ketrampilan tambahan yang mereka
dapatkan, misalnya sertifikat.
Semangat untuk
inovasi dan memodifikasi inilah yang dijadikan keunggulan local dari SMK
terutama SMK swasta. Semangat inilah yang ingin ditunjukkan peserta didik SMK
dengan memberikan kerja nyata mereka sesuai dengan bidang keahlihannya. Tentu,hal-hal
yang bersifat kebaruan yang belum pernah ada diciptakan orang ataupun
memodifikasi dari penemuan orang lain. Ini bagi SMK yang memiliki fasilitas
yang tergolong lengkap.
Kalau SMK yang
favorit dan berada di kota besar bukan tidak mungkin semua fasilitas
kelengkapan penunjang sebuah SMK dipenuhi. Tapi dalam kenyataanya masih banyak
SMK-SMK di pelosok yang masih minim fasilitas, gedung saja masih ndompleng di
sekolah lain. Kalau para siswa yang diluluskan dengan hasil dari
minimnya fasilitas, kemungkinan tidak laik kerja. Berbeda jika SMK tersebut
sebuah SMK favorit yang berfasilitas lengkap. Lulusan SMK favorit dan
berfasilitas lengkap besar kemungkinan laik kerja. Namun yang menjadi
persoalannya adalah biaya masuk ke SMK favorit tersebut dan biaya-biaya lainnya
selama rentang waktu belajar. Untuk bisa masuk di sekolah favorit dan
berfasilitas lengkap biasanya memerlukan biaya yang lebih. Dalam hal ini
pemerintah setidaknya memberikan kebijakan-kebijakan tertentu untuk memberikan
solusi yang terbaik bagi kelanjutan SMK beserta lulusannya. YUS
Tidak ada komentar:
Posting Komentar