Minggu, 27 November 2011

Drs. H.A. Zainul Afani, M.Pd., Ketua Badan Musyawarah Perguruan Swasta (BMPS): Mengangkat Harkat dan Martabat Guru Swasta

Kabar tentang niat pemerintah akan menetapkan standar gaji minimum bagi guru honorer yang bertugas di sekolah swasta sungguh suatu yang sangat menggembirakan. Terutama bagi guru-guru swasta yang belum dan atau sudah tidak bisa diangkat menjadi guru PNS. Sebenarnya, dikotomi antara guru swasta dan negeri itu tidak ada dan hakekatnya adalah keduanya ini harus didekatkan karena untuk kemajuan anak bangsa. Kalau ditelusuri lebih jauh, sebenarnya guru swasta itu berbanding lurus dengan kinerjanya. Berbanding lurus dengan jam ngajar, tenaga dan pikirannya. Kenapa? Gaji atau honor yang mereka terima itu sesuai dengan apa yang dikerjakannya. Kalau ingin gaji tinggi dan besar ya harus mengajar dengan jam ngajar yang banyak. Beda dengan guru PNS yang disesuaikan dengan golongannya, walau jam ngajarnya 24 jam ya gajinya disesuaikan dengan pangkat dan golongannya. Atas dasar itulah ada beberapa guru swasta yang enggan mengakui keprofesiannya ini bahkan mereka cenderung tidak memiliki kebanggaan menjadi guru walau di sekolah swasta. Profesi guru bagi sebagian orang ini dipakai sebagai simbol dan pengakuan status saja. Kalau dihitung secara matematis, jam kerja guru swasta yang demikian ini biasanya jam mengajarnya sedikit lalu mereka mempunyai bisnis sendiri yang jam kerjanya melebihi jam kerja guru. Seringkali mereka asyik dengan profesi non gurunya karena penghasilan yang didapat dari profesi ini jauh melebihi penghasilan profesi guru. Bahkan ketika ditanya seseorang tentang profesinya, mereka seringkali menjawab dengan nada malu-malu. Kalaupun menajwabnya dengan sedikit lantang itu karena mereka hanya butuh pengakuan status saja. Dampaknya, mereka menganggap bahwa profesi guru swasta itu sebagai profesi nomer dua. Ini yang mengakibatkan guru-guru swasta mengalami rendah diri. Dan ujung-ujungnya mereka merasakan keterpurukan profesi. Ditambah dengan anggapan bahwa guru PNS itu lebih tinggi derajatnya daripada guru swasta. Hal ini yang menambah beban keterpurukan bagi guru swasta. Keinginan baik pemerintah dengan menstandartkan gaji guru swasta ini bukan meng-UMK-kan gaji guru. Mengingat profesi guru sangat jauh berbeda dengan buruh pabrik. Kalau buruh pabrik memang ada UMK tapi profesi guru bukan UMK melainkan menstandarisasi gaji. Dengan adanya standarisasi gaji ini diharapkan kesejahtraan guru swasta semakin meningkat yang pada gilirannya ini akan berpengaruh pada kinerjanya. (YUS)

Tidak ada komentar: