Jumat, 12 September 2008

Coret Sana, Coret Sini


Oleh: Yupiter Sulifan, S.Psi

“Coretan di dinding adalah simbol pemberontakan…” sebaris syair lagu Coretan Dinding yang didendangkan Iwan Fals semalam saya dengarkan berulang kali. Teman kala saya menyelesaikan ketikan tugas-tugas rutin keseharian. Entah kenapa, lagu ini saya dengarkan berkali-kali.
Dan keesokan harinya tatkala masuk sekolah, saya langsung teringat coretan dinding yang ada di kamar mandi sekolah. Benarkah coretan di dinding merupakan simbol pemberontakan?
Padahal isi coretan yang ada di dinding kamar mandi sekolah itu isinya bukan ‘pemberontakan’ melainkan ‘percintaan’. ‘Nisa aku sayang kamu, dari Yola 3B’, ‘Kutunggu jandamu, Ana! Dari sayangmu yang lagi merana’, ‘Aku padamu (ada simbol daun waru dipanah) dari Aku di kls X’ serta puluhan coretan lain yang menghiasi dinding kamar mandi yang warna putihnya mulai pudar.
Benarkah percintaan bukan pemberontakan? Saya hampir lupa kalau ‘percintaan’ itu juga merupakan ‘pemberontakan’. ‘Pemberontakan’ dari masa jomblo ke masa berpasangan. Masa sendiri yang mengasyikkan tiba-tiba banyak teman yang sudah berpasangan kita akhirnya tergagap, gengsi, malu kalau menjomblo. Kalau orang yang akan kita ‘tembak’ ini pengertian dan mau maka persoalan akan beres.
Tetapi kalau dia menolak, bukankah sakit hati yang kita terima? Mau marah, bukan hak kita untuk memarahi penolakan dia, akhirnya emosi marah ini terluapkan di dinding kamar mandi sekolah. Kenapa di dinding kamar mandi sekolah? Bukan di kamar mandi rumah?
Secara berkelakar tentu jawabnya,”Ya, biar si dia baca kalau kita seneng sama dia. Kalau nulis di kamar mandi rumah pasti memes yang baca dan mencak-mencak.” Lantas siapa saja yang corat-coret di dinding kamar mandi tadi? Bersyukur, selama kuliah saya dibekali ilmu graffiti yang mempelajari karakteristik coretan tangan dengan kepribadian si pemilik coretan. Bersyukur lagi, diantara puluhan coretan di dinding kamar mandi tadi saya menemukan beberapa coretan hasil karya murid saya di MADUWA.
Butuh Kroscek
Memang, saya tidak langsung percaya begitu saja dengan insting melainkan saya kroscek dengan tulisan yang ada di beberapa buku catatan serta papan tulis. Ternyata memang benar ada beberapa orang murid MADUWA yang ‘berpartisipasi’ menghias dinding kamar mandi.
Makna yang terkandung dalam coretan mereka kebanyakan mencerminkan rasa senang, marah, kecewa dengan lawan jenisnya. Data ini saya padukan dengan data yang ada di BP dan hasilnya memang ‘cocok’!
Dalam hati, saya bersyukur setidaknya murid saya sudah bisa melampiaskan emosinya ketika terbebani masalah. Bukankah cara untuk mengurangi beban masalah yakni dengan melampiaskannya dengan berteriak atau corat-coret? Namun, bentuk pelampiasan yang salah tempat juga berakibat tidak baik bagi pemandangan sekitar kita.
Sungguh suatu tindakan dewasa lagi bijaksana bila bentuk pelampiasan corat-coret tadi bisa membuat orang lain senang. Caranya? Ya, kenapa tidak menulis di MADUWA News, bikin cerpen, puisi atau nulis opini. Atau kita hias ruang kelas dengan aneka hiasan warna-warni. Tulisan yang berisi motivasi untuk maju, hormat orang tua atau kata-kata bijak lain.
Kita harus menyadari bahwa segala sesuatu yang kita kerjakan ini mencerminkan watak dan kepribadian kita. Nah! Kalau sudah ngomong soal ini jadinya tambah panjang dan lama. Semoga kali lain saya bisa menyambungnya lagi.*

Penulis adalah Guru BK MADUWA

Tidak ada komentar: