![]() |
H. Mashlihan, S.Ag., M.Ag. |
Arti gotong-royong secara sederhana
adalah berarti kerjasama. Begitu banyak sisi kehidupan yang berlandaskan
gotong-royong. Bahkan sebuah bangsa yang akhirnya terbentuk, adalah hasil dari
sebuah gotong-royong skala besar dalam aspek nan kompleks. Dalam sebuah negara,
sebuah bangsa bersatu-padu bahu-membahu menyumbangkan jiwa dan raganya,
pemikiran dan karyanya bahkan impiannya, menjadi sebuah tujuan bersama yang
secara garis besar antara lain; mempertahankan kedaulatan wilayah, meningkatkan
kesejahteraan bersama serta membentuk identitas kolektif. Gotong-royong dalam
konsep sebuah negara-bangsa berujung pada menanggung semua resiko yang terjadi
secara kolektif dan adil. Pendek kata, gotong-royong dalam konsep negara-bangsa
adalah sebuah kebersamaan di dalam kesejahteraan maupun di dalam penderitaan
secara berkeadilan
Filosofi dan semangat gotong-royong inilah yang
sejak dulu diusung rakyat Indonesia dalam berbangsa. Bahwa gotong-royong pada
akhirnya adalah perilaku dan budaya hidup tradisional yang sekaligus menjadi
identitas bangsa Indonesia. Keluhuran nilai-nilai gotong-royonglah yang telah
mampu menyelamatkan negara-bangsa ini dari berbagai masalah, mulai dari
melepaskan diri atas penjajahan sampai pada menemukan jalan keluar dari
berbagai krisis di jaman modern. Negara-bangsa yang kini terwariskan kepada
kita semua di Indonesia saat ini, adalah hasil dari sebuah gotong-royong tak
henti-henti dari para pendiri bangsa dan seluruh lapisan warga bangsa sampai di
akhir hayat mereka.
Gotong royong merupakan salah satu ciri khas bangsa Indonesia khususnya,
sebagaimana yang tertuang dalam Pancasila yaitu
sila ke- 3 “Persatuan Indonesia”. Perilaku gotong royong yang telah
dimiliki Bangsa Indonesia sejak dahulu kala. Gotong royong merupakan
kepribadian bangsa dan merupakan budaya yang telah berakar kuat dalam kehidupan
masyarakat. Gotong royong tumbuh dari kita sendiri, prilaku dari masyarakat.
Gotong royong adalah suatu kegiatan yang dilakukan secara bersama-sama dan
bersifat suka rela agar kegiatan yang dikerjakan dapat berjalan dengan lancar,
mudah dan ringan.
Pergeseran
Perilaku
Ironisnya, ketika negara-bangsa Indonesia telah maju seperti sekarang ini, perilaku, filosofi serta semangat gotong-royong justru dibiarkan memudar. Setidaknya, gotong-royong kini berubah menjadi sebuah pengertian yang sangat sempit, hanya sampai pada kulit tetapi tidak berisi apa-apa. Dalam praktek keseharian, bangsa ini sekarang jelas-jelas hanyalah merupakan sebuah kumpulan dari warga yang individualistis.
Hampir bisa dilihat, kini semua seolah bisa diselesaikan dengan uang. Jadi yang terpenting sekarang adalah bagaimana tiap-tiap orang bisa mengumpulkan materi semampu-mampunya, lalu setiap persoalan diatasi dan diselesaikan dengan transaksi dan negosiasi yang berujung pada uang. Pembangunan berbagai sarana publik, pembangunan berbagai tempat ibadah, pemeliharaan lingkungan, semua diselesaikan dengan tawar-menawar ongkos.
Saat ini betapa sulitnya mengumpulkan warga masyarakat untuk bekerja bakti membersihkan got misalnya. Setiap orang punya alasan tidak punya waktu karena mereka harus bekerja. Mereka jauh lebih merasa bahagia membayar iuran untuk membeli alat pemotong rumput dan mengupah seseorang untuk membersihkan got daripada turun bersama-sama mengerjakan hal tersebut secara bergotong-royong. Semangat komunal yang melandasi prinsip dan perilaku gotong-royong terkalahkan oleh ideologi baru bahwa “waktu adalah uang”.
Bagaimana sikap gotong royong didalam lembaga pendidikan?
Ironisnya, ketika negara-bangsa Indonesia telah maju seperti sekarang ini, perilaku, filosofi serta semangat gotong-royong justru dibiarkan memudar. Setidaknya, gotong-royong kini berubah menjadi sebuah pengertian yang sangat sempit, hanya sampai pada kulit tetapi tidak berisi apa-apa. Dalam praktek keseharian, bangsa ini sekarang jelas-jelas hanyalah merupakan sebuah kumpulan dari warga yang individualistis.
Hampir bisa dilihat, kini semua seolah bisa diselesaikan dengan uang. Jadi yang terpenting sekarang adalah bagaimana tiap-tiap orang bisa mengumpulkan materi semampu-mampunya, lalu setiap persoalan diatasi dan diselesaikan dengan transaksi dan negosiasi yang berujung pada uang. Pembangunan berbagai sarana publik, pembangunan berbagai tempat ibadah, pemeliharaan lingkungan, semua diselesaikan dengan tawar-menawar ongkos.
Saat ini betapa sulitnya mengumpulkan warga masyarakat untuk bekerja bakti membersihkan got misalnya. Setiap orang punya alasan tidak punya waktu karena mereka harus bekerja. Mereka jauh lebih merasa bahagia membayar iuran untuk membeli alat pemotong rumput dan mengupah seseorang untuk membersihkan got daripada turun bersama-sama mengerjakan hal tersebut secara bergotong-royong. Semangat komunal yang melandasi prinsip dan perilaku gotong-royong terkalahkan oleh ideologi baru bahwa “waktu adalah uang”.
Bagaimana sikap gotong royong didalam lembaga pendidikan?
Perlahan namun pasti, sikap gotong
royong di dunia pendidikan juga terimbas dan bergeser. Walau tidak semua
lembaga pendidikan mengalami pemudaran sikap dan perilaku gotong royong tapi
hal ini wajib dengan cepat dibenahi serta diantisipasi.
Gerakan kerja bakti massal setiap
bulan ataupun ketika akan peringatan hari besar agama ataupun nasional yang
dilakukan oleh seluruh keluarga besar sekolah serta saling mengingatkan untuk
memelihara lingkungan bersih dan sehat di sekitar sekolah, ini adalah sebagian
kecil perilaku gotong royong yang dilakukan di sekolah.
Sikap gotong royong di SMP Arditama
Waru sangat kental, baik guru, karyawan, maupun siswa sudah terbiasa. Bagi guru
dan karyawan ketika pertama kali kontrak kerja ada penekanan pada masalah
gotong royong. Mengingat budaya ini merupakan karakter yang harus
ditumbuhkembangkan di sekolah. Guru dan karyawan harus memberi contoh kepada
siswa ini dibuktikan ketika ada event sekolah yang memerlukan kerja bareng,
misalnya akreditasi, PHBI dan PHBN atau kalau ada kunjungan dari pihak lain.
Para siswapun demikian ketika awal
MOS sudah ditekankan sikap tersebut melalui materi wawasan wiyata mandala serta
dalam aktifitas pembelajaran sehari-hari anak dibiasakan bergotong royong. Hal
ini sudah tertanam dalam pelajaran agama dan PKn juga siswa aktif menerapkan
7K. Mengenai kendala, hampir tidak ada karena sikap gotong royong sudah sejalan
dengan visi misi dan tujuan sekolah.
Bagi lembaga pendidikan yang
dikelola pihak swasta atau yayasan, seringkali terlihat perilaku gotong royong
terutama ketika mengadakan pembangunan atau perluasan tempat belajar. Atau saat
dilakukan penambahan fasilitas sekolah dan membersihkan lingkungan sekitar.
Dan perilaku gotong royong ini
sangat kental terlihat manakala dalam satu daerah atau desa yang hanya memiliki
satu tingkat sekolah, misalnya SD/MI. Warga desa serta keluarga besar sekolah
tersebut akan muncul rasa memiliki sekolah ini. Dampaknya, mereka dengan
sukarela membantu sekolah ketika akan menambah fasilitas pendidikan yang
diperlukan untuk kemajuan pendidikan murid-muridnya. Bahu membahu, gotong royong
membangun sekolah tanpa ada imbalannya karena mereka menyadari bila sekolah ini
lengkap sarana prasarananya maka akan dengan baik melayani kebutuhan pendidikan
untuk anak-anaknya. YUS
Tidak ada komentar:
Posting Komentar