
Keberadaan RSBI dan SBI yang dalam beberapa waktu terakhir menjadi polemik antara langsung dihapuskan atau dikaji ulang terlebih dahulu, sangat menarik untuk dibahas. Secara ideal, RSBI itu harus ada di tiap daerah dengan catatan jumlahnya dibatasi.
Jumlah yang dibatasi ini agar hasilnya kredibel, tentu saja ini semua disesuaikan dengan system yang berlaku di daerah tersebut. Juga adanya perekrutan SDM yang dimasukkan dalam RSBI, bukan hanya siswanya tapi kepala sekolah, guru dan karyawan semuanya harus levelnya global.
Apa jadinya kalau siswanya sudah pandai berbahasa Inggris sedangkan gurunya masih berwawasan lokal? Pertama kali memasuki sekolah RSBI nuansanya sudah global ini harus kentara sekali.
Untuk itulah diperlukan seleksi khusus bagi kepala sekolah, guru, karyawan dan siswa yang akan masuk di RSBI ini. Syarat ini harus dipenuhi agar tidak terjadi pengeluaran yang tidak seimbang dengan hasil yang dimunculkan.
Andaikata sekolah belum memenuhi kriteria untuk sekolah RSBI maka sekolah yang SSN ini harus benar-benar mengadakan inovasi dalam segala hal. Seperti yang dilakukan di SMPN 1 Waru dengan membuka kelas bilingual sebanyak tiga lokal. Di kelas ini nuansanya sudah mendekati global dan jauh-jauh hari yang namanya tutor sebaya sudah dilaksanakan.
Siswa sudah diajarkan untuk saling memberi informasi tentang pelajaran mana yang mengalami kesulitan. Tidak diajarkan sifat egois tapi kooperatif, karena mereka saling berinteraksi satu sama lainnya. Bila mengalami titik buntu maka peran guru sebagai pembimbing dimaksimalkan.
Sekolah SSN dengan nilai plus juga diterapkan melalui pembiasaan-pembiasaan siswa setelah jam belajar sekolah selesai. Yakni berupa kegiatan pengembangan diri. Misalnya ada waktu untuk mempelajari jurnalistik, KIR, hingga kegiatan keagamaan yang dilakukan oleh siswa. Hasil yang didapat dari kegiatan ini, baik atau tidaknya, masayarakat yang menilai. Siswa ada kemajuan yang berarti atau tidak sebelum dan sesudah melakukan pembiasaan ini. Dengan kata lain, sekolah dikatakan punya nilai plus apabila hasilnya bisa dirasakan masyarakat dan masyarakatlah yang menilainya.
Selain siswa, guru juga melakukan pembiasaan yang dilakukan setiap hari Sabtu. Setelah senam pagi hari, lalu diadakan MGMPS, ada rapat dinas, hingga pelatihan pengembangan IT. Jadi untuk menuju sekolah yang punya nilai plus, keterkaitan semua pihak, kepala sekolah, guru, karyawan dan siswa harus ada dan semua harus berjalan seiring sejalan.
Caption: Drs. H. M. Subqi Manan, M.Si (foto:YUS)